Bab 4

321 41 6
                                    

Happy Reading.....🥰

_____________________

Keheningan membentang, meninggalkan rasa yang berbeda saat Elena mulai melangkahkan kakinya dan kini berdiri tepat di hadapan Deborah yang duduk dengan angkuh di sofa. Deborah meletakan kedua tangannya di depan dada dengan memandang Elena tajam dari ujung rambut hingga ujung kaki. Membuat Elena yang di perhatikan seperti itu merasa tak nyaman. Hatinya berdegup dengan kencang. Kali ini entah apa lagi kesalahannya, apa menyangkut bunga tadi siang, atau hal lain.

Gelas yang berada di atas meja, Deborah ambil, dan dia meminum sedikit isi di dalamnya. Lalu, dengan menggoyangkan gelasnya, Deborah kembali melihat ke arah Elena. "Kapan ibumu sembuh?" Dia bertanya kepada Elena.

Elena yang menundukkan kepalanya seketika mendongak. "Ibu saya masih belum membaik, Nyonya," jawab Elena.

Deborah terdiam, sedangkan matanya masih memperhatikan Elena. Dia mengakui bahwa Elena cantik. Elena memilki kulit yang begitu putih dengan wajah yang kecil, mirip seperti boneka. "Kau berani mengganti bunga di kamar suamiku tanpa meminta ijin dariku! Aku tidak menyukai itu!" Deborah menekankan setiap perkataannya.

"Tapi, Nyonya, Tuan sendiri yang meminta saya mengganti bunganya dengan bunga yang lain. Saya tidak bisa menolak," ujar Elena.

Ketika melihat Elena yang berbicara dengan percaya diri membela dirinya sendiri, serta berani menatapnya seperti itu, membuat Deborah kesal. "Tapi aku istrinya!" tekan Deborah.

"Saya tahu, Nyonya. Saya benar-benar minta maaf," balas Elena.

"Lain kali jika melakukan sesuatu harus bertanya dulu kepadaku! Sekarang kau boleh pergi," ucap Deborah. Dia mengibaskan tangannya mengusir Elena.

Elena menundukkan sedikit tubuhnya, setelah itu dia segera pergi meninggalkan Deborah yang masih memandangi kepergiannya.

**

Ketika malam telah tiba, Elena seperti biasa memasuki kamarnya. Dia mendudukan tubuhnya di atas ranjang dengan tangannya yang mulai membuka ikat rambutnya dan membiarkan rambutnya tergerai. Baju dan rok yang di kenakannya ikut dirinya lepaskan dari tubuhnya sehingga kini dia hanya mengenakan dalaman. Dia mengambil handuk dan berjalan ke arah kamar mandi untuk segera membersihkan dirinya dari keringat yang menempel di seluruh tubuhnya.

Setelah beberapa menit berlalu, Elena keluar dari kamar mandi. Saat ini dia segera mengambil gaun tidurnya dan mengenakannya.

"Bulannya." Elena bergumam ketika dia melihat ke arah kaca yang memperhatikan bulan jauh di atas langit. Bulan itu terlihat begitu kecil. "Aku ingin keluar dan melihat dengan puas," sambungnya. Dia tahu tempat yang bagus dan nyaman untuk melihatnya, tetapi tempat itu sekaligus berbahaya baginya, karena tempat itu tepat di belakang  paviliun Eizer. Tempat yang semalam membuatnya takut ketika Eizer menghampirinya.

Helaan napas Elena mengudara. Dia memilih menyisir rambutnya dan segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menurutnya, daripada dirinya melihat bulan dari sana dan akan mendapatkan masalah, lebih baik dirinya segera tidur karena besok dia harus kembali ke rumah sakit untuk menjenguk ibunya.

Ketika mata Elena muali terpejam, ketukan di pintu kamar terdengar, membuat Elena menoleh ke arah pintu. Dia bangun dari tidurnya dan secara perlahan berjalan ke arah pintu untuk membukanya.

"Ada apa, Bibi?" Elena bertanya saat orang yang mengetuk pintu kamarnya adalah Rose. Dia merasa bingung karena baru kali ini Rose menghampirinya malam-malam begini.

Wanita paruh baya itu terlihat mengawasi sekitar, dan setelah memastikan tidak ada siapapun di sana, dia mulai mendekati Elena, lalu berbicara secara pelan kepada Elena. "Elena, kamu harus pergi ke paviliun! Tuan memintamu untuk datang ke sana. Jangan mengatakan kepada siapapun!" ucapnya. Dia memandang Elena dengan sedikit tatapan berbeda.

Troubled ManWhere stories live. Discover now