“Gue tunggu di sini aja,” tolaknya halus.

“Tapi, Anda menghalangi pelanggan yang ingin memesan.”

Hyunjae berangsur celingak-celinguk. Mencari keberadaan dari pelanggan tak kasat mata yang dimaksud. “Mana? Nggak ada, tuh.

Menyebalkan!

Berusaha menahan kesabarannya yang bisa diibaratkan hanya sebatas tipisnya tisu, Juyeon keluarkan dengkusan beratnya. Ia tilik kondisi sekitarnya dimana orang-orang tampak sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Bagus, pikirnya mulai kehilangan kontrol.

“Lo sampai segininya nyariin gue?” tanya Juyeon dengan nada sarkastik. “Udah gue bilang kalau gue nggak ada masalah apapun ke lo, jadi gue harap yang kemaren itu adalah terakhir kali kita ketemu. Tapi, kenapa lo ada di sini sekarang?”

Hyunjae menggidikkan bahu dengan pias acuh tak acuhnya. “Gue cuma pesen minum. Masalah?”

“Masih nanya lo?” Kedua alisnya mengkerut. “Selama gue kerja di sini, gue baru sekali ini ya ngeliat lo mampir. Apalagi kalau nggak bermaksud neror gue, hah?” tuduh Juyeon ketus.

Kebetulan, mungkin?” jawabnya penuh penekanan. “Kenapa? Saking percaya dirinya, ego lo bahkan menolak fakta dan secara otomatis langsung bikin lo jadi halu. Hmm, unik juga.”

Juyeon memicingkan siren eyes miliknya. Jelas reaksinya kini benar-benar mempertontonkan ketidaksukaannya. Yang dipikirannya saat ini adalah suatu asumsi yang menyatakan bahwa besar kemungkinan kedatangan Hyunjae kemari adalah semata ingin menandainya sebagai mangsa empuk untuk dirundung beramai-ramai oleh seluruh teman-teman begajulan-nya.

Lupakan pendapatnya kemarin, jelas Hyunjae bersekongkol dengan si penjahat kelamin itu!

Merasa jika Juyeon mulai menciptakan penghalang tak kasat mata sebagai tanda jika dia mulai berwaspada diri, Hyunjae kembali mengembangkan senyumannya. Oh, dasar brengsek! Untuk ukuran lelaki yang hobi bermain dibalik layar, dia terlalu banyak memamerkan senyumannya. Apa ini termasuk salah satu triknya untuk memikat target satu malamnya?

Sayang sekali kalau Juyeon terlalu ‘masa bodoh’ untuk termakan rayuan semanis biang gula memuakkan seperti itu. Sekedar informasi tambahan, dia termasuk orang yang kaku, ngomong-ngomong.

Yang padahal tanpa menarik sedikit sudut dibibir pun sebenarnya wajah Hyunjae sudah cukup ampuh untuk trik murahan sedemikian rupa. Jujur saja, Juyeon akui bahwa dia sempat berdecak kagum ketika melihatnya secara langsung semalam. Selama ini yang ia dengar hanya rumor liar dari berbagai sumber yang intinya tetap saja merujuk pada tampang menawannya.

Ya, cukup mengesalkan tapi apa mau dikata jika itu benar adanya?

“Pesanan Anda, Tuan!” Seorang barista menjadi penengah dari persitegangan yang sempat terjadi diantara keduanya.

Juyeon lantas mengibarkan senyum tidak ikhlasnya. “Terima kasih telah mampir. Jangan pernah dateng ke sini lagi, ya! Semoga Anda menikmati pesanannya.” Suaranya dikecilkan pada beberapa barisan kata ketika cangkir plastik seukuran 30 cm tersebut telah berpindah tangan.

“Oke, entar gue dateng lagi,” balas Hyunjae tak kalah menyebalkan menggunakan wajah tanpa rasa bersalahnya. “Semoga nanti pas gue mampir dapet pelayanan plus-plus dari si kasir cantik.”

Juyeon tertawa garing. “Haha, semoga lo ditabrak truk tronton sampai koma seratus tahun sebelum hari itu tiba, ya.

Tidak lagi membalas, Hyunjae putuskan untuk segera pergi dari sana sebelum Juyeon berniat ingin mencakarnya sebagaimana ekspresi gemas yang dipasangnya kini.

“Cowok lo, Ju?”

Langsung saja Juyeon menoleh ke samping tatkala mendengar keterangan paling tidak menyenangkan yang pernah masuk ke dalam telinganya tersebut. “Ngawur banget, Kak. Temen aja bukan.”

“Ya, ‘kan siapa tahu.” Younghoon terkekeh. “Lagian lo jarang-jarang interaksi selama itu sama pelanggan. Gue lihat juga tuh cowok kayaknya tertarik sama lo. Kali aja lo berdua punya semacam sesuatu, gitu?”

“Apa, sih? Nggak, ah. Kakak nggak usah ngasih asumsi macem-macem, deh. Orang kenal aja nggak,” Juyeon menampik ketus.

Younghoon langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat begitu mendengar nada bicara Juyeon yang sepertinya tidak nyaman dengan topik yang ia bicarakan. Maka sebelum wajah cantiknya itu berubah masam lantaran merasa sebal diajak bicara perihal sesuatu yang tak ingin dia bahas, Younghoon perlahan menyibukkan diri dengan apapun itu, meskipun pekerjaan dia sebenarnya hanya memantau kegiatan karyawannya.

Tetapi, tunggu! Jika dihitung lagi, jumlah karyawannya ada sekitar enam orang. Lalu, kenapa justru yang ia amati hanya Juyeon seorang?

Juyeon mendengkus lagi. Netra yang semula memandang lurus ke depan, kini ia turunkan lagi menuju makan siang yang belum sempat ia sentuh. Namun, belah pandangnya justru dibuat bingung melihat keberadaan sebuah amplop kecil tepat dihadapannya.

Rasa keingintahuan yang besar menjadikannya alasan untuk meraih benda tersebut dan membukanya tanpa raut yang berarti. Oh, isinya adalah sebuah sticky note berwarna biru muda dengan beberapa tulisan diimbuhkannya di sana.

Isi HP lo nggak ada yang menarik, mana jelek pula. Lo pakai itu dari zaman kapan? Buyut gue aja HP-nya nggak sejadul itu. Kalau lo masih butuh, ambil aja di gang samping toko Flora.

“Dasar cowok bangsat nggak tahu diri, muka tembok, sok keras, titisan monyet pantat gede, si paling alay kuadrat! Lo yang maling, gue yang lo suruh ambil! Awas aja kalau gue ketemu lo habis ini, gue bakal tendang anu lo sampai telur puyuh kembar lo jadi menyatu! Gue janji atas nama diri gue sendiri, gue bales lo entar, asu!

Juyeon mengurut keningnya frustasi. Sungguh, dia menyesali kenapa harus memilih terjebak dengan Hyunjae yang luar biasa menyebalkan sekaligus sumpah-able tersebut. Padahal mereka tadi bertemu, kenapa Hyunjae tak menyerahkannya saja secara langsung kala itu?

“Harusnya tadi malem gue toyor aja kepalanya sampai lepas biar tampang songongnya itu tahu rasa—”

“Ju?” panggilan Younghoon menghentikan segala sumpah serapah yang belum sepenuhnya habis diutarakan. Monolid lelaki itu seakan mengedip tak percaya, sementara telunjuknya mengarah kepada sesuatu yang ada di depannya.

Seketika itu pula ia tersadar bahwa antrian telah terurut panjang seakan siap untuk memesan ketika Juyeon sedang sibuk mempertontonkan keberingasannya melalui macam-macam frasa tak pantas.

“M—mau pesen apa, Pak?”

Sial! Runtuh sudah image-nya di depan para pelanggan setianya.

.
[Tbc]
.

gak aku kasih warning, soalnya mayoritas kalian pasti udah tau kalo kebanyakan ceritaku itu isi dialognya ya ampas melulu, hehe (cuma yang ini lebih parah, sih. hahaha!)

Dulcet +MiljuWhere stories live. Discover now