Tema 4 - Misteri -

58 8 0
                                    

Suasana duka masih menyelimuti rumah ini, isak tangis anggota keluargaku masih terdengar. Sesekali terdengar jerit tangis ibuku memanggil namanya. Aku tak menyangka hal ini bisa terjadi. Aku berjalan perlahan dari dalam kamarku, menuju ruang tamu, banyak sekali orang disana duduk tertunduk mengelilingi sesuatu di tengahnya. Perlahan aku memasuki lingkaran manusia itu semua orang yang ada disana tiba tiba terdiam, mata mereka menatap tajam ke arahku, aku mencoba tetap tenang terus berjalan hingga akhirnya sesuatu itu berada tepat di depanku, aku bersimpuh dihadapannya seketika badanku melemas, tanganku bergetar. Sesuatu itu terselimuti kain samping kesayangan ibuku, dengan tangan yang gemetar aku membuka kain samping itu. Deg. Jantungku terasa terhenti, aku melihat Dia disana. Dia yang memiliki wajah sangat mirip denganku. Dia sedang tertidur, sangat pulas sepertinya. Aku mencoba munjulurkan tanganku untuk menyentuhnya, membangunkannya. "sha, lo ko tidur disini? Ayo bangun kita harus ngampus. Hari ini ada quis kan sha?" bisikku perlahan di telinganya. Namun dia tetap diam tak merespon apapun. Aku panik. Aku goyang-goyang badannya berharap ia akan terbangun. "Lo ga mati kan sha? Lo ga ninggalin gue kan sha? Semalem itu cuma mimpi kan sha?" jeritku histeris, beberapa orang datang mendekatiku mencoba menenangkanku " Sha bangun Sha jawab gue !" mataku mulai memanas, beberapa orang mulai membawaku menjauhi vasha yang sedang tertidur aku memberontak, memaksa untuk mendekati vasha, tiba-tiba Plaaak sebuah tamparan keras mendarat di pipi kananku. Aku mendongak menatap sosok ibuku menatapku marah. " Pembunuh !" ucapnya pelan tapi sangat menyakitkan. Aku diam tak menyangka ibuku tega berkata seperti itu. Beberapa orang bergegas menyeretku menjauhi ruangan itu membawaku ke kamar tempat aku terbangun tadi. Mereka mengurungku didalam tak memperdulikan teriakanku. Aku lelah, tenagaku habis terkuras. Aku menatap cermin di sampingku. Ini bukanlah wajahku tak ada wajah cantik yang biasa terpantul oleh cermin. Aku hanya melihat sesosok wanita dengan mata bengkak, pipi merah dan rambut berantakan tengah terdiam memandangnya. " Aku bukan pembunuh" lirihku, " Sumpah bukan aku yang bunuh Dia, aku tak mungkin membunuhnya Bu. Aku sayang Dia "

Vasha Raina Nurhadi adalah kembaranku, kami memiliki wajah yang sangat serupa sehingga tak jarang orang-orang susah membedakanku. Kami berdua selalu menghabiskan waktu bersama, kami selalu satu sekolah karena kami tak sanggup untuk dipisahkan. Biasanya jika anak kembar lain merasa terbebani dengan kembarannya, selalu bersaing merebut perhatian, iri satu dengan yang lainnya, berbeda dengan kami vasha dan vanny si kembar yang selalu akur dan tak dapat dipisahkan. Mungkin hal ini terjadi juga karena didikan dan perhatian orang tuaku yang selalu adil terhadap kami, membuat kami tak punya alasan untuk saling membenci. Ayahku Reihan Nurhadi merupakan seorang pengusaha sukses, namun tak pernah melupakannya kewajibannya sebagai ayah untuk memberikan perhatian ke pada anak-anaknya. Ibuku Astari Dewi ialah seorang penulis, seseorang yang selalu kami jadikan pedoman hidup kami. Bukan hanya memiliki keluarga bahagia kamipun di wariskan wajah cantik dan badan semampai serta otak cerdas oleh kedua orang tuaku. Sungguh kami merasa amat sangat bersyukur bisa di lahirkan dari keluarga bahagia seperti ini. Kebahagiaan itu mulai terkikis saat ayahku meninggal satu tahun yang lalu. Ibuku mulai berubah menjadi wanita pendiam. Sampai pada akhirnya kebahagiaan itu runtuh seutuhnya saat aku menemukan Vasha tertidur di sampingku dengan kondisi berlinangan darah. Terdapat tiga pisau menancap di perutnya. Aku tak sanggup menjerit. Lidahku terasa kelu. Panik dengan refleks aku mencabut salah satu piasaunya. Tiba-tiba ibuku membuka pintu melihat kondisiku yang sedang memegang pisau berlumuran darah dan kondisi Vasha yang sudah tak bernyawa membuatnya berteriak panik " Apa yang kamu lakukan Vanny ?! Kenapa kamu membunuh adikmu sendiri !!! " jerit ibuku marah. Belum sempat aku memberikan penjelasan kepadanya sebuah tamparan keras mendarat dipipiku, dan semua-pun menjadi gelap.

Sudah seminggu setelah kejadian kematian Vasha. Sudah beberapa kali aku mencoba menjelaskan hal ini kepada ibu namun ibu selalu menolak mendengarkan penjelasanku.

" Pergi ! saya engga mau mendengar penjelasan kamu ! kurang apa ayah dan ibu sama kamu, kami tak pernah membeda-bedakan kalian ! kenapa kamu iri dengannya, dan tega membunuhnya !!! "

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 27, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kumpulan Cerpen EKC NgewattyWhere stories live. Discover now