Part I - Halo, Aku Almira

318 10 1
                                    

Dizar dan Rilo mampir ke Whole Foods Market yang letaknya tidak jauh dari kampus mereka untuk membeli makanan ringan yang akan menemani mereka selama belajar untuk ujian strategy and innovation di tempat Dizar. Mata kuliah yang satu ini menurut Rilo sangat menguras tenaga dan otaknya karena mereka dituntut untuk berpikir kreatif dan out of the box, makanya Rilo beralasan ingin beli cemilan sambil ngadem sebentar di dalam supermarket yang siang ini kebetulan tidak terlalu ramai. Sesekali keduanya bercanda menyindir dosen yang gaya berbicaranya unik, sama seperti gaya berpakaiannya. Tanpa sadar, mereka tertawa agak keras sehingga membuat pengunjung yang lainnya menoleh kaget.

Mendengar ada keributan di lorong sebelah dan menggunakan bahasa Indonesia pula, seorang gadis yang sedang memilih-milih biskuit ini tertarik mengintip ke arah sumber kegaduhan. Sependengarannya tadi, orang-orang yang berisik ini menyebut kata-kata 'nggak jelas dan 'bikin ngantuk'. Dugaannya, si pembuat kegaduhan ini adalah orang-orang Indonesia.

Ternyata benar dugaannya, ada dua sosok pria, yang satu perawakannya tinggi dengan badan tegap, rambutnya tepat di bawah telinga. Yang satu lagi tingginya hampir sama, bedanya rambutnya lebih pendek dan pakai kacamata. Dengan percaya diri yang tinggi dan super semangat karena bertemu orang Indonesia di sini, gadis berambut hitam panjang ini menghampiri Dizar dan Rilo.

"Hai, dari tadi aku dengar kalian tertawa-tawa. Orang Indonesia juga kah?," tanyanya ramah dengan nada sedikit takut. Karena pria yang memakai kacamata ini tidak seperti orang Indonesia. Ditanya seperti itu, keduanya saling bertatapan dan melempar senyum, menahan tawa agar tidak diusir dari supermarket. Dizar ambil suara duluan.

"Iya, elo siapa?," jawab Dizar yang diikuti dengan balik bertanya. Suaranya yang berat dan datar membuat gadis yang berdiri di depannya agak ragu mau melanjutkan pembicaraan. Namun ia malah mengulurkan tangannya sambil memperkenalkan diri dengan ramah.

"Halo, aku Almira Sathyana. Baru seminggu tinggal di sini," Almira masih menunggu salah satu di antara kedua cowo itu menjabat uluran tangannya. Akhirnya Rilo yang maju duluan.

"Hai, gue Rilo. Ini teman kampus gue, Dizar," tutur Rilo sambil menepuk-nepuk bahu Dizar yang mengisyaratkan dirinya untuk menjabat tangan Almira juga.

"Aku seneng banget ketemu orang Indonesia di sini, soalnya jarang. Mau ngobrol dulu nggak di depan?," maksudnya kata 'di depan' merujuk pada 'teras'nya Whole Foods Market yang dipenuhi berbagai macam stand makanan dan minuman. Akhirnya tanpa persetujuan Dizar, Rilo mengiyakan. Dizar mulai cranky, soalnya waktu belajarnya jadi berkurang dan dia belum mengerti apa yang diajarkan dosennya sama sekali.

"So, kalian kuliah dimana?," Almi mulai membuka pembicaraan sambil menikmati eskrim cup-nya.

"Boston University. Kita berdua satu jurusan," tukas Dizar yang berusaha menjawabnya lebih kalem, sejujurnya dia nggak suka kalau harus mengobrol dengan orang yang belum dikenalnya.

"Kalo Almi kesini ngapain? Eh panggilannya Almi kan? Atau...," tanya Rilo penasaran. Dizar bisa melihat jelas kalau temannya ini tampak tertarik pada gadis belia yang baru dikenalnya. Dilirik sekilas, Almi Almi ini sepertinya hanya satu atau dua tahun di bawah usia mereka.

"Iya panggil aja Almi. Kebetulan aku ikut program homestay di sini. Hadiah dari Papa karena nilai-nilaiku semester kemarin bagus semua. Di Jakarta kan lagi libur semester dua bulan, jadi aku bisa tinggal di sini lebih lama deh," jawabnya lancar. Rilo sedari tadi diam memperhatikan Almi yang kalau nyerocos kelihatan imut. Tapi Dizar entah mengapa bosan mendengar ceritanya. Seakan-akan Almi ingin show-off saja.

"Oh iya, kalian tinggal di mana? Aku tinggal di Back Bay East. Setiap hari ada kelas di Bay State College sampai siang. Setelah itu free time. Kalau kalian ada waktu luang, aku mau dong diajak keliling Boston. Homestay parents aku di sini kerja, jadi nggak bisa ngajak jalan-jalan deh," ceritanya panjang lebar. Benar dugaan Dizar, gadis ini sangat talkative. Tipe-tipe cewe yang suka mendominasi pembicaraan. Menarik sih, tapi dirinya sama sekali tidak tertarik. Diliriknya Rilo yang daritadi nggak berhenti memandangi Almi sambil senyum-senyum salah tingkah.

"Wah kalau gitu dekat sama Dizar dong tinggalnya. Gue di Brighton. Sip, boleh tuh. Kapan-kapan kita ajak Almi jalan-jalan," balas Rilo semangat. Lumayan, ada IGO –Indonesian Girls Only-, istilah yang katanya Dizar sering dipakai di forum Kaskus. Ia sendiri nggak main kaskus karena bingung sama bahasa-bahasa slang yang dipakai di sana.

Di sisi lain, Dizar tidak terlalu tertarik dengan wanita yang suka mendominasi pembicaraan, terlebih lagi baru kenal tadi. Tapi di sisi lain, Dizar senang karena sahabatnya menjadi lebih bersemangat setelah hopeless cintanya ditolak oleh Kelly, cewek eksis di kampusnya.

"Ril, cabut yuk. Jadi belajar bareng kan?," Dizar bangkit dari tempat duduknya dan Rilo bergegas mengekor di belakangnya.

"Lho, pada mau kemana?," Almi tiba-tiba mengikuti Dizar dan Rilo dari belakang.

"Besok ada ujian. Gue sama Dizar mau belajar bareng. Duluan ya Al," terang Rilo sambil melempar senyum pada Almi. Di lubuk hatinya yang paling dalam, Almi kegirangan setengah mati ketemu kedua sahabat itu. Rilo memang baik dan ramah, tapi ia lebih tertarik ama Dizar. Terlihat intelek dan cerdas, meskipun terkesan agak jutek.

"Dizar!," Almi yang sedari tadi masih berdiri di depan Whole Foods Market berlari kecil menghampiri kedua pria yang bersiap mengayuh sepedanya.

"Mmmm... boleh minta nomornya nggak? Siapa tahu nanti kita bertiga bisa jalan-jalan," Almi menyerahkan ponselnya pada Dizar, berharap pria di depannya dengan senang hati menulis nomornya sendiri.

"Nomor Rilo aja ya. Gue suka males main handphone soalnya, nomor Rilo aja ya, nih Ril save nomor lo," dengan setengah malas ia menyerahkan ponsel Almi dan langsung mengetik nomornya sendiri. Tak lama ia langsung menelpon nomornya dari ponsel Almi agar tahu nomor si gadis bermata agak sipit itu.

"Oh.. ok, nomor Rilo aja," jawbanya datar. Kesan pertama yang Almi tangkap selama ia bertemu dengan Dizar; pendiam, jutek, dingin, kaku. Huh! Semoga itu hanya perasaan Almi saja.

***********

Update setiap sabtu atau minggu ya guys, seperti biasanya. Ikutin terus yaaa, ceritanya sengaja gue buat lebih anak kuliahan banget hehehe


xoxo,

One Day in BostonDove le storie prendono vita. Scoprilo ora