Suri

12.9K 695 98
                                    

Shilla terbangun tanpa ada siapapun di kamarnya, kosong. Tak ada Cakka di sisi kasur lainnya atau pun di kamar mandi karena pintunya terbuka lebar. Gadis itu menggaruk rambutnya kasar, kesal. Semalam ia sepertinya baru saja memaafkan pemuda itu, kini Cakka sudah membuatnya kembali kesal? Tidak bisakah sehari saja Cakka bersikap manis dan membuatnya senang seharian? Tidakkah_

"Lo udah bangun?"

Shilla menatap Cakka yang melangkah masuk dengan pakaian formalnya kembali. Kemeja hijau muda dan celana hitam panjang. "Mau pergi?"

"Hm, rapat kemarin ditunda hari ini."

"Oh." Rapat itu. Shilla menggagalkan rapat kemarin karena perdebatan—ia enggan menyebut kejadian itu pertengkaran—dengan Cakka dan menyuruh perempuan kemarin menyusun ulang jadwalnya. "Apa dia ikut?"

"Siapa?"

"Kari."

"Suri. Itu beda jauh."

"Terserahlah." Shilla menerima segelas air putih yang disodorkan Cakka, tenggorokannya kering padahal ia tak mungkin berteriak-teriak saat tidur.

"Dia ikut."

"Antar aku ke Glam, sekarang." Shilla meletakkan gelas itu di atas nakas. Kekesalannya kembali setelah mereka membahas perempuan yang kemarin. Mau sepupu, mau keponakan, mau tante atau tetangga sekalipun, kehadiran perempuan secantik itu di sisi Cakka membuat Shilla dongkol juga.

"Lo belum sarapan."

"Aku bisa sarapan sama Glam."

"Kita sarapan bareng."

"Antar aku ke Glam, dia bisa-bisa cari aku di seisi hotel karena kamu culik begini!"

"Kita sarapan, cepat turun kalau lo mau cepat ketemu Glam." Cakka menatap Shilla datar, seolah tak mendengar ucapan gadis itu sejak tadi.

"Kalian udah siap?" Suara anggun itu menyadarkan Shilla bahwa bukan hanya mereka berdua di rumah ini. Seorang gadis berpakaian formal—lengkap dengan blazer—berdiri di ambang pintu, senyumnya manis seperti kemarin. Bahkan nampak lebih cantik karena make-up yang ia kenakan lebih natural pagi ini.

"Tunggu di bawah, lima menit lagi." Cakka tak mengalihkan matanya dari Shilla sedetikpun.

"Oke, jangan terlambat."

Shilla tahu ia tak bisa membuat Cakka mengundur rapat itu lagi, entah penting atau tidak. Ia menyingkap selimut dan bangkit berdiri, mungkin ia hanya akan mencuci muka. Peralatan mandinya tidak di sini dan ia tak punya baju ganti. Semuanya ada di hotel yang ia inapi bersama Glam semalam, Cakka benar-benar keterlaluan. Setidaknya kalau mau menculiknya, harus mempersiapkan semuanya dulu. Kalau begini Shilla yang susah jadinya.

"Pakai ini."

Shilla belum sempat menoleh saat beberapa potong pakaian lengkap—benar-benar lengkap—jatuh tepat di tangannya yang refleks menangkap. Lengkap dengan sikat gigi, odol dan peralatan mandi lain yang masih terbungkus bersih, semuanya baru. Cakka pasti membelinya saat ia masih tidur. Kadang Cakka memang tak teduga 'kan?

+++

Shilla sudah menghubungi Glam untuk sarapan karena ia akan sarapan bersama Cakka dan kari—perempuan itu. Glam sempat kesal tapi gadis itu mengerti, ia tahu keras kepalanya Cakka bagaimana dan juga Shilla pasti tak mampu menolak—kali ini Shilla memprotes. Mereka berencana akan pulang siang ini dan mengurus tiket segera setelah sarapan.

"Tiketnya siap?" Cakka menatap Suri, menyela gadis itu yang tengah makan.

"Sudah, jam sepuluh." Sebuah amplop berwarna putih diletakkan di atas meja.

AFTER SEASON (Book3)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें