“Aku baik, Bi. Tapi Viska sepertinya sedang tidak baik.” Raissa melirikku yang sudah berdiri disampingnya. Gadis ini selalu saja pintar membongkar bagaimana suasana hatiku kepada Bibi Martha.

              “Jangan dengarkan dia, Bi. Aku baik, sangat baik.” Aku mengucapkannya dengan sangat yakin, seolah meyakinkan Bibi Martha bahwa tak ada sesuatu yang tidak baik didalam diriku. Padahal hatiku saat ini tengah remuk karena Farlant yang sabtu ini benar-benar melenggang dipernikahan. Mengucapkan janji suci di depan pendeta dan semua orang yang menghadiri pernikahannya nanti. Dan malangnya, akulah yang akan membawakan cincin pernikahan Farlant, menyaksikan secara lebih dekat bagaimana prosesi penyematan cincin itu.

              Khanza, gadis itu memintaku untuk membawakan cincin itu untuk mereka, padahal aku sudah menolak mati-matian karena akulah yang akan sibuk dengan segala macam pernikahannya yang akan berlangsung di gereja juga di istananya ini. tapi gadis itu tetap saja tak mau mendengar apa yang aku ucapkan.

              “Syukurlah.” Senyum itu masih terulas manis di wajah tua Bibi Martha yang sudah terlihat beberapa keriputan disekitar pipinya.

              “Hei Bocah Tengik, mau apa kau disini?” Raissa langsung menatap sosok pria paruh baya yang berdiri di ambang pintu kaca, membuat bibirnya mengerucut melihat pria yang sudah lama tak ditemuinya namun masih memanggilnya seperti itu.

              “Hei Paman Tua, jangan kau panggil aku Bocah Tengik lagi. Aku sudah dewasa tahu, usiaku sudah memasuki dua puluh lima tahun.” Kesal Raissa membuatku tertawa kecil melihat dua manusia yang masih sama seperti dulu. Paman Daud sangat senang memanggil Raissa dengan Bocah Tengik, entahlah apa alasannya yang pasti mereka memang dekat karena Paman Daud yang tak memiliki anak perempuan, dan setahuku Raissa seringkali bercerita mengenai hal pribadinya pada Paman Daud.

              “Aku tak perduli. Mana Bayu?” Tanya Paman Daud yang sudah berdiri di samping Bibi Martha.

              “Untuk apa kau menanyakan Bayu?” Tanya Raissa dengan curiga. Aku sendiri tak mengerti mengapa Paman Bayu sangat senang menggoda Raissa dengan membawa-bawa nama Bayu.

              “Bukankah kau berpacaran dengannya?” seketika kulihat bola mata Raissa menatap tajam pada Paman Daud, aku dan Bibi Martha hanya memandangi mereka tak mengerti. “Hei, jangan kau pikir aku tak tahu jika kau dan Bayu berpacaran beberapa minggu ini. kau pikir mentang-mentang kau tak pernah bertemu denganku, aku tak tahu apa yang terjadi denganmu Bocah Tengik.” Jelas Paman Daud yang membuatku dan Bibi Martha menaruh senyum jail pada Raissa. Raissa sendiri kini benar-benar menatap Paman Daud sangat tajam.

              “Paman, kau tak bercanda kan?” Tanyaku pada Paman Daud.

              “Viska sayang, yang kukira kau akan menjadi menantuku tapi ternyata putraku dengan mudahnya menerima perjodohan ini hanya dengan sebuah ancaman kecil, aku tak pernah berbohong denganmu bukan? Jadi tanyakan saja pada Bayu, dia yang memberitahukanku semuanya.” Aku diam. Bukan, bukan karena pernyataan Paman Daud mengenai hubungan Bayu dengan sahabat cantikku ini namun karena pernyataan Paman Bayu yang beliau bilang bahwa beliau berfikir akulah yang akan menjadi menantunya.

              Ya Tuhan, apa sebegitu kentaranya aku menyukai Farlant? Sampai-sampai Paman Daud berfikir jika aku akan menjadi menantunya nanti. Ancaman? Perjodohan? Jadi Farlant menikah dengan Khanza bukan karena hatinya?

Khanza POV

              Sedekat apa hubungan Viska dan juga Farlant saat SMA dulu? Mengapa calon Ayah mertuaku sempat berfikir bahwa Viskalah yang akan menjadi menantunya. Ya Tuhan, sepertinya aku belum benar-benar mengenal siapa Farlant dan siapa keluarganya padahal kami sudah bersama selama satu tahun lebih namun mengapa aku sama sekali tak mengetahui bagaimana keluarga ini bisa sedekat itu dengan Viska. Apa mereka pernah berpacaran?

Jodoh Pasti BertemuWhere stories live. Discover now