ELLA

37 3 0
                                    

Aku menyimpan banyak rindu.
Tapi kau tidak perlu tahu.

"Ben, apa Al bersamamu?" Ella duduk di kursi makan dengan gelisah. Makanan di hadapannya sama sekali belum tersentuh. Sementara di seberangnya, Zoey sedang menikmati makan malamnya sambil sesekali memperhatikan ibunya.

"Tidak. Sejak bertemu Al minggu lalu, aku belum bertemu dengannya lagi," sahut Ben di seberang.

"Apa dia menghubungimu?" Ella bertanya lagi.

"Tidak. Memangnya kenapa, sih?"

Ella melihat jam dinding. Pukul delapan malam. "Tidak apa-apa. Aku cuma khawatir saja. Tidak biasanya Al begini. Aku telepon tidak dijawab, aku kirim pesan tidak dibalas."

"Tenang, Ella, oke?" kata Ben. "Aku juga akan menghubungi Al."

"Semoga saja kalau kau yang menghubunginya, Al menjawab. Terima kasih ya, Ben."

"Sama-sama, Ella. Kalau sudah ada kabar dari Al, aku akan menghubungimu." Ben mengakhiri percakapan.

Ella meneguk air putih dari gelasnya. Dia belum tenang. Hatinya dijalari kegelisahan. Pikirannya mulai bermunculan macam-macam. Apakah terjadi sesuatu pada Al? Apakah lelaki itu baik-baik saja?

Sembari mengelus perutnya, Ella kembali mengirimkan pesan pada Al.

***

Napas Ella terengah-engah ketika ia terjaga tengah malam. Baru saja ia dihantui mimpi buruk. Tubuhnya tegang dan basah oleh keringat. Jantungnya berdetak luar biasa kencang.

Dalam mimpinya, Al sedang mendaki bukit yang sangat tinggi. Ella berseru memanggilnya, tapi Al seolah tidak mendengarnya dan terus melangkah. Di puncak bukit itu, terlihat lautan yang sangat luas di depannya. Tanpa berkata apa-apa, Al terjun. Ella berteriak kencang.

Mimpi, Ella. Itu hanya mimpi. Begitulah Ella berkata pada dirinya sendiri.

Setelah merasa lebih tenang, Ella bangkit ke posisi duduk. Ia menyalakan lampu di atas nakas dan meraih ponselnya. Masih belum ada balasan dari Al.

Ella berharap Al baik-baik saja. Matanya terpejam erat. Saat ini, ia khawatir dan ketakutan.

***

Saat mendengar suara gelegar petir dan jeritan Zoey, Ella yang semula sudah tidur, segera melompat turun dari tempat tidur dan ke kamar putrinya. Tapi ternyata, ia kalah cepat dengan Al yang sudah berada di sana.

Ella menarik napas lega melihat keberadaan Al di sana. Lelaki itu baik-baik saja. Setidaknya, hanya itu yang ingin ia tahu.

Tidak bergerak dari ujung pintu, Ella melihat bagaimana Al membacakan cerita untuk putrinya, menghibur anak itu agar tidak ketakutan lagi sampai akhirnya Zoey tertidur.

Begitu perhatian. Begitu penuh kasih sayang.

Dengan langkah sangat pelan, Ella memasuki kamar Zoey. Ia berdiri di dekat tempat tidur, melihat pemandangan indah yang membuat hatinya tersentuh.

Al tidur di samping Zoey.

Laki-laki itu tidur menelungkup, wajahnya menoleh ke arah Zoey. Keduanya tidur sama lelapnya.

Melihat Al masih mengenakan setelan kerja, Ella merasa harus membangunkan Al agar berganti baju, lalu kembali tidur. Ia menggoyang-goyangkan bahu Al, tapi alih-alih membuka mata, laki-laki itu justru bergerak mendekat pada Zoey dan meringkuk lebih dalam di kasur. Begitu juga dengan Zoey yang kini berbaring miring, menghadap Al.

Almost is Never Enough (SEGERA TERBIT)Kde žijí příběhy. Začni objevovat