Johnny menarik lembut tangan Haechan. Johnny berjongkok menyamakan tinggi Haechan.
"Paman, tolong mae!". Kata Haechan sambil menangis.
"Paman tidak bisa menolong mae. Paman hanya bisa membantumu bertemu dengannya tapi tidak di sini!". Kata Johnny sambil menatap teduh mata Haechan.
"Lalu dimana?". Tanya Haechan.
"Di tempat lain, apakah kamu mau?".
Haechan dengan polosnya mengangguk dengan antusias.
Johnny mengeluarkan sebuah pistol lengkap dengan supressor yang terpasang pada ujung barel senjata api itu untuk mengurangi efek suara yang ditimbulkan dari tembakan senjata itu.
"Apakah ini mainan?". Tanya Haechan.
Johnny menganggukkan kepalanya.
"Mau melakukannya bersama?". Kata Johnny.
"Iya aku mau paman!".
Johnny memegang tangan kecil Haechan, tangan kecil itu memegang senjata api dengan tangan Johnny yang menuntunnya. Johnny menempelkan ujung senjata tajam itu tepat di dada sebelah kiri Haechan. Johnny ingin melakukannya tanpa rasa sakit untuk Haechan.
"Kamu bisa berhitung?" Tanya Johnny.
Haechan mengangguk riang. Anak kecil itu rupanya tidak paham bahwa sesuatu yang ia anggap mainan itu bisa merampas nyawanya.
"Berhitunglah dan tutup matamu!". Titah Johnny.
Haechan menutup matanya rapat, dan ia mulai menghitung.
"1".
"2".
"3".
Desp
Johnny menarik pelatuk senjata tajam itu yang berhasil menembus langsung di jantung Haechan.
Bruuk
Tubuh kecil itu kini terjatuh dan tak bernyawa. Hati Johnny sangat hancur. Dia telah merampas nyawa seorang anak kecil yang tidak memiliki dosa itu.
"Benarkah kamu anakku?". Gumam Johnny dengan lelehan air matanya. Johnny menggendong tubuh kecil Haechan dan membaringkannya di sisi jasad Ten, tak lupa Johnny mengalungkan tangan kecil Haechan di tubuh maenya itu.
"Maafkan aku!". Bisik Johnny.
Selesai dengan tugasnya, Johnny segera meninggalkan kedua jasad manusia yang sudah tak bernyawa itu.
- No Tittle -
Setelah selesai menyuapi sarapan dan membantu meminumkan obat pada suaminya, Taeyong segera bergegas untuk pergi mengurus butiknya pagi itu.
Kini Taeyong sedang celingukkan mencari remote mobilnya.
"Di mana aku menyimpannya?". Gumam Taeyong.
"Kamu mencari ini?".
Taeyong sontak menoleh ketika suara Jaehyun menyapanya.
"Maaf semalam aku meminjamnya. Ayo berangkat!". Kata Jaehyun.
"Kemana maksudmu?". Tanya Taeyong.
"Ke dokter memeriksakan kandunganmu".
"Kandungan? Aku tidak akan pernah mengandung, suamiku tidak bisa melakukannya denganku!".
"Bukan suamimu tapi aku!". Jawab Jaehyun.
"Kalaupun memang iya, aku akan membunuhnya!". Ucap Taeyong sambil berjalan meninggalkan Jaehyun.
Jaehyun segera menyusul Taeyong.
Beberapa saat kemudian Jaehyun dan Taeyong berada di mobil, mereka sedang melakukan perjalanan ke sebuah rumah sakit.
"Jadi kamu menemukan kamera pengintaiku? Darimana kamu tahu?". Kata Jaehyun.
"Aku tak sengaja melihatnya!". Jawab Taeyong tenang.
"Kamu belakangan ini juga mengirim pesan kepada kakek!".
"Dari mana kamu tahu? Kamu menyadap ponselku?". Tanya Taeyong penuh selidik.
"Tentu saja tidak!". Jawab Jaehyun.
Selain itu, tanpa sepengetahuan siapapun, Taeyong sudah mengirimkan sebuah email kepada sekretaris ayahnya dahulu. Taeyong tak memiliki nomor sekertaris ayahnya, namun ia teringat pernah mengirimkan berkas melalui email sekretaris ayahnya itu.
Taeyong mengirimkan pesan dan menanyakan nomor sekretaris itu karena sudah satu bulan lebih ayahnya tak mengirimkan pesan kepadanya.
Taeyong segera mengambil ponselnya ketika ponselnya itu berbunyi. Taeyong membuka ponselnya dan menemukan pesan di emailnya. Pesan itu adalah balasan dari sekretaris ayahnya di Chicago. Ia mengirimkan pesan berupa nomor telfon sekretaris itu dan menghimbau Taeyong untuk menghubunginya karena ada sesuatu hal yang perlu ia bicarakan. Setelah menyimpan nomor itu, Taeyong menyimpan kembali ponselnya.
"Dari siapa?". Tanya Jaehyun.
"Bukan urusanmu!". Jawab Taeyong kethus.
Jaehyun mendengus mendengar jawaban kethus itu.
Sekitar lima belas menit, mereka sampai di sebuah rumah sakit. Taeyong melakukan beberapa pemeriksaan dan benar, dokter mengatakan saat ini Taeyong sedang hamil. Dan dapat dipastikan, janin itu adalah milik Jaehyun.
Berbeda dengan Taeyong yang terlihat risau, Jaehyun justru merasa bahagia dan puas karena usahanya menanam benih di dalam Taeyong tidaklah sia sia.
"Beristirahatlah di rumah, aku tidak ingin kamu terlalu lelah. Kamu harus menjaga calon bayi kita!". Kata Jaehyun.
Kini mereka sedang dalam perjalanan untuk kembali ke mansion. Taeyong mengepalkan tangannya, ia begitu muak dengan kelakuan Jaehyun. Dia tidak habis pikir bagaimana bisa anak yang ia lahirkan sendiri melakukan hal seperti ini padanya. Jaehyun benar benar sebuah bomerang.
"Aku akan membunuhnya!". Kata Taeyong sedikit pelan namun masih bisa terdengar oleh telinga Jaehyun.
"Lalu kamu akan menukarnya dengan apa? Yunho?". Kata Jaehyun.
"Jangan sekalipun kamu menyentuh suamiku lagi Jaehyun. Dia adalah hidupku, jika berani kamu membunuhnya, maka bunuhlah aku juga!". Teriak Taeyong.
Jaehyun merasa emosi dan kesal dengan perkataan Taeyong. Secinta itukah Taeyong kepada Yunho? itu tidak bisa dibiarkan. Taeyong adalah milik Jaehyun, Taeyong harus mencintai Jaehyun saja tidak boleh yang lainnya.
Dengan penuh emosi, Jaehyun memberhentikan mobil itu, mengambil kunci inggris lalu keluar dari mobil dan menghantamkan kunci itu beberapa kali pada kaca mobil Taeyong.
"AKU SUDAH BILANG KAMU ITU MILIKKU!".
Praaak
Taeyong yang masih berada di dalam mobil itu reflek melindungi wajahnya dengan menutupinya menggunakan tangan. Ia mulai sesenggukan menangisi nasibnya dan anaknya sendiri itu. Taeyong merasa gagal menjadi seorang bubu. Apa yang harus ia lakukan kalau sudah seperti ini?
Taeyong mencintai Jaehyun, tapi sebagai anaknya. Taeyong membenci Jaehyun tapi sebagai seorang psiko.
Taeyong mengambil ponselnya tatkala notifikasi masuk ke dalam ponselnya, matanya melotot tatkala membaca sebuah feed yang mengerikan. Sedangkan di luar sana, Jaehyun memundurkan tubuhnya dan terduduk di jalanan. Nafasnya memburu, jantungnya bekerja dua kali lipat lebih cepat, perasaan cemas menghampirinya.
Jaehyun meremat rambut rambut di kepalanya yang begitu berisik itu. Peluh sudah menetes dan membasahi rambutnya. Tubuh Jaehyun bergetar hebat menahan 1001 sensasi yang menyerangnya tatkala serangan panik melanda.
"Kamu milikku kamu milikku!". Bisik Jaehyun.
- No Tittle -
TBC
YOU ARE READING
NO TITTLE | JAEYONG
Fanfiction"Seberapa besar kamu menginginkanku Jaehyun?". Bisik Taeyong. "Aku tidak tahu. Tapi satu hal yang harus kamu tahu. Sejak aku lahir aku hanya mencintai satu orang. Yaitu dirimu!". Jawab Jaehyun. WARNING! BXB JAEYONG SHIPPER HOMOPHOBES STEP ASIDE
PART 10
Start from the beginning
