Babak 1 - Tokoh Baru

En başından başla
                                    

Kin.

Aku meraih ponselku dan berniat mencari pesan atau email dari pemilik nama itu. Sekali lagi aku hanya bisa menghela napasku saat aku tidak menemukan pesan atau email baru darinya. Kali ini sudah lewat dua minggu.

Apakah dia benar-benar sibuk hingga tidak bisa meluangkan satu menit dari 24 jam hidupnya hanya untuk memberiku kabar? Ataukah dia sudah terlalu lelah? Apakah dia menemukan sesuatu yang menarik disana? Atau seseorang mungkin?

Tidak mungkin. Aku menggelengkan kepalaku. Kin tidak akan melakukan hal semacam itu. Dia hanya terlalu sibuk dengan kegiatan belajarnya di Amsterdam. Perbedaan waktu sebesar 6 jam cukup menyulitkan untuk menyinkronasi jadwal kegiatan kami. Yah, setidaknya alasan itu adalah yang paling masuk akal untuk memberikan sugesti positif pada diriku sendiri.

Aku kembali melirik jam tanganku. Sudah dua menit setelah pukul 11 siang. Masih ada waktu yang cukup lama sebelum Gian datang menjemputku pukul 12 siang nanti. Aku menimbang-nimbang apa yang sebaiknya aku lakukan di Aula Besar ini.

Aula Besar ini adalah ruangan terbesar di sekolah ini. Terletak terpisah dari bangunan utama dan berada di area olah raga. Saat aku menolehkan kepalaku ke jendela yang berderet rapi di sisi barat bangunan, aku dapat melihat lapangan sepak bola yang terlihat sangat luas dan terasa kosong. Dengan hanya dua buah gawang dan beberapa pohon yang menemaninya.

Perhatianku teralih pada bola basket yang diletakan di dalam rak di sudut bangunan. Aku mengambil bola berwarna oranye itu dan melakukan beberapa dribble untuk kubawa ke depan ring basket di dalam aula. Aku rasa para pemain basket dari tim sekolahku tidak akan keberatan meminjamkan bolanya untuk aku mainkan dan melakukan lemparan three point.

Yak!

Meleset jauh. Ternyata aku memang tidak memiliki keahlian dalam olah raga. Aku menaikan bahuku dan mengembalikan bola oranye itu kempali pada tempatnya.

Setelahnya, aku berjalan mengikuti garis kuning yang dicat di atas lantai. Sebagai penanda arena lapangan bulu tangkis indoor. Harus aku akui kalau sekolah ini memiliki sarana yang sangat lengkap. Terutama di bidang olah raga. Lapangan volli, lapangan basket outdoor dan indoor, lapangan tennis, lapangan bulu tangkis, jogging track, lapangan sepak bola bahkan kolam renang juga ada. Tidak heran sekolah ini terkenal dengan prestasi dari para atlet muda yang bersekolah disini. Banyak dari mereka yang sudah memenangi kejuaraan nasional. Sayangnya, aku bukanlah salah satu dari mereka yang di banggakan dalam bidang olah raga. Aku tidak memiliki minat dan bakat apapun dalam berolah raga. Fisikku lemah dan keseimbangan badanku jauh dari kata baik. Bahkan satu-satunya olah raga yang masuk akal dalam pemikiranku hanyalah lari dan berenang. Entah teori apa yang mendasarinya.

Lalu untuk apa seorang aku yang seperti itu sangat ingin memasuki sekolah ini dan menyukai berada di Aula Besar yang lebih sering dijadikan sarana olah raga ini.

Jawabannya adalah ini. Sebuah panggung proscenium megah yang berdiri setinggi satu meter dari permukaan ruangan. Dengan tirai berawarna merah marun yang tergantung dari atap panggung setinggi 6 meter. Sebuah backdrop kokoh dari kayu jati. Sebuah backstage luas di belakang backdrop, tempat dimana para pemain melakukan mempersiapkan perannya dalam suatu adegan. Dilengkapi dengan 2 sekat wings di sisi kanan maupun kiri.

Aku berdiri di ujung apron. Memejamkan mataku dan membentangkan kedua tanganku, menirukan salah satu pose legendaris dari film Titanic. Membayangkan aku berdiri dengan bangganya setelah menyutradarai sebuah lakon teater. Ya, itulah tujuan. Memroduksi satu lakon dari naskahku sendiri.

"Kalau kamu berniat bunuh diri dari atas situ, aku rasa tidak akan berhasil, Miss."

Aku mengernyitkan alisku. Segera aku membuka mataku dan menurunkan tanganku. Sebelum ini, aku sangat yakin bila aku sedang sendirian. Tapi, jelas-jelas aku mendengar sebuah suara. Yang kemungkinan besar ditujukan padaku. Sayangnya, aku tidak menemukan siapapun di hadapanku. Aku tahu sekolah ini juga sangat terkenal dengan kehororannya. Maklum, bagunan ini sudah ada semenjak zaman penjajahan belanda. Tapi yang benar saja! Mana ada hantu di siang bolong begini.

Pemeran UtamaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin