Ia panik serta juga khawatir. Ia takut sesuatu yang buruk tengah menimpa Liam. Separuh jiwanya.

"Liam..... ku mohon aktifkan ponselmu.... hiks.... aku mengkhawatirkanmu." Pipi Yuangka kini sudah basah akan air matanya.

Disini lain. Liam kini telah duduk disudut jet pribadinya. Duduk dalam diam dan terus menggengam ponselnya yang sejak semalam tak pernah ia aktifkan. Tatapannya kosong. Namun pikirannya terus melayang pada satu nama. Yuangka. Separuh jiwanya. Ia merindukan dia. Merindukan separuh jiwanya yang telah ia tinggalkan jauh. Jauh dari tempatnya berada. Sesak. Rasanya sangat sesak. Ia sulit bernafas. Sulit untuk bernafas tanpa menghirup aroma Lavender dari sang gadis yang sudah menjadi candunya.

"Yuangka....." ucapnya lirih dengan suara seraknya bersama dengan itu air mata mulai menetes dari pelupuk matanya.

Perlahan-lahan Liam mulai menatap benda elektronik persegi panjang yang kini tengah digenggamnya. Ponsel. Ponsel yang sama dengan ponsel yang dimilik oleh Yuangka. Itu adalah ponsel yang mereka beli bersama-sama. Ponsel Couple. Itu yang biasa disebut muda-mudi jaman sekarang jika memiliki barang yang sama dengan pasangannya.

Perlahan-lahan Liam tersenyum simpul saat kilasan memori saat dirinya dan Liam membeli ponsel itu beberapa minggu yang lalu. Yuangka memaksa Liam untuk membeli ponsel yang sama dengannya. Bahkan dengan warna yang sama. Liam setuju saja saat Yuangka memintanya untuk membeli ponsel yang sama. Tapi Liam langsung memprotes saat Yuangka memaksanya membeli ponsel dengan warna yang sama dengannya 'gold'. Yuangka memaksa Liam untuk membeli ponsel brand ternama 'Iphone Gold'. Sontak saja Liam langsung menolak karena menurutnya sangat lucu dan aneh jika Liam sang CEO muda memakai ponsel berwarna Gold. Ckckck. Menurutnya itu sangat kekanankam dan terlalu errr.... feminim. Tapi Yuangka seolah tak mengindahkan penolakan Liam. Ia tetap memaksa Liam untuk membelinya bahkan mengancam akan merajuk dan akan meninggalkan peruasahaan Liam. Dengan terpaksa karena tak mau sang kekasih mendadak merajuk padanya. Akhirnya Liam terpaksa mengiyakan. Dan sampai sekarang ponsel itu masih ada dalam genggamannya bahkan menjadi benda yang paling ia sayangi hingga saat ini.

Liam kembali mengukir senyum mirisnya. "Yuangka..... aku merindukanmu." Lirihnya.

125 Panggilan tak terjawab
55 Pesan

Layar ponselnya langsung menampilkan beratus-ratus panggilan tak terjawab dan berpuluh-puluh pesan dengan nama yang sama 'Yuangka'. Liam langsung tersenyum miris. Ia yakin Yuangka pasti sedang sangat mengkhawatirkannya saat ini. Ia pasti sudah mengacaukan rapat penting hari ini. Ia yakin pasti Yuangka yang akan disalahkan oleh pihak butik karena dianggap tak profesional. Walau bagaimanapun Yuangka adalah sekretaris Liam yang akan bertanggung jawab akan kesalahan yang dibuat oleh Liam.

Maafkan aku.... Sayang, batinnya pilu.

Liam kini menatap jam di tangannya. Jam menunjukan pukul 08.30 pagi. Berarti sejak 30 menit yang lalu rapatnya seharusnya sudah dimulai. Namun Liam sudah merusaknya. Ia yakin pasti semua masalah akan ditumpukan pada Yuangka. Lagi-lagi Liam hanya bisa mengalunkan kata maaf dengan miris sambil menatap foto Yuangka digaleri ponselnya.

---

Yuangka kini tengah menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya. Blazernya sudah ia tanggalkan menyiaakan kemerja putih tipis yang ia kenakan. Membalut tubuh mungil rampingnya. Sesekali Yuangka menghela nafas panjang lalu menghirupnya lagi. Mencoba menenangkan dirinya.

Kacau. Semuanya kacau. Rapat hari ini kacau. Bahkan sangat kacau. Semua kliennya mengaku kecewa pada pihak perusahaan. Mereka merasa dirugikan karena sudah jauh-jauh menempuh perjalanan namun semuanya sia-sia karena ketidak profesionalan sang CEO. Semua amarah itu ditujukan pada Yuangka selaku sekretaris Liam. Tangan kanannya. Dengan penuh pelas bahkan nyaris merintihkan air mata, Yuangka meminta maaf pada pihak klien. Meminta pada pihak klien agar memberikan kesempatan kedua dari mereka. Yuangka beralasan bahwa Liam sedang sakit dan tak bisa diganggu. Ia harus istirahat total. Setelah menghabiskan waktu yang cukup tegang dalam 30 menit akhirnya pihak klien memberi kesempatan kedua bagi perusahaan mereka untuk mengundur rapat penandatanganan hingga minggu depan.

I WONT GIVE UPМесто, где живут истории. Откройте их для себя