Bab 5

282 36 4
                                    

Malam kian larut, jarum jam sudah menunjukan angka dua malam, dimana biasanya Eizer sudah terlelap. Namun, malam ini dia masih duduk di tempat semula, yakni sofa yang menghadap ke dinding kaca, memperlihatkan halaman belakang Paviliun dengan berhias bulan di atas langit.

"Huh..." Helaan napas kasar Eizer terdengar berat, sedangkan jari telunjuk dan jari tengahnya mengapit tembakau yang di hiasapnya dengan kuat sehingga kepulan asapnya berkumpul di udara dan secara perlahan hilang terbawa angin.

Setelah cukup lama duduk di sana, Eizer saat ini memelih berdiri dan berjalan ke arah kamar pribadinya yang ada di paviliun. Dia membuka kamar itu dan berdiri tepat di ambang pintu, menatap sosok perempuan yang tertidur dengan lelap di atas ranjang besarnya. Dia mengusap wajahnya sekilas dan masuk kedalam kamar, berdiri di sisi ranjang dengan tatapan lekat.

"Dia memiliki riwayat gangguan kecemasan."

Eizer teringat penjelasan dokter pribadinya yang sempat dia panggil tiga jam yang lalu. Dokter itu menjelaskan bahwa yang membuat Elena merasakan sesak napas itu karena dia yang merasa panik sehingga dia kesulitan bernapas.

"Apa yang Anda lakukan kepada gadis ini?"

Dokter pribadinya tadi sempat bertanya kepadanya dengan tatapan menyelidik penuh kecurigaan, membuat dia merasa kesal. Tidak ada yang dia lakukan kecuali satu hal. Dia juga tidak tahu kenapa dia begitu tertarik melakukan hal seperti itu, padahal kenyataannya dia tidak pernah berbuat hal semacam itu selama hidupnya.

Menarik selimut yang melorot, Eizer menyelimuti tubuh Elena sebatas dada, setelahnya dia memilih berjalan ke arah sofa panjang dan mendudukkan dirinya di sana. Dia malam ini sepertinya harus tidur di sana karena tidak mungkin meninggalkan Elena sendirian dalam keadaan seperti itu.

***

Kicauan burung terdengar, menyambut pagi dengan begitu riang, melompat dan mematuk dahan yang di tumbuhi dedaunan hijau. mentari bersinar menerbitkan binar cerahnya dengan warna kuning terang, menyorot masuk kedalam kamar.

Sedangkan Elena, dia baru saja membuka matanya dan terkejut ketika mendapati dirinya tidur di kamar yang asing. Kamar dengan aroma maskulin yang langsung masuk kepenciumannya, bertambah lagi sosok yang terduduk dengan menatap dirinya tajam.

Setelah cukup lama mengingat semua hal yang terjadi, Elena segera turun dari ranjang. Tangannya sibuk merapikan baju yang di kenakannya dengan sesekali melihat ke arah lain.

"Sepertinya kau sudah baikan. Bagaimana dengan tidurnya? Apakah nyenyak?" Suara Eizer terdengar tenang, dan dia terus menatap Elena.

"Saya sudah jauh lebih baik, dan tidur saya begitu nyenyak." jawab Elena apa adanya.

Bibir Eizer tertarik, membentuk senyuman miring. Dia kini mengambil piring di atas meja dan meletakan roti yang sudah terisi irisan daging, telur, dan sosis, serta keju di dalamannya. "Makanlah! Agar kau punya tenaga," ucap Eizer.

"Terimakasih banyak, Tuan. Tetapi itu tidak perlu, karena saya akan sarapan bersama para pelayan lainnya. Itu semua sudah peraturan." jelas Elena. "Sekali lagi terimkasih banyak, Tuan. Saya mohon undur diri," sambungnya. Dia menundukkan sedikit tubuhnya, dan berjalan ke arah pintu kamar.

Bunyi gelas yang di letakan di atas meja secara kasar terdengar, di iringi dengan suara kain yang bergesekan.

Eizer menarik dasinya yang sudah rapi dengan kasar. Dia menyandarkan tubuhnya di sofa dengan melihat ke arah Elena yang terlihat berhenti di ambang pintu tanpa menoleh ke arahnya. Sehingga, tidak begitu lama dia melihat kaki Elena kembali berjalan dan pergi dari sana. Elena meninggalkan dirinya dengan penghinaan yang dia lemparkan dengan tidak sopan. Sebelumnya tidak ada yang pernah menolaknya seperti itu. Tidak ada dan tidak pernah ada, kecuali Elena.

Troubled ManWhere stories live. Discover now