Prolog

93 5 0
                                    


" Halo Agent 'B! Kasus pembunuhan yang terjadi di Gedung Pancakarta yang menewasakan dua mahasiswa salah satu Universitas, berhasil dibekuk Agent 'R. Pelaku sudah dibawa ke markas eksekusi gelap.
Agent B' diharapkan kedatangannya, untuk membahas beberapa rencana, dan praduga terhadap kasus ini. Selamat bekerja, Agent B'. "

Ahh, suara itu lagi. Rekaman itu membuatku selalu merasa cemas. Tidak pernah sekalipun rekaman itu memberikan suatu informasi menyenangkan. Seperti Libur kerja misalnya, atau sebuah pesta besar dengan Bar serta jenis-jenis minuman 'segar' diatasnya.

Haha, membayangkannya membuatku kegelian sendiri. Aku merindukan hal lama itu. Dan, itu mustahil sekali untuk terjadi lagi.

Segera kututup Macbook sialan itu, bergegas menyiapkan barang bawaan. Setelah mendapat panggilan, pasti akan mendapatkan hunian baru, kamar baru, kasus baru, masalah baru, ancaman baru. Menyenangkan? Tidak!

"Kaos putih tebal, celana jeans pendek, tanpa polesan bedak, sepatu kain robek? Siapa perduli. Aku hanya seorang anak remaja biasa. Hanya perlu keberanian dan kepercayaan diri."

"Dan kewaspadaan, kesiagaan, pentajamaan indra dan kepandaian. Selalu ingat itu! Dasar ceroboh."

Aku terdiam kaku mendengar ucapan itu. Menoleh saja tidak berminat. Tapi aku sangat mengenali suara itu

Maikel, senior terdingin, tak banyak bicara, cerdas dalam berfikir dan bertindak -aku jamin, satupun yang ada di otaknya, ialah hampir 99,6% tepat sasaran. Sisanya, masa bodoh untuk apa- memiliki wajah yang, manis. Lesung pipi dikanan, cukup untuk memperbaiki image dia yang kupandang tidak begitu baik. Satu hal yang belum ku ketahui, seperti apa dia kalau tersenyum?

'Hentikan, brean'

"Se... sejak kapan disini. Tak ada yang meminta mu kesini, kan?" kunaikan nadanya untuk mengilangkan rasa takut dalam diriku. -Ayolah Brean. It just Maikel.

"Tak ada yang meminta? Sok tahu seperti biasa ya, nona. Bahkan kau lebih merepotkan dari agent yang lain."

Menyebalkan, ingin ku pakai kekuatanku untuk mengusir dia.
Ah, kata-kata ibu peri. Tidak boleh ada orang yang tahu akan hal itu. Bahkan orangtua angkatku sekalipun.

"Kau menjemputku?" kali ini aku memberanikan diri untuk berbalik melihat dia. Crapp.. Manis seperti biasa, kaos abu-abu berlengan panjang yang terlihat pas, sehingga dada bidangnya tercetak jelas.
'Aah, beruntung mataku sedang tidak buram.'
Celana jeans nya, dan sneakers nya yang senada warnanya.

'Ya Tuhan, malaikat ganteng pencabut nyawa di depan mata.'

"Cepat! Atau kau kehilangan pekerjaan." balasnya dingin. Santai, tapi ditekan, sehingga terkesan mengancam. Dia berlalu meninggalkanku, bahkan tidak menoleh sedikitpun.

Aku terlalu malas menuruni tangga, menenteng ransel berisi macbook dan beberapa map berkas, serta satu koper ukuran sedang. Jadi, aku tinggalkan koper di lantai atas, menuruni tangga dengan cepat dan tanpa beban berat. Sampai dibawah, segera ku ayunkan jemariku, menuntun arah dengan sesuka hatiku. Hingga koper itu berada di sebelahku. Ah mudahnya.

"Maaf membuatmu menunggu, 'M, aku tidak akan mengulang hal ini lagi." ucapku tulus, dan kulihat satu alis kirinya terangkat. Tak bisa kumengerti maksudnya.

"Taruh barangmu dibelakang, kita harus cepat, sebelum kereta terakhir berangkat."

"Uhh, Kereta apa? Siapa yang pergi atau datang?" tanpa melanjutkan pertanyaanku yang lain, lebih baik ku ikuti perintahnya. Takut takut dia bisa naik pitam karena pertanyaanku.

Duduk di kursi depan, sitbelt, dan mobil melaju dengan cepat.
Untuk kedua kalinya, aku bersama dengan dia dalam satu kendaraan.

-------------- * * -------------

I hope you guys like and enjoy this story.

Big hugs and Thank you juga untuk para sahabat Author yang selalu mendukung cerita ini, cause this is my first.

Your votes and comment can make us feel more excited to continued this story.

♥,

El espía EstateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang