2

35 7 1
                                    

Mungkin penampakanku sudah persis tikus kecebur got. Rambut awut-awutan karena melepas jas hujan. Rok merah basah kena air genangan hujan. Riasan luntur kena hujan. Tapi aku nekat masuk.

Dari sekian banyak gedung pencakar langit yang pernah aku masuki, gedung ini yang paling mewah. Bukan mepet sawah ya, tapi mewah dalam arti sebenarnya. Ubinnya marmer warna cokelat, ada aksen hitamnya. Orang yang lalu lalang semuanya pakai baju rapi, yang cewek akai high heels yang bunyinya 'kletak-kletok', yang cowok pakai kemeja pas badan kayak cogan di drakor-drakor yang kalau dibuka, langsung kelihatan otot aduhai merusak iman. Setiap ada yang masuk, aku mencium wangi semerbak parfum mahal. Tebak-tebak buah manggis, aku tebak gaji karyawan yang kerja di sini melebihi upah minimum pemerintah.

"Mau ke mana, Dek?" Pak Satpam menghadang saat aku belum jalan setengah meter.

Aku senang sih dibilang awet muda, tapi ya nggak sampai dipanggil 'Dek' juga kali. Serasa punya banyak kakak saja. Mending dipanggil 'Kak' atau 'Mbak' daripada 'Dek'.

"Mau ke CUAN Law Firm," kataku tidak sabar. Rokku basah ditambah AC dingin semriwing. Aku bisa mati kedinginan.

"Kenapa? Orang tuanya mau cerai ya?" tanya Pak Satpam.

Sembarangan saja ini orang main tuduh. Bisa kena pasal fitnah. Kenapa banyak orang sok tahu? Memangnya mukaku kelihatan kayak anak hilang banget ya?

"Bapak aku sudah meninggal, nggak mungkin cerai sama Ibu."

Gara-gara Pak Satpam sok tahu, aku jadi terpaksa menjelaskan keadaan keluargaku.

"Oh, mau gugat warisan," Pak Satpam melanjutkan ke-sok tahuan-nya. "Tapi CUAN Law Firm mahal lho, Dek. Biasanya artis sama pejabat yang pakai jasanya."

Wah, nganggap sepele nih Pak Satpam. Mukaku kere banget ya?

"Bapak nggak tahu ya siapa orang tuaku?" tanyaku dengan mata memicing. Pak Satpam menggeleng.

"Bapak tahu siapa yang punya gedung ini?" tanyaku lagi. Pak Satpam masih menggeleng.

"Orang tua Adek yang punya gedung ini?"

Aku menyeringai. Aku nggak bohong lho. Aku nggak bilang iya dan nggak menyangkal. Dia saja yang sok tahu.

"Buruan Bapak biarin aku masuk. Kalau nggak, nanti Bapak dipecat lho," ancamku semoga meyakinkan.

Taraaaa! Berhasil. Pak Satpam mundur, memberi jalan agar aku lewat. Biasanya orang sok tahu memamg gampang dibodohi.

Aku nggak membuang waktu, langsung menuju tempat lift. Eh, ada di lantai berapa ya CUAN Law Firm?

Aku mengambil HP untuk melihat e-mail balasan. Kantor CUAN Law Firm ada di lantai 20 sampai 22. Tiga lantai sekaligus. Kebayang besarnya kantor ini.

"Cap cip cup kembang kuncup," kataku seraya menyentuh tombol 20, 21, dan 22 bergantian. Aku bingung kan harus menuju lantai mana.

Telunjukku terakhir berhenti di tombol 20 yang segera aku tekan. Wow, lift - nya transparan. Aku bisa melihat keadaan di bawah. Lift ini meluncur cepat. Kayaknya nggak sampai lima detik, aku sudah sampai di lantai 20.

Ting!

Pintu lift terbuka. Beneran law firm sultan. Tulisan Candra, Utomo, Andika, Narendra and Partners Law Firm dipahat pakai bahan yang ada emas-emasnya. Bukan emas betulan, tapi tetap terasa mewah.

Lobi kantor sepi. Hanya ada mbak resepsionis. Kayaknya masih muda, sekitar 20-an awal. Dia mendongak begitu aku datang.

"Selamat pagi, sudah buat janji?" tanya Si Mbak dengan senyum profesional.

SALAH PELET [Hasrat Panas Bos]Where stories live. Discover now