Goodbye

1.3K 41 2
                                    

Suasana disini sudah tak asing lagi bagiku. Wajar saja. Sejak kecil aku sudah keluar masuk rumah sakit ini karena penyakit yang aku derita. Tak terasa sudah 16 tahun aku mengidap penyakit ini. Tapi kenapa ya, aku belum sembuh juga?

Malam ini begitu gelap. Lampu taman mulai menyala hingga membuat pemandangan disekitar ruang inapku menjadi indah. Kulihat tak ada satupun bintang dilangit. Sepertinya malam ini akan turun hujan.

“Hai!” sapa seorang pria dengan ramah. Aku menoleh kearahnya. Kulihat dia memakai pakaian yang sama denganku. dia juga membawa sebuah infuse yang digantungkan pada sebuah tiang besi. Pasti dia juga seorang pasien disini.

“Siapa kau?” tanyaku ketus.

Bukannya menjawab dia malah langsung duduk disampingku yang saat itu sedang duduk dibangku taman. “Reyhan, kau bisa memanggilku Rey.” Ia mengulurkan tangan kanannya. Aku hanya menatap uluran tangan itu tanpa menjawabnya.“Ok kalau nggak mau jawab. Lagian aku juga sudah tau siapa kau. Namamu Eri kan?” dia nampak sangat yakin.

Aku mengalihkan pandanganku dan menatap matanya yang hitam dengan tatapan mata tajam. “Dari mana kau tau?” tanyaku sambil mengangkat sebelah alisku.

“Dasar aneh. Masa kau tidak tau?” tanya Rey dengan raut wajah heran. Aku menggelengkan kepalaku. “Kau itu kan sudah terkenal di rumah sakit ini sebagai ‘Eri si Ratu Cuek’. Hahaha.” Rey tertawa terbahak-bahak.

Benar juga sih. Sejak aku masuk ke rumah sakit ini aku tidak pernah bersikap ramah pada siapa pun. Kenapa aku tidak menyadarinya dari dulu, ya?

“Tapi kalau aku boleh tanya, sebenarnya kenapa sih kau bersikap cuek pada  semua orang?” tanya Rey penasaran.

“Apa urusanmu?” tanyaku semakin ketus.

“Nggak ada. Tapi aku hanya ingin tau saja.” Jawab Rey dengan santai.

Aku terdiam dengan wajah tertunduk. “Ini semua karena penyakitku.” Aku mulai bercerita. Rey mendengarkanku dengan serius. “Sejak kecil aku tak bisa bermain dengan bebas dan tak pernah punya teman. Yang aku lakukan hanya bermain dirumah bersama seorang pembantuku karena kondisiku. Bahkan orang tuaku tak pernah meluangkan waktu hanya karena urusan pekrjaan. Sejak saat itu aku merasa dijauhi semua orang. Karena itu aku lebih memilih bersikap dingin pada orang lain.” Jelasku panjang lebar. Tanpa terasa air mataku menetes. Kucoba untuk menghapus air mataku. Tiba-tiba Rey melingkarkan lengannya ditubuhku dan memelukku sambil menepuk-nepuk bahuku lembut.

“Aku juga mengidap penyakit. Penyakit yang aku derita selama ini adalah leukemia. Kata dokter aku tidak bisa hidup lebih lama lagi. Karena itu aku selalu berusaha bersikap ramah pada orang lain.” Rey melepaskan pelukannya.

Rintik hujan mulai turun. Karena tidak ingin besah kuyup, aku dan Rey memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing.

“Jangan berjalan! Larilah dengan cepat sebelum hujan tambah deras. Besok aku akan menemuimu lagi!”  teriak Rey dari kejauhan sebelum akhirnya menghilang dari pandanganku. Aku hanya tersenyum mendengarnya.

Aku membaringkan tubuhku. Kini aku sedang membayangkan wajah Rey. Baru kali ini aku mendapat perhatian dari seseorang selain pembantuku yang selalu menemaniku. Aku rasa sepertinya Rey telah mewarnai hidupku yang dulu terasa hampa.

“Kok nona Eri senyum-senyum sendiri? Apa hari ni terjadi hal yang menyenangkan?” tanya seorang suster. Seperti biasanya, hari ini dia sedang memeriksa kondisiku.

“Benarkah?” tanyaku yang tak menyadari hal itu. “Sepertinya suster benar.” Jawabku sambil tersenyum padanya. Seperinya dia merasa aneh dengan sikapku yang tiba-tiba berubah. Aku sendiri juga sebenarnya merasa bingung dengan sikapku sendiri. Aku rasa semua ini terjadi karena Rey. Apa aku jatuh cinta padanya.

GoodbyeOù les histoires vivent. Découvrez maintenant