Part 2. Mission Impossible

4K 192 4
                                    

BUTUH strategi khusus untuk membuat suatu sebuah usaha itu sukses, dan strategi yang tepat sasaran itu adanya di dalam otak yang pintar. Otak yang pintar adanya di dalam tempurung kepala Vivi.

Senyum mengembang begitu saja tercetak di wajahku ketika Vivi dengan mantap menutup pidatonya tentang strategi untuk cabang Read Eat yang baru.

"Vivian kau memang jenius."

Aku memang beruntung memiliki Vivi yang otaknya encer walau saat kuliah dulu Vivi adalah anak yang sangat pemalas, jarang masuk kuliah, bahkan kuliahnya pun tidak selesai sampai sekarang. Tapi suksesnya Read Eat juga berkat campur tangan Vivi si cewek half dan bar bar.

Read Eat merupakan bisnis yang bergerak di bidang kuliner dan perpustakaan untuk umum. Aku sengaja membuat usaha seperti ini dengan misi mengenyangkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Awalnya hanya ingin membuat sebuah tempat yang nyaman untuk para mahasiswa agar dapat mengerjakan tugas dengan tenang. Kemudian berkembang menjadi sebuah perpustakaan dengan banyak buku-buku pengetahuan di segala bidang pelajaran dan juga buku-buku fiksi.

Demi membuat pengunjung perpustakaan lebih nyaman maka aku membuat restauran yang aku jadikan satu gedung. Restauran di lantai bawah sementara perpustakaannya di lantai atas. Vivi dan bang Arsenio kemudian menyulap Read Eat menjadi tempat yang cozy. Menjadikan perpustakaan bukan lagi tempat yang membosankan.

Bang Arsen membuat perpustakaan dengan gaya desain interior yang sangat modern. Tempat yang membuat semua orang betah berlama-lama di perpustakaan. Sekaligus tempat yang sangat cocok dijadikan tempat diskusi.

Read Eat menjadi lebih sempurna setelah bang Arsen membuatkanku sebuah ruang pribadi untuk membaca dengan ukuran sedang. Ruangan yang dipenuhi dengan buku-buku kesayanganku, sengaja ditaruh di rak-rak yang berjejer rapi. Aku sangat berterima kasih atas Private Zone yang telah didirikan oleh bang Arsen membuat aku memiliki ruang membaca yang sangat nyaman.

"Kau yakin Vivi wanita sungguhan?" Tanya bang Arsen begitu Vivi ijin ke toilet. Aku mendelik heran sambil mengaduk- ngaduk milkshake stroberi.

"Di dalam kartu pengenalnya tertera bahwa jenis kelaminnya perempuan." Jawabku enteng lalu menyesap minumanku.

Ini bukan pertama kalinya aku mendapat pertanyaan seputar kejelasan jenis kelamin Vivi apalagi pertanyaan bang Arsen terus-menerus di lontarkan tanpa henti semenjak pertemuan pertama kami dua tahun yang lalu.

Sekarang, aku dan Vivi bertemu kembali dengan bang Arsen setelah satu tahun tidak bertemu dan ternyata pertanyaan soal kejelasan jenis kelamin Vivi masih bersarang di benaknya tanpa penjelasan. Gadis yang memiliki gaya tomboy persis seperti laki-laki (bahkan lebih cocok dipanggil tampan daripada cantik) membuat orang-orang ragu dengan status jati dirinya.

"Lalu, kau percaya begitu saja?" Bang Arsen melirik ke arah toilet mengawasi bahwa Vivi belum keluar dari toilet.

Melihat rasa penasaran bang Arsen yang semakin tinggi membuat aku ingin mempermainkannya. Aku mengerutkan dahi dibuat-buat.

"Ketika kami masih duduk di bangku kuliah, kami pernah naik gunung dan saat di homestay aku mandi bersama dengannya. Aku masih ingat onderdilnya sama denganku. Tapi itu kan dulu sekali, kalau sekarang aku tidak begitu yakin."

Aku mengangkat kedua bahu seolah tidak peduli dan sukses membuat bang Arsen melotot.

"Nah yang jadi permasalahannya dia normal tidak? Jangan-jangan kau dengan dia.."

"Sana bicara saja dengan bokong wajan!"

Aku menjejalkan kentang goreng ke dalam mulut bang Arsen dengan paksa lalu tertawa terbahak melihat wajah bang Arsen penuh kentang goreng. Bang Arsen mendelik tapi tetap mengunyah kentang goreng yang terlanjur masuk kedalam mulutnya.

I CHOOSE TO LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang