rasa

2.4K 138 1
                                    

Typo bertebaran...

Tangan kecil itu terus mengelus helaian rambut hitam pekat milik pria yang lebih tua, mata bulatnya menyaksikan dengan jelas betapa nyenyak nya pria itu tertidur di dekapannya, mengabaikan kelakuan si pria.

Nave masih membiarkan Jenaro menyusu di dadanya dan tertidur semakin nyenyak di dekapannya. "Aku mabuk?" Gumam nave.

"Emang ada yang keluar dari dada aku?" Gumamnya kembali dengan menatap Jenaro yang bibirnya masih setia menghisap dada nave.

Nave yang mulai bosan pun dengan sengaja mengapit hidung bangir Jenaro, membuat pria itu terbangun. "Hehehe." Cengir si kecil.

Bukannya terkejut atau sebagainya, Jenaro justru semakin menenggelamkan kepalanya di dada nave. "Hari ini libur."

"Iya pak, bapak gak mau pulang?"

Mendengar pertanyakan itu Jenaro mendongakkan kepalanya. "Ini rumah saya."

Lelaki kecil itu mulai berpikir. "Ohhh saya yang harus pulang." Pekiknya.

"Tidak." Jenaro menekan setiap katanya, melarang si kecil kesayangannya yang akan beranjak.

"Istri bapak nanti marah marah sama saya, saya enggak mau yah jadi santapan pagi." Bisik nave tepat di telinga Jenaro.

"Kamu istri saya." Jawab pria berbadan besar itu masih dengan menutup kedua matanya.

Yang mendengar jawaban itu hanya mampu terdiam dan mengedipkan matanya. "Kata echi, kalau suami istri harus menikah. Tapi kan aku gak pernah nikah sama pak Jenaro."

Si pria yang berada di dekapan nave mendengar semua gumaman lelaki itu, Jenaro hanya mampu menggelengkan kepalanya.

"Pak, kapan kita menikah?"

Mendapat pertanyaan yang tiba tiba tidak membuat Jenaro gelagapan atau bingung. "Minggu depan."

Nave mengangguk paham, namun di otak kecilnya bersemayam banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada pria di dekapannya.

"Berarti harus di restui mama papa nya bapak."

Jenaro melepaskan dekapan nave, pria itu duduk bersandar dengan tangan besarnya memainkan rambut panjang nave.

"Tidak perlu, papa saya sudah meninggal dan mama saya sudah menikah lagi."

Jenaro menjeda ucapannya, sedikit memilah cerita yang perlu ia ceritakan pada lelaki berotak kecil itu. Jenaro hanya takut membebani pikiran lelaki kelinci itu.

"Saya sudah tidak dekat dengan mereka, namun terkadang mama saya suka berkunjung dan mengatur hidup saya. Sedikit tidak menyenangkan, namun cukup bisa saya hindari." Lanjutnya.

Diam sejenak sampai dimana Jenaro mendengar Isak pilu dari lelaki yang sedari tadi berbaring.

"Kenapa menangis?"

"Pak ... Ayo menikah, heummm aku ... Aku bisa kok jadi istri yang baik, aku bisa masak, bisa beberes rumah, bisa ... Bisa segalanya eumm."

Astaga, lihatlah bibir mungil pink itu yang sudah mengerucut dan mengeluarkan Isak tangis yang sangat menyedihkan.

"Pak Jenaro ... Jangan sedih, eungg jangan nangis." Nave duduk menghadap Jenaro yang sedang bersandar sambil menatapnya, pandangan Jenaro benar benar tulus pada nave.

Tangan kecil nave memegang pipi Jenaro, mengelus pahatan wajah itu dengan lembut, seperti menghapus air mata yang bahkan Jenaro tidak menangis.

"Kamu yang menangis, saya sedari tadi diam." Tangan besar itu membalas mengusap wajah kecil nave yang memerah.

"Sudah, jangan menangis. Kamu bisa sakit nantinya."

Pria itu mengangkat tubuh kecil nave untuk duduk di pangkuannya, nave masih setia menangis sesegukan tanpa berniatan ingin berhenti. "Pak Jenaro kesepian, biar aku temenin aja. Huaaaa semuanya jahat sama pak Jenaro, heumm nanti gak usah kasih permen mereka ya."

Jenaro terkekeh kecil dan mengecup bibir yang sedari tadi mengeluarkan Isak tangisnya

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

Jenaro terkekeh kecil dan mengecup bibir yang sedari tadi mengeluarkan Isak tangisnya. "Saya baik baik saja."

"Kamu kenapa tidak ada takut takutnya dengan saya."

"Ngapain takut, eumm bapak ganteng gak serem, gak ijo, gak mirip monster." Ucap nave sambil mengerucutkan bibirnya.

Jenaro mengernyitkan dahinya bingung dengan kata kata nave. "Kenapa hijau?"

"Kemarin tuh ya, echi cerita tentang monster ijo. Jahat, aku gak suka."

Jenaro tidak habis pikir dengan pemikiran yang berasal dari otak kecil lelaki di pangkuannya, mudah sekali percaya dengan kata temannya.

Nave bersandar pada dada bidang Jenaro, lelaki itu menghela napas seolah olah dirinya yang paling lelah di dunia ini. "Nanti kita menikah undang haechi sama pak Marcello, ya pak."

"Kenapa Marcello?" Tanya si pria.

"Haechi suka pak Marcello, biar haechi menikah juga sama pak Marcello."

Jenaro mengecup pelipis nave, satu tangan besarnya mengelus pinggang ramping nave dengan lembut. "Pernikahan tidak semudah itu, mereka harus sepakat untuk menikah terlebih dahulu."

"Jadi echi gak bisa menikah bareng kita?"

"Tidak sayang, mereka bisa menyusul nantinya."

Nave kembali menangis dalam pelukan Jenaro. "Maaf echii, huaaa kita gak bisa menikah bersama ... Echii maaf."

Pria yang terus mendekap tubuh kecil itu tertawa kecil dengan tingkah sang pujaan hati. "Shuuut sudah jangan menangis."

"Menikah dengan saya ya, saya mencintaimu." Bisik Jenaro tepat di telinga nave.

Si lelaki kelinci pun langsung mengangguk yakin dengan masih terisak, merasa bersalah pada sahabatnya karena akan menikah lebih dulu.

Terlalu singkat masa pengenalan mereka, terlalu cepat juga Jenaro mengambil pergerakan. Yang pria itu inginkan hanya memiliki seutuhnya lelaki cantik yang begitu ia cintai, ia tidak ingin lelakinya di sentuh orang lain, ia ingin jaga lelaki polos itu.



















 Yang pria itu inginkan hanya memiliki seutuhnya lelaki cantik yang begitu ia cintai, ia tidak ingin lelakinya di sentuh orang lain, ia ingin jaga lelaki polos itu

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

Nave dengan postingan tweet polosnya...

Nave dan panggilan yang tidak menentu, terkadang saya, terkadang juga aku (?).

⚠️Vote & komen⚠️

privileges of Mr. Agrisyam's wife || BxBWhere stories live. Discover now