Bab 1 Saling Dusta

7.6K 308 4
                                    

Bahagia.
Aila bahagia bisa memiliki status yang nyata antara kedekatannya dengan Arsa. Bahagia... Karena ia bisa menghabiskan waktu bersama dengan orang yang beberapa tahun terakhir ini sudah ia kagumi.

Walaupun sebenarnya bukan status pacaran yang ia harapkan dari seorang Arsa, ia masih tetap berdiri di sampingnya. Sekalipun Aila pernah disakiti, dicampakkan dan juga mungkin diselingkuhi oleh Arsa, tampaknya semua hal itu tak membuat ia berpaling dari pria berwajah tegas dan berahang kokoh ini.

Entah apa alasan Aila untuk tetap berdiri di sisi Arsa? Yang ia tahu, dirinya menyayangi Arsa, ia mengasihinya tanpa peduli lagi sakit hati yang ia rasakan di dua bulan pertama mereka berpacaran. Cukup berpura-pura buta dan tuli di depan Arsa, cukup mengetahui apa yang terjadi di belakangnya tanpa protes kepada Arsa sedikitpun.

"Sayang, kau mau yang mana?" Tanya gadis berwajah putih, yang kini sedang memilih-milih baju untuk pria yang berdiri di sampingnya.

"Yang mana saja, yang menurutmu bagus." Jawab Arsa dengan menampilkan senyum termanisnya.

"Kalau begitu yang ini saja." Ucap Fathiya seraya menenteng baju lengan panjang warna coklat susu, dengan kombinasi batik di bagian bahu dan ujung lengannya. "Aku juga mau ambil dress ini yang warnanya senada, jadi kita bisa couple-an pakainya." Lanjutnya lagi, dengan wajah ceria.

Fathiya Ardila. Gadis keturunan Jawa-Manado ini adalah kekasih Arsakha Tsabit. Ia satu tahun lebih tua dari Arsha. Ya, mereka berpacaran karena memang merasa cocok satu sama lain. Tentu saja, mereka tak menghiraukan umur lagi.

Malam itu mereka menghabiskan waktu bersama di mall. Sekedar untuk belanja dan makan bersama seraya bersenda gurau membahas hal-hal sepele yang membuat mereka saling tertawa.

"Thiya!" Sampai akhirnya, ada suara yang menginterupsi keduanya. Wanita paruh baya dengan berbagai aksesoris mewah menggantung di beberapa bagian tubuhnya. Tak lupa juga tas branded menyampir di tangannya. Tak perlu bertanya pun, sudah bisa diperkirakan kalau harga tasnya sudah pasti di atas satu juta rupiah.

"Mama?" Kini Thiya hanya bisa menganga. Dan bingung juga bagaimana ia harus menghadapi Mamanya.

"Selamat malam, Tante..." Arsa beranjak dari tempat duduknya. Ia segera menyalami orang tua gadis yang ia cintai.

Namun apa? Tangannya sudah ditepis lebih dulu oleh wanita itu. "Tak perlu repot-repot. Kamu hanya akan mengotori tanganku saja." Tertohok dalam. Memangnya sekotor apa dirinya, di mata wanita bernama Diana itu? Semenjijikkan apa tangannya hingga ia tak mau untuk sekedar bersalaman?

"Mama? Kenapa Mama begitu?" Thiya angkat bicara.

"Kamu tak mengerti juga rupanya. Mama sudah mengatakan padamu untuk memutuskan dia dan jangan berhubungan lagi dengannya. Kenapa kamu tidak mengerti juga, hah?"

"Thiya mencintai Arsa Ma, kenapa Mama melarang kami bersama?" Mata gadis ini sudah memanas. Tapi ia berusaha menahannya supaya air mata itu tidak meluncur. Ia selalu rapuh jika berhadapan dengan Mamanya yang selalu mempermasalahkan hubungannya dengan Arsa.

"Kalian ini memiliki derajat yang berbeda, jadi jangan berharap kalian bisa bersama. Dan kamu - Arsa, jangan sekali-kali kamu mendekati putriku lagi. Mulai sekarang kalian tak ada hubungan lagi. Kalian tidak boleh saling berkomunikasi. Mama akan segera menjodohkan Thiya dengan pria pilihan Mama." Keputusan mutlak, tak terbantah, dan juga tak kan terelakkan. Sebab, jika Diana sudah berkata. Maka ia akan mewujudkan perkataannya.

"Tapi, Ma..." Tak ada lagi waktu untuk bicara, dua bodyguard Diana sudah lebih dulu menyeret Thiya masuk ke dalam mobil.

Sedangkan Arsa? Ia hanya bisa mematung, memerangi emosinya yang hendak muncul ke permukaan, kalau saja tak ada gadis yang datang beruluk salam.

"Assalamu'alaikum, Kak Arsa..."

"Wa'alaikumsalam... Ai, kamu sudah lama di sini? Apakah kamu tadi..." Arsa penasaran. Apakah Aila tadi melihatnya dengan Thiya. Jantungnya meloncat-loncat, berdentam-dentam, sekaligus sakit dalam waktu bersamaan.

"Ah, tidak. Aku baru saja masuk." Bohong. Ia berkata bohong. Aila terlalu pandai menutupi kesedihannya. Terlalu pandai mengubur luka hatinya yang tersayat.

"Maafkan Aila, kalau Aila tidak jujur Kak... Tapi rasa sayang Aila mampu membuat Aila lebih berani untuk berbohong, daripada Kakak meninggalkan Aila dengan alasan bahwa Kakak sebenarnya tidak menyukai Aila. Aila juga tahu, kalau Kakak memacari Aila karena kalah taruhan dengan teman-teman Kakak. Dalam waktu tiga bulan, yahhh... hanya tiga bulan taruhannya. Setelah itu Kakak akan segera memutuskanku. Tapi entah kenapa, Aila masih saja menyayangi Kak Arsa. Mungkin karena Aila terlalu bodoh untuk menilai perasaan seseorang." Aila hanya bisa menjelaskan dalam batin. Karena yang ia tahu, ia menyayangi Arsa dan takut kehilangan pria itu.

"Ohh..." Hanya jawaban singkat nan lega yang keluar dari mulut Arsa.

"Cinta...
Ia mampu membuat kebohongan tanpa berpikir betapa sakit luka yang akan ditimbulkan setelahnya."

"Emm... Kakak tadi bertemu dengan siapa?" Aila mencoba mencari tahu. Meskipun dirinya sendiri tahu, jawaban yang ia dapat pasti bukan yang ia inginkan.

"Memangnya aku bertemu dengan siapa malam-malam seperti ini? Tentu saja dengan temanku." Nada pengucapan Arsa agak ditinggikan, karena takut Aila mencurigainya. Dan bisa saja berakhir diputuskan Aila sebelum batas taruhan. Itu artinya, kalau putus sebelum tiga bulan, ia akan mendapatkan hukuman taruhan yang lebih parah dari ini.

Bohong.
Mereka memang saling membohongi satu sama lain. Sedangkan Aila yang sudah tahu, hanya tersenyum miris dalam hati. Betapa menyedihkan dirinya. Posisinya sebagai selingkuhan, bahan taruhan, dan cintanya tentu saja bertepuk sebelah tangan. Seberapa lama lagi ia mampu bertahan? Di samping seorang Arsakha Tsabit, yang sudah jelas-jelas tidak mencintainya. Kali ini jenis senyum getir tampak sempurna terukir di bibirnya yang berwarna peach.

"Oh dengan teman Kak Arsa? Ya sudah, kalau begitu aku mau menyusul Ummi dulu di lantai dua Kak. Kakak pulangnya hati-hati ya? Jangan pulang terlalu malam. Assalamu'alaikum..."

"Ini juga sudah mau pulang. Wa'alaikumsalam..."

Mengingat kejadian itu hanya akan membuat hati Aila sakit lagi. Lukanya menganga lagi. Yang ia tahu dirinya sudah berpacaran dengan Arsa selama lima bulan. Entah apa alasan pria itu mempertahankan hubungan mereka dan tak menghiraukan lagi batas waktu taruhan tempo dulu bersama dengan teman-temannya. Selebihnya, ia hanya yakin sekarang mereka saling mencintai.

Assalamu'alaikum readers,
Minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin ya, bagi yang merayakan Hari Raya Idul Fitri...

Auhor mohon maaf atas segala kesalahan Author... Maaf sering lama update, typo, dan janji palsu. Hehe...

Regards 🌹
Selvania Nova Sidiqisma

SINGGAH (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang