Lelaki itu mendekati balita itu.

"Jaehyun jangan!". Kata Ten memohon.

Ya lelaki itu adalah Jaehyun. Ten sangat mengenalnya. Jaehyun adalah anak dari sahabatnya, Ten juga tahu Jaehyun sangat terobsesi dengan Taeyong.

Tak mendengar peringatan dari Ten, Jaehyun menggendong dan memangku balita itu. Balita yang tak mengerti apa apa itu terkekeh.

Sedangkan Ten, ia sudah sangat khawatir. Ia takut Jaehyun menyakiti balitanya.

"Dia anakku? Atau anak Johnny ya?". Gumam Jaehyun.

Ya, anak itu adalah hasil dari Jaehyun dan Johnny, namun entah benih siapa dia itu.

"Jaehyun, kumohon biarkan dia bersamaku, aku tidak akan pernah meminta pertanggung jawaban siapapun!". Kata Ten dengan suara yang bergetar.

"Kamu cukup tahu diri ya. Tapi sayangnya aku ke sini untuk mengambilnya. Siapa tahu dengan aku mengambilnya aku bisa memonopoli Jung Taeyong!". Kata Jaehyun.

"Jae, Taeyong adalah bubumu, dia yang melahirkanmu!".

"Sssst!". Kata Jaehyun menenangkan balita yang tiba tiba saja menangis itu.

Jaehyun berdiri dari duduknya sambil menggendong anak itu.

"Aku pergi!".

Ten panik, ia bersimpuh di kaki Jaehyun sambil memeganginya.

"Jaehyun apa yang sebenarnya kamu inginkan. Tolong jangan Chanie!". Kata Ten sambil menangis.

"Baiklah!".

Jaehyun kembali duduk di sofa kecil itu lagi sambil menepuk nepuk pundak balita itu.

"Ambil ini!". Jaehyun memberikan sebuah invitation kepada Ten.

Ten mengambil dan membacanya, untuk apa Jaehyun memberikan sebuah undangan untuk 3 tahun yang akan datang.

"Un untuk apa ini?".

"Simpan itu dan berikan pada Taeyong 3 hari sebelum tanggal itu. Dan kamu masih bekerja di tempat Yunho?".

Ten mengangguk perlahan.

"Berikan semua informasi perusahaan itu kepadaku saat aku memintanya dan pasang kamera ini di tempat yang sudah kutentukan!".

"Tapi Jaehyun?".

"Apakah Haechan pantas untuk ditukar dengan kata TAPI? Aku tidak menerima penolakan dan negosiasi. Cukup lakukan apa yang kuperintahkan atau aku membawa anak ini. Jangan menghianatiku Ten Lee, kamu tahu siapa aku? Aku akan menemukanmu dimanapun kamu bersembunyi!"

Ten menunduk dengan badan yang gemetar. Bagaimana mungkin dia akan menghianati sahabatnya? Ya, Haechan adalah dunianya, Haechan adalah hidupnya. Jadi di malam itu, Ten terpaksa mengikuti perintah Jaehyun demi keselamatan Haechan.

Flashback end

"Tae, apakah kamu tahu? Jaehyun kembali Korea sejak 4 tahun yang lalu. Selama itu dia selalu mengikuti dan mengawasimu. Taeyong maafkan aku, aku tahu aku salah telah menghianatimu. Jaehyun lebih berbahaya dari yang kamu pikirkan. Dia akan melakukan segala macam cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Siapapun yang mengusik dan menghianatinya pasti akan berakhir ditangannya. Taeyong...".

Air mata Ten tak dapat dibendung lagi, perasaan bersalah dan ketakutan merasuki hatinya.

"Mungkin besok kamu tidak akan bisa bertemu denganku lagi, tapi aku tidak menyesal karena aku sudah menjelaskannya kepadamu, jadi tolong Tae, maafkan aku!". Kata Ten.

- No Tittle -

Taeyong memasuki kamarnya, ia masih memikirkan perkataan Ten. Jika memang Jaehyun sudah kembali ke Korea selama itu lalu mengapa ayahnya di Chicago selalu berkirim pesan mengatakan bahwa Jaehyun sudah lebih baik dari dulu. Ayahnya itu juga berkata di sana Jaehyun menemui seorang profesional untuk membantunya sembuh dari gangguan kesehatan mentalnya.

Taeyong mendongak, menatap sekitarnya berusaha menemukan kamera yang katanya Ten sudah empat tahun terpasang di dalam kamarnya.

"Total ada 6 kamera di kamarmu. di atas pintu, di meja riasmu, di pojok lukisan ikan, di baljon dan dua lagi di kamar mandimu!". Kata Ten.

Taeyong mendekat, ia mengamati meja riasnya dan menemukan satu kamera berukuran sangat kecil dengan detektor suara yang meyala merah. Ukurannya sangat kecil, pantas saja Taeyong tak menyadarinya.

"Kamu benar benar monster Jaehyun!". Gumam Taeyong.

Sedangkan di apartemen Ten. Ten sedang tergesa mengemasi beberapa baju dan barang berharganya. Jantungnya berdegub kencang, nafasnya berhembus cepat tak karuan.

Ten sangat ketakutan sekarang, seseorang pasti akan segera datang untuk merampas nyawanya. Namun perasaannya itu benar, belum selesai Ten mengemasi pakaiannya, seseorang mengetuk pintunya. Sudah terlambat bagi Ten untuk pergi dari sana. Sialnya apartemen kecil itu hanya memiliki satu pintu.

Tok

Tok

Tok

"Mae, ada tamu!". Kata Haechan.

"Ssst!". Desis Ten dengan jari telunjuknya di depan bibir.

Untung saja Ten sudah mengunci pintu apartemennya itu.

Air mata Ten berderai, ia sangat ketakutan hingga tubuhnya gemetar hebat. Ten menghampiri Haechan dan menatapnya lekat sambil memegang kedua pundak anaknya itu.

"Chanie, ikut Mae!".

Ten membawa Haechan ke dekat jendela kecil apartemen itu.

"Chanie masih ingat cafe yang tadi? Chanie pergilah ke sana belikan mae chesee cake ya!". Kata Ten sambil menahan tangisannya.

Ten memasukkan dompetnya ke dalam tas lecil milik Haechan, lalu memakaikan tas itu pada punggung Haechan. Sedangkan pintu apartemen itu terus diketuk oleh seseorang, bahkan seseorang itu berusaha mendobrak pintu itu.

"Chanie takut mae!". Kata Haechan dengan raut ketakutannya.

"Chanie anak laki laki, Chanie tidak boleh takut. Apapun yang terjadi, Chanie tidak boleh kembali ke rumah ini. Janji?". Kata Ten sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Haechan menautkan kelingking kecilnya dengan kelingking milik Ten.

"Tapi benar ya mae cepat susul Chanie ke sana!". Kata Haechan.

"Iya sayang, mae janji!".

Setelah itu, Ten membantu Haechan keluar dari jendela kecil di apartemennya itu. Ten segera mengambil pisau dapur untuk berjaga jaga dan ia memutuskan untuk bersembunyi di dalam sebuah lemari kayu di apartemennya itu.

- No Tittle -
TBC

Ngebut ye. Ngeeeeng

NO TITTLE | JAEYONGWhere stories live. Discover now