That Should Be Me

Mulai dari awal
                                    

"Udah?."

"Dan...aku juga mau minta maaf..karena.."

"Udah basi. Kalau udah selesai silahkan pulang."

Marsha berjalan meninggalkan kamar putrinya karena tidak mau mendengarkan ucapan maaf, penyesalan atau rasa bersalah dari seorang Zee. Bagi Marsha dia paham posisi Zee yang rumit dan serba salah. Tapi, nyatanya dia tidak bisa menerima fakta bahwa dia di acuhkan Zee karena sebuah pekerjaan mulia.

Andai saja dia lebih sabar, lebih bisa menerima, bisa lebih peduli lagi mungkin keduanya masih bersama. Meski sesekali Marsha menyesal, tapi balik lagi dia tidak mau mengemis kembali.

Zee pun hanya bisa pasrah. Kembali mendekat ranjang dan mencium kening Michi sebelum pamit pulang.

Sebelum lupa dia menaruh hadiahnya didekat ranjang agar putrinya lekas membukanya.

Flashback off.

Puk

Puk

Puk

"Mami?."

Marsha pun mengejapkan matanya saat sentuhan di bahunya menyadarkan dari lamunan. Dia terlalu larut dalam pikiran sehingga keberadaan sang anak ia acuhkan. Bahkan anak itu sudah redam tangisnya.

"Mami kenapa?."
Tanya Michi kebingungan karena Marsha sejak tadi diam padahal dirinya sudah meraung raung meminta perhatian Maminya.

"Mami gapapa. Kamu kenapa?."
Tanya balik Marsha.

"Mami yang kenapa? Michi daritadi udah menangis sampe serak tapi Mami cuma diem aja. Tangisan Michi bosen mami denger ya? Maaf ya kalau Michi buat Mami bosen dengernya."
Katanya sambil mengusap sisa air matanya.

"Hey..engga kok sayang. Maafin Mami ya tadi? Mami cuma cape."

"Maaf kalau Michi buat Mami cape."

Tatapan mata yang sayu, ucapan maaf berulang dan sentuhan tangan mungilnya mengingatkan Marsha pada sosok yang tadi membuatnya melamun.

Michi terlalu banyak mengambil gen dari Zee. Semua yang ada pada Michi semua mirip Zee. Bahkan nada permohonan maaf pun sama.

Marsha pun menggeleng sambil mengusap kedua pipi putrinya. Sesuatu yang ingin Marsha lalukan saat Zee memohon maaf di acara ulang tahun Michi.

Tatapan sedihnya masih melekat di benak Marsha. Ingin sekali berkata bahwa dia sudah memaafkan Zee tapi egonya masih besar untuk mengucapkan nya.

"Kamu engga salah, engga pernah salah."
Ujar Marsha.

"Terus kenapa Mami sedih? Kenapa hari ini Mami berbeda? Apa itu karena Papi?."

"Engga kok. Mami lagi sensitif aja. Udah yuk siap siap kan bentar lagi di jemput om Adel."

Marsha pun berdiri untuk membuka gorden kamar anaknya membuat sinar matahari masuk ke dalam kamar.

"Ahh! Michi ngga mau pergi. Mau di rumah aja."
Tolaknya.

"Loh, kan itu hadiah kamu yang mau ke kebun bintang kan?."

"Aku maunya sama Mami dan Papi."
Ucapnya lirih. Dia takut membuat Maminya Sedih atau marah.

"Kan ada Mami juga. Anggap aja om Adel itu Papi."

"Enggak! Engga boleh gitu ihh Mami!."
Michi kembali ke setelan bocah 3 tahun yang tantrum.

Marsha pun tertawa. Sudah lama rasanya tidak mengerjai Michi seperti sekarang karena kesibukan nya.

"Yaudah mandi yuk? Jadi pergi engga?."

One shoot (ZeeSha)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang