Setelah pertarungan antara hidup dan mati mengalahkan Wen Zongyu di gunung Kunlun, kini bangsa siluman maupun manusia sudah tidak perlu merasa waspada ataupun khawatir terhadap ancaman camp Chongwu. Pemerintah telah menurunkan surat perintah untuk meratakan camp Chongwu dan menyita semua barang bukti yang ada. Pasukan camp Chongwu juga sudah diamankan, mereka ditahan di penjara kekaisaran sebelum dieksekusi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sekian tahun tidak terasa, Zhao Yuanzhou dan Zhuo Yichen kembali mengunjungi sahabat mereka, Li Lun. Namun, kunjungan kali ini mereka tidak hanya berdua, melainkan berempat, bersama dengan Zhao Wuhuo dan Li Yilun, kedua anak kembar Li Lun yang terlahir dari tunas yang muncul di antara akar pohon Li Lun. Bayi kembar itu tumbuh dan hidup berkat kekuatan terakhir Li Lun yang ternyata diberikan kepada kedua anaknya.
Gua kelahiran Li Lun terasa lebih lembab, sunyi, sepi, seolah tidak pernah ada kehidupan yang berlindung di dalamnya. Di tengah-tengah gua terdapat sebuah pohon besar yang dulunya merupakan tubuh asli Li Lun tumbuh di sana, kini sudah tidak ada lagi, bahkan altar batu yang berada di bawahnya pun sudah ditumbuhi lumut yang begitu tebal.
Li Yilun menggapai helaian rambut Zhuo Yichen, menggenggamnya erat, sementara Zhao Wuhuo terlihat lebih tenang di pelukan Zhao Yuanzhou. Bayi itu lebih pendiam dan selalu mengamati sekitarnya, berbeda dengan saudaranya yang lebih aktif dan penuh semangat.
Li Lun mungkin telah pergi, tapi ia meninggalkan dua cahaya kecil yang tumbuh dari akar pengorbanannya. Gua itu memang tak sehidup dulu, tapi setiap jejak yang tersisa masih berbicara, bergumam pelan, menceritakan kisah masa lalu dalam diam.
Li Yilun memberontak kecil dalam pelukan Zhuo Yichen, bayi yang baru berusia satu tahun itu mencoba menggapai sesuatu yang tak terlihat, namun hadir di antara mereka. Tangannya berusaha meraih udara kosong, wajahnya dipenuhi raut kebahagiaan dengan tawa yang sesekali terdengar mengudara keluar dari bibir mungilnya.
Berbeda lagi dengan Zhao Wuhuo, saudara kembarnya yang cenderung tenang, diam, dan penuh kehati-hatian, kini tampak menumpukan air mata di pelupuk matanya. Tidak ada isakan atau tangisan memilukan, hanya air mata yang jatuh satu persatu, mengalir bebas tanpa bisa dicegah.
Pemandangan aneh ini membawa kerutan samar terlihat di kening Zhao Yuanzhou dan juga Zhuo Yichen. Zhao Yuanzhou mendekatkan tubuhnya, membungkuk perlahan ke arah kedua bayi itu, memperhatikan setiap gerak kecil yang tampak sepele, namun menyimpan banyak isyarat.
Ia menyentuh bahu Zhuo Yichen dengan lembut, seperti menenangkan... atau mungkin mencari jawaban. "Dia bisa merasakannya," bisiknya lirih. "Li Lun."
Zhuo Yichen mengangguk pelan. Tatapannya jatuh pada Li Yilun yang masih mengangkat tangannya ke udara kosong, seolah tengah bermain-main dengan cahaya tak kasatmata. "Dan yang satu ini..." gumam Yichen sambil memandang Wuhuo yang hanya menatap tanah di hadapannya, "...menyadari kepergiannya."
Kesunyian menyelimuti mereka sesaat. Hanya suara angin yang lewat di mulut gua, menggesek bebatuan dan dedaunan mati yang berserakan. Seperti bisikan rindu dari masa lalu.
Zhao Yuanzhou mengalihkan pandangannya ke dinding gua. Di sana, masih terukir tanda-tanda yang pernah ditorehkan Li Lun—simbol pelindung, mantra penjaga, dan satu nama kecil yang diguratkan dengan darah dan sihir: "Yilun."
Bibirnya bergerak nyaris tak terdengar. "Ia tidak mati. Ia terpecah. Ia mengakar."
Zhuo Yichen menoleh, menyipitkan mata. "Apa maksudmu?"
Yuanzhou memejamkan mata sejenak, mencoba mengingat bisikan dalam mimpinya semalam—suara Li Lun, tidak dalam bentuk manusia, tapi seperti suara bumi itu sendiri. Dalam dan berat, namun tak membawa ketakutan. Justru, membawa harapan.
"Li Lun tidak sepenuhnya pergi. Rohnya... mungkin telah menyatu dengan tanah ini, menjadi bagian dari tempat yang ia lindungi." Zhao Yuanzhou menghela napas. "Dan mungkin... dua anak ini tidak hanya membawa darahnya, tapi juga kekuatannya."
Zhuo Yichen terdiam. Mereka tahu, hari-hari mendatang tak akan mudah. Kedua anak itu akan tumbuh membawa warisan yang tak mereka minta—cahaya dari seorang yang mengorbankan segalanya, dan bayangan dari dunia yang tak pernah benar-benar damai.
Namun untuk saat ini... Li Yilun tertawa lagi, mengepakkan tangannya ke udara seperti burung yang belum tahu ia belum bisa terbang. Zhao Wuhuo mengalihkan pandang, menatap langit yang mulai temaram di luar gua. Matanya masih basah, tapi kini ada seberkas kilau baru di sana—seperti cahaya yang muncul setelah hujan reda.
Dan gua itu, meski tak lagi sehidup dulu, tetap menyimpan detak pelan yang tak hilang. Detak warisan. Detak harapa.
_________
Langit Dahuang dipenuhi percikan cahaya kemerahan, akan tetapi cincin matahari itu tidak kunjung turun. Zhao Yuanzhou bersama dengan tiga orang terkasihnya masih berada di sini, duduk di atas bebatuan dan memandangi Dahuang dalam keheningan.
"Zhao Yuanzhou..." Keheningan ini tidak sepenuhnya menetap, suara Zhuo Yichen yang memanggil Zhao Yuanzhou mengalihkan atensi siluman kera putih itu. Ia menolehkan kepalanya, menatap kekasihnya seolah bertanya ada apa.
"Apakah perkataanmu itu benar?"
"Hm..." balas Yuanzhuo
"Li Lun... Dia tidak sepenuhnya pergi?." Terdapat kesenangan dalam setiap bait kalimat yang diucapkannya, namun, tersimpan sesuatu yang lebih dalam dari itu, sesuatu yang tidak pernah bisa diungkapkannya secara gamblang.
Bahwa ia merindukan sosok siluman pohon itu, Zhuo Yichen sangat ingin merengkuh pundak rapuh itu dan menariknya ke dalam pelukannya. Namun.... Itu tidak akan pernah terjadi. Li Lun sudah tidak ada, seandainya saja penguasa langit mendengar doanya, Zhuo Yichen berjanji akan melindungi dan menyayangi... Tapi apakah itu mungkin?.
YOU ARE READING
Cahaya di ujung Dahuang
FantasySinopsis. Li lun merupakan siluman pohon Pagoda kuno berusia ribuan tahun yang mengorbankan hidupnya dan memberikan kekuatan terakhir kepada kedua sahabatnya, Zhao Yuanzhou dan Zhuo Yichen. Ia menjadikan tubuhnya sebagai benteng pertahanan agar kedu...
