LANGKAH #1

60 11 8
                                    

"RAFFA,, ayah mohon, kamu harus kuliah kedokteran!"

Kata-kata itu masih melekat jelas dalam otaku, yang sebenarnya sangat bertolak belakang dengan apa yang aku impikan selama ini.

Namaku RAFFA WAHYU SANTOSO. Anak dari dokter AGUS SANTOSO spPD. Aku anak Bungsu dari tiga bersaudara, kedua saudara perempuanku semua berprofesi sebagai dokter, begitupun dengan pasangan mereka masing-masing.

Hei!! Bukan berarti profesi dokter buruk bagiku, aku hanya sebatas mengagumi tapi tidak untuk terjun ke dalam dunia kedokteran. Alasanya, ya aku tidak suka saja untuk menekuninya. Enough!!
Tapi, Bagiku dokter adalah manusia setengah malaikat. Itu bukan pujian yang berlebihan, tapi itulah kenyataanya. Tapi pujian itu tidak akan aku berikan untuk dokter yang curang. Melakukan malpraktek. Atau yang mempersulit pasien yang tidak mampu, dan acuh kepadanya.

Aku sanggat kagum kepada dokter yang punya empati sangat tinggi, yang mendedikasikan ilmu dan dirinya ke daerah pelosok, daerah yang betul-betul di perifer, dengan di bayar seiklasnya, bahkan ada juga yang tidak di bayar. Tak jarang ada juga pasien yang datang tengah malam, sakit mendadak, lalu mendatangi klinik atau rumah dinas mereka. Maka dari itu mereka harus siap 24 jam. Melayani dengan sabar dan ikhlas.

Bahkan, Sekarang sudah ada Program Kesehatan dari pemerintah, yang membuat masyrakat menjadi 'manja', terhadap Penyakit ringan. Penyakit yang seharusnya cukup dengan pengobatan di rumah, tetapi mereka memilih berbondong-bondong ke rumah sakit. Seolah- olah suntik dari dokter dan menginap di rumah sakit menjadi obat pertama. Di sisi lain ada kelebihanya juga, mereka jadi tidak mengacuhkn penyakitnya, lebih waspada tepatnya.
Kalau menurutku program kesehatan dari pemerintah adlah program yang adil, anggaran yang harus disetor setiap bulan itu, bisa menjadi subsidi silang bagi pasien penderita penyakit berat dan membutuhkan perawatan intensif.

"Malam yah." aku menyapa ayah yang sedang asik dengan laptopnya di ruang tamu. Ia hanya meliriku sekilas lalu melanjutkan kesibukanya di laptop. Aku sangat menghindari bercakap-cakap dan duduk berdua dengan waktu yang lama bersama ayah, pasti ujung-ujungya akan membahas diriku menjadi dokter.

Kota jakarta di malam hari tidak begitu macet dibandingkan saat jam masuk kerja dan pulang kerja. Aku menghentikan motorku di ujung jembatan, dan menikmati pemandangan, banyak fotografer yang membidik target pemandangan ataupun model seksi dengan kameranya.

HEYY!! Ini singkat bangettttt
Maaf ya baru pertama menulis.
Masih banyak kesalahan,tolong tingglkan coment ya,,jika jelek bilang aja jelek.
Saya paling suka membaca,menulis hanya iseng-iseng saja kok.

       LANGKAHWhere stories live. Discover now