5. Nice to Meet You

Mulai dari awal
                                    

"Oke." Myta menggangguk meski belum merasa mengerti betul. "Jadi masalahnya apa?"

"Ya, kalo nanti pas sampe sana lo mau pindah tempat atau gimana, bi--"

Myta terkekeh pelan. "Dan nyia-nyiain kesempatan buat nyobain bubur ayam paling enak versi lo? Hahaha, rugi banget hidup gue!"

Bian benar-benar kehabisan kata-kata. Terutama saat Myta mengangguk dan memberi kode agar Bian melanjutkan perjalanannya. Sungguh, jika Bian tidak ingin mobil yang dikendarainya menabrak mobil di depannya, mungkin Bian sudah memandangi wajah manis Myta lebih lama lagi.

Susah payah, akhirnya Bian berhasil juga sampai dan memarkirkan mobilnya di supermarket di samping tukang bubur tadi mendirikan lapaknya. Baru saja Bian akan bertanya apakah Myta ingin pindah tempat makan atau tidak, tapi Myta sudah keburu turun terlebih dahulu.

Ketika Myta turun, kepulan asap berbau gurih yang khas langsung memenuhi indera penciumannya, membuat rasa laparnya tiba-tiba bangkit. Ah, tidak jauh berbeda dari apa yang dirasakan Bian. Memang, hanya di sini bubur ayam yang paling enak berada.

"Yuk?" Tanya Bian yang disambut anggukan mantap dari Myta. Jadi, Bian langsung mengajak Myta untuk duduk di salah satu kursi kosong yang disediakan di sana, sementara Bian sibuk bergerak ke depan, berbicara dengan akrab kepada sang tukang bubur.

Tak lama, Bian akhirnya kembali, lalu duduk di samping Myta, diiringi tatapan penasaran dari Myta. Tak tahan untuk bertanya, akhirnya Myta buka suara, "akrab bener kayaknya. Langganan sejati, ya?"

Bian tertawa. Terdengar begitu manis di telinga siapa pun yang melihatnya, termasuk Myta yang tanpa sadar tertular oleh suara tadi, dan jadi ikut-ikutan tertawa. "Iya dong, nanti pas udah nyobain, lo baru bisa tau kenapa gue rela jauh-jauh ke sini cuma buat makan bubur ayam."

"Duh, jadi nggak sabar." Bian tahu betul Myta tidak berbohong. Satu hal yang Bian perhatikan dari Myta, mata Myta yang selalu bersinar-sinar cerah saat mengungkapkan rasa kagumnya terhadap sesuatu. Suatu hal yang membuat Bian menyesal baru mengenal Myta sekarang.

Untuk menghilangkan rasa gugupnya, Bian bertanya, "Ngomong-ngomong, lo suka telor puyuh?"

Myta menggangguk. "Suka dong. Gue itu pencinta sate bubur ayam. Telur puyuh, usus, dan apa pun itu, aduh, nggak diragukan lagi pasti enak!"

Lagi-lagi, Bian terkesan.

Dua mangkuk bubut ayam, dua piring kerupuk, dua piring sate bubur ayam aneka jenis, dan dua gelas es teh manis akhirnya sampai ke meja mereka, menghentikan percakapan yang sebelumnya terjadi.

Bian memerhatikan Myta yang saat ini sibuk meneliti mangkok bubur ayam di depannya. Memang, kelihatannya, bubur ayam ini memang tidak jauh berbeda dari bubur ayam biasanya, yang membedakannya sedikit adalah tambahan irisan cakwe kecil-kecil di atasnya--mungkin sudah banyak bubur ayam seperti itu di belahan dunia lainnya.

"Lo tim bubur diaduk apa tim bubur nggak diaduk, nih?" Myta tersenyum jail.

"Nggak diaduk," jawab Bian santai. Padahal hatinya mendadak saja berdegub tak karuan mendengar pertanyaan sepele Myta. "Lo?"

"Nggak diaduk juga."

Setelah itu, hening. Tidak ada yang memulai duluan untuk memasukkan sesendor bubur ke mulutnya. Bagi Bian, tidak apa-apa seperti ini, asal pemandangan di hadapannya adalah wajah manis Myta yang kelihatan sedang menimbang-nimbang ingin mengatakan sesuatu.

"Bi?" Bian mendongak setelah selesai menyuapkan satu sendok bubur ke mulutnya.

"Ya?"

"Lo pernah ngajak Rena ke sini?"

Tampak tidak siap dengan pertanyaan Myta, Bian langsung menggapai air minumnya dan meneguknya. Tampak cereboh sekaligus lucu di mata Myta. "Kenapa tiba-tiba nanya tentang Rena?"

Myta mengerutkan keningnya. "Lho, bukannya kita emang mau ngomongin Rena, ya?"

Sial, benar juga.

"Nggak pernah." Ah, semoga Myta tidak menyadari nada suara Bian yang berubah. "Nggak kebayang gue reaksinya dia kalo gue ngajak dia ke sini."

Myta hanya membulatkan bibirnya. Menyadari suasanya canggung yang timbul, akhirnya Myta memulai untuk memakan buburnya. Dan setelah itu, responnya cukup untuk menghapus suasana canggung yang ada. Membuat Bian fokus pada Myta, begitu pula sebaliknya.

Sambil menghabiskan buburnya, mereka berbincang tentang hal-hal ringan apa pun yang menyenangkan, dari mulai warna sedotan di es teh manis mereka sampai politik yang ada di Indonesia.

Apa pun, kecuali Rena. Kecuali, ulang tahun Rena.

Seakan alasan mereka bertemu sekarang bukan untuk membahas tentang ulang tahun Rena, tapi untuk mengenal satu sama lain lebih jauh.

------
a.n. HAHAHA halo semua!
Nggak ngerti deh ada yang nambah ini ke perpus atau enggak. Hwhw.

Sebenernya cerita ini udah selesai berkali-kali ... di kepala gue HAHA.

Semoga dengan ikutan Marathon Writing Month, cerita ini bener-bener bisa tamat secara fisik /lah.

BTW tempat makannya nyata! Ehehe.

Dadah!

Her Surprise Birthday PartyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang