bab 4

3 1 0
                                        

Bab 4: Bayang-Bayang di Balik Perdamaian

Angin dingin berhembus melintasi medan yang penuh dengan puing-puing dan jejak pertempuran. Langit kelabu menutupi cahaya matahari, seolah enggan menyaksikan tragedi yang terjadi di bawahnya. Aroma darah dan abu menyatu dalam udara, meninggalkan kesan mencekam yang menyesakkan dada.

Di tengah reruntuhan sebuah desa kecil di perbatasan Negeri Tanah, berdiri sosok pria dengan tatapan kosong namun penuh makna. Kronos, pemimpin misterius Gaiken, mengamati puing-puing yang pernah menjadi tempat tinggal puluhan keluarga. Api kecil masih menyala di beberapa sudut, sisa-sisa pertempuran brutal yang baru saja usai.

Di belakangnya berdiri delapan sosok lainnya, masing-masing membawa aura yang tak bisa diabaikan. Yuki, Satsuki, Takumi, Arashi, Athena, Riku, Akane, dan Izumi—delapan anggota Gaiken yang memiliki kesetiaan mutlak terhadap Kronos. Mereka berdiri tegak, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa bersalah atau keraguan atas apa yang baru saja terjadi.

Namun, di balik tatapan dingin mereka, ada perasaan yang sulit diungkapkan—perasaan yang mulai meragukan apakah ini benar-benar jalan menuju perdamaian yang mereka dambakan.

---

Aliansi Lima Negara Besar

Kabar tentang dominasi Gaiken menyebar cepat ke seluruh penjuru dunia ninja. Negara Api, Angin, Petir, Tanah, dan Air—lima kekuatan besar yang selama ini bersaing satu sama lain—akhirnya menemukan musuh bersama. Rasa takut dan ancaman terhadap kestabilan politik mereka membuat para pemimpin negeri-negeri besar berkumpul dalam sebuah pertemuan rahasia.

Di sebuah ruang bawah tanah di jantung Negeri Api, para pemimpin tertinggi duduk mengelilingi meja batu besar. Daimyo Negeri Api berbicara dengan suara lantang, penuh kemarahan yang berusaha menutupi ketakutan.
"Kita tidak bisa membiarkan mereka terus berkembang. Gaiken bukan hanya ancaman bagi negara kita, tapi juga bagi tatanan dunia shinobi!"

Pernyataan itu diiringi anggukan setuju dari para pemimpin lainnya. Mereka tahu bahwa Gaiken bukan sekadar organisasi biasa. Mereka telah menyaksikan sendiri bagaimana pasukan elite mereka dikalahkan dengan mudah oleh segelintir anggota Gaiken.

Maka, mereka membentuk Aliansi Lima Negara Besar, sebuah koalisi yang menggabungkan kekuatan militer terbaik dari kelima negara. Mereka yakin, dengan strategi dan jumlah pasukan yang besar, mereka bisa menghancurkan Gaiken dan mengembalikan keseimbangan dunia ninja.

Namun, apa yang mereka anggap sebagai strategi jitu… hanyalah bagian dari permainan yang lebih besar. Kronos sudah memprediksi semua ini.

---

Serangan Besar: Bentrokan di Lembah Hitam

Aliansi itu bergerak cepat. Ribuan ninja dari berbagai desa tersembunyi berbaris, mengenakan lambang aliansi di pelindung dahi mereka. Mereka menuju markas utama Gaiken yang tersembunyi di Lembah Hitam, sebuah tempat yang dikelilingi tebing curam dan hutan lebat—tempat yang mereka pikir akan menjadi kuburan bagi organisasi itu.

Namun, saat mereka tiba, mereka tidak menemukan markas yang tersembunyi dengan rapat. Sebaliknya, mereka disambut oleh delapan sosok yang berdiri di tebing tertinggi, menghadap ribuan pasukan dengan tatapan tenang.

Yuki Himemori melangkah maju, es mulai terbentuk di udara sekitarnya meski matahari bersinar terik.
"Apakah kalian datang untuk mencari kematian?" suaranya tenang, nyaris tanpa emosi.

Aliansi tidak menunggu lebih lama. Serangan dimulai. Ribuan kunai, shuriken, dan teknik ninjutsu menghujani Gaiken dari segala arah.

Namun, itulah saat dunia menyaksikan mengapa Gaiken begitu ditakuti.

Yuki mengangkat tangannya, menciptakan badai salju besar yang membekukan seluruh barisan depan pasukan aliansi dalam hitungan detik.

Satsuki Hōsen mengendalikan darah dari musuh yang terluka, membentuk bilah tajam yang melayang di udara, menari dengan kejam di tengah medan perang.

Takumi Hoshino menghentakkan kakinya, menciptakan gelombang kejut yang merobek tanah, menelan ratusan ninja sekaligus.

Arashi memanggil badai angin yang begitu tajam hingga mampu memotong besi tanpa kesulitan.

Athena berdiri di tengah serangan, perisai spektralnya memantulkan semua serangan balik kepada penyerangnya.

Riku Kuroshiro melesat di antara pasukan musuh, setiap tebasannya meninggalkan celah hitam menganga di udara yang menelan apapun yang disentuhnya.

Akane menciptakan ilusi yang membuat pasukan aliansi berbalik melawan satu sama lain, terperangkap dalam kebingungan tanpa harapan.

Izumi bersinar seperti matahari terik, menghanguskan medan perang dengan cahaya yang membakar semua yang ada di hadapannya.

Pertempuran yang awalnya direncanakan sebagai misi penaklukan berakhir menjadi pembantaian sepihak. Aliansi yang penuh dengan kebanggaan dan strategi hanya bisa menyaksikan bagaimana pasukan mereka dihancurkan tanpa ampun.

Jeritan, tangisan, dan bau hangus memenuhi udara.

Namun, di balik kemenangan mutlak ini, ada sesuatu yang lebih mengerikan—keheningan.

Gaiken berdiri di atas mayat ribuan orang, tanpa perasaan.

---

Benih Keraguan di Gaiken

Malam itu, setelah pertempuran selesai, Gaiken berkumpul di markas mereka yang tersembunyi di pegunungan terpencil.

Kaito Kurogane menatap Kronos, matanya penuh dengan pertanyaan yang tidak bisa lagi dia pendam.
"Apa ini perdamaian yang kita bicarakan? Menghancurkan ribuan nyawa hanya untuk menciptakan ketertiban? Bukankah ini sama saja dengan menjadi tiran?"

Ruangan menjadi sunyi. Kiyomi Ishioka melirik Kaito, ekspresinya dingin.
"Kau berani meragukan Kronos? Tanpa dia, kita tidak akan berada di sini."

Kaito tidak mundur.
"Aku tidak meragukan kekuatannya. Aku meragukan visinya."

Kronos, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara.
"Perdamaian sejati membutuhkan pengorbanan. Dunia ini terlalu lemah untuk memahami konsep itu. Karena itu, kita yang harus menanggung beban ini."

Kata-kata itu diucapkan dengan tenang, namun mengandung beban yang membuat ruangan terasa sesak.

Namun, benih keraguan telah tertanam.

---

Cahaya di Tengah Kegelapan

Di suatu tempat yang jauh dari semua kekacauan ini, seorang pemuda berdiri di atas bukit yang menghadap ke desa kecil yang damai. Angin berhembus pelan, memainkan helaian rambut pirangnya yang berkilauan di bawah sinar matahari. Matanya biru terang, penuh tekad dan kedamaian yang tak tergoyahkan.

Tangannya menggenggam sebuah pedang panjang dengan desain elegan, serupa dengan pedang para raja legendaris dalam kisah kuno. Namanya Eren.

Dia telah mendengar cerita tentang Gaiken—tentang bagaimana mereka menciptakan "perdamaian" melalui kekuatan dan ketakutan. Tapi di dalam hatinya, dia tahu: itu bukan perdamaian yang dia yakini.

"Perdamaian tanpa kebebasan hanyalah bentuk lain dari penindasan."

Itulah filosofi yang dipegangnya teguh.

Eren tahu bahwa suatu hari dia harus berdiri melawan Gaiken. Bukan karena dia ingin perang, tapi karena dia percaya bahwa perdamaian sejati tidak bisa dibangun di atas tumpukan mayat.

Dan di sinilah perjalanan baru dimulai.

— Bab 4 Selesai —


Gaiken Where stories live. Discover now