Bagian 2

45.2K 3.2K 217
                                    

Aku merasa ada sepasang dua kaki kecil menginjak leherku dengan suara meong yang khas. Ren, kucingku. Kubuka mata perlahan dan juga merasa aneh melihat gorden kamar sudah terbuka mengingat hanya aku seorang diri di rumah ini. Siapa yang membukanya?

Kulihat lingkaran arloji di sebelahku sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Mataku terbelalak, aku telat bangun satu jam. Pantas saja Ren membangunkanku, seharusnya dia sudah kuberi makan lima belas menit yang lalu.

Empat hari telah berlalu setelah aku bermimpi aneh. Una dan Loizh. Hanya dua kata itu yang aku ingat. Apa maksudnya yah?

Aku langsung menyambar handuk yang tergantung di teras belakang rumah. Seusai mandi aku mendengar suara ketika aku melangkah keluar dari kamar mandi. Ya, suara gadis. Ia sedang bersenandung lembut tapi—di mana? Aku menelusuri ruangan sambil mengawasi sudut rumahku dalam keadaan masih memakai baju handuk.

Tunggu, jika kuperhatikan rumahku agak sedikit berbeda. Tata ruangnya berubah dan—bersih. Aku berjalan menuju kamar dan suaranya semakin terdengar jelas. Kapan dia masuk ke kamarku?

Tanpa pikir panjang aku berlari dengan ancang-ancang mendobrak pintu.

GUBRAKK!!!

Seorang gadis berteriak dan melemparku dengan vas bunga yang terbuat dari kaca.

PRANNGG!!

Aku berhasil menghindar tapi vas bunga kesayanganku—pecah.

"Kau!" teriaku emosi.

Dalam sekejap gadis itu memelukku. "Lama kita tidak bertemu. Aku rindu sekali padamu—manusia."

Aku sontak terkejut dan melepas pelukannya. "Kau—." Aku terdiam sejenak dan merasa pernah melihatnya tapi—di mana? Tunggu, manusia? Aku pernah mendengar seseorang memanggilku seperti itu. "Siapa kau?"

Gadis itu melipat tangan. "Kau menanyakan sesuatu yang sudah pernah kujawab. Menyebalkan sekali."

"Sepertinya aku pernah melihatmu. Tapi—di mana?"

"Bukan melihat tapi mengenal." Gadis itu berkacak pinggang. "Baiklah, manusia memang pelupa dan kurasa kau perlu sedikit bantuan untuk mengingat."

Aku mengerutkan kening dengan bingung sementara gadis itu melangkah maju. Dia mengangkat tangan menyentuh dahiku sambil memejamkan mata.

"Apa yang kau lakukan?" tanyaku melangkah mundur.

"Jangan khawatir. Pejamkan matamu."

Aku memejamkan mata sesuai aba-abanya dan tubuhku tersentak. Kulihat pemandangan di sekelilingku sangat temaram.

'Loizh...' Udara seakan-akan membisikannya.

Kulihat seorang gadis yang tercekik di sebuah tali yang terbuat dari sulur tanaman dan tergantung di bawah pohon. Percobaan bunuh diri. Tali itu berhasil kulepaskan.

'Una...'

"Una—gadis itu kah?" tanyaku pada ingatanku.

Kami duduk saling berhadapan. Kejadiannya begitu cepat hingga aku melayang dan—tubuhku kembali tersentak. Aku sudah kembali ke dunia nyata.

Aku merasa dahi kami saling bersentuhan. Saat membuka mata, aku melihat mata gadis itu tepat di depan mataku dan terbuka lebar, membuatku berteriak karena kaget dan hampir menamparnya. Ia terkekeh berguling-guling di tempat tidurku sampai keluar air matanya.

"Apa yang lucu?" tanyaku kesal.

"Ekspresimu lucu sekali," jawabnya masih terkekeh.

Dia mentertawakaknku? Itu sangat menyebalkan. "Iya kuakui itu lucu sekali. Puas kau?" Aku melempar handukku tepat di wajahnya dengan sebal.

LoizhWhere stories live. Discover now