2. Blue Amethyst

2.7K 260 60
                                    

"Selamat malam. Selamat datang di Restoran Mellie's Luna!"

Walau jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, namun sang waiter, Neena tetap tersenyum dengan ramah kepada pelanggan. Luvena sesekali melihatnya di sela-sela kegiatannya dalam mencuci piring. Neena sebenarnya adalah keponakan dari pemilik restoran ini. Dengan paras yang cantik seperti itu ditambah statusnya, Luvena sedikit heran dengan pilihannya bekerja sambilan sebagai waiter.

Luvena pun menyempatkan diri untuk melihat dirinya sendiri di kaca. Sebenarnya penampilannya tidak begitu buruk. Jika ia mau merapikan sedikit rambutnya, pasti Luvena akan terlihat lebih baik. Tapi tidak, ia tidak secantik Neena. Kalau saja Anne mau membuang keegoisannya sedikit dan mencoba untuk ikut bekerja sambilan, mungkin Luvena akan lebih merawat diri.

Luvena menghela napas. Tidak ada gunanya mengeluh. Ia tidak bisa mendesak kakak perempuannya itu untuk mengikuti langkahnya mengambil kerja sambilan. Lagipula ini keputusannya sendiri. Jadi tidak ada yang bisa disalahkan olehnya.

Luvena pun kembali fokus mengerjakan pekerjaannya. Piring demi piring ia cuci bersih kembali. Saat piring terakhir sedang ia bilas, tiba-tiba saja semua lampu di restoran itu mati. Terdengar suara gaduh dari para pelanggan. Berbeda dengan mereka, Luvena hanya menghentikan gerakan tangan sejenak. Barulah saat genset bekerja, ia kembali menyelesaikan pekerjaannya.

"Sebuah kejutan listrik mati sekarang ini," celetuk Resse yang sedikit cekikikan melihat ekspresi para pelanggan setelah genset bekerja.

Luvena mengedikkan bahunya dengan acuh tak acuh, "Kurasa tidak ada yang aneh dengan itu."

"Ah, seharusnya kau perhatikan itu, Luvena. Lihatlah sekarang ini listrik sedang mati besar-besaran!"

Luvena mengikuti pandangan Resse yang mengarah ke jendela restoran. Keningnya pun berkerut bingung. Resse benar. Kali ini listrik sedang mati besar-besaran. Hanya beberapa tempat yang terang karena memiliki genset. Rumah Luvena yang tak jauh dari situ pun pasti sedang dalam keadaan gelap gulita sekarang.

"Kau yakin akan pulang sekarang, Luvena?" tanya Resse yang sekarang akan menggantikan sift Luvena. Gadis itu sedang membenahi dirinya sendiri untuk memulai pekerjaannya.

Luvena mengancingkan mantel merah mudanya seraya melirik sebentar ke arah Resse, "Tentu. Kenapa tidak?"

"Seperti yang bisa kau lihat, Nona Daroll, di luar sana begitu gelap. Kau yakin tidak ingin menunggu di sini sebentar sampai listriknya kembali?" tawar Resse tanpa melihat ke arah Luvena. Ia sedang sibuk menggelung rambut panjangnya sekarang.

"Itu manis sekali."

Resse tertawa kecil. Gadis yang berumur diatas Luvena dua tahun itu sudah terlihat siap bekerja sekarang. Ia berbalik dan mengedikkan bahunya, "Titip salam untuk Ibumu dan Anne kalau begitu."

Luvena mengulas senyum dan mengangguk. Setelah berpamitan dengan Resse dan beberapa karyawan lain, Luvena pun keluar dari restoran.

                                 ∆∆∆

Luvena memasukkan kedua tangannya ke dalam saku mantel. Malam ini udaranya begitu dingin. Ditambah mati listrik, hanya ada beberapa toko saja yang masih terang karena genset. Suasana malam ini menjadi begitu terasa nyata baginya.

Memasuki perumahan, penerangannya semakin minim. Anehnya, keheningan begitu menguasai area perumahan ini. Biasanya jika listrik sedang mati besar-besaran paling tidak ada satu atau dua orang yang berada di luar rumah. Menunggu kabar dari tetangga atau memang berniat pergi melihat keadaan daerah perumahan terdekat. Tapi kali ini selain suara embusan angin dan langkah kaki Luvena, tidak ada lagi suara yang muncul.

Beast HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang