selamat menikmati

10 2 0
                                    

Bel pintu kafe berdering, Name melangkah masuk ke dalam. Barista yang sedang mengambil tugas di kasir langsung mengenali wajah Name, melambaikan tangan. Name tersenyum, menghampiri meja kasir, siap memesan minuman.

"Seperti biasa, Name?" Barista wanita itu bertanya santai, mulai menekan tombol-tombol di layar tab. Alunan musik jazz terdengar lembut.

"Ya, seperti biasa saja." Name tersenyum, merogoh tas dan mengeluarkan handphonenya. Dia langsung men-scan QR yang terpampang di situ. Membayar.

"Baik, pesanan akan diantar langsung, silahkan ambil tempat duduk dan enjoy your afternoon, Name." Barista itu mengangguk sambil tersenyum. Name balas mengangguk, mulai memilih kursi.

Kafe ini sedang tidak ramai, tapi juga tidak sepi. Meja-meja terisi, tapi masih banyak tempat kosong. Kafe yang didominasi warna cream pucat dan coklat muda, juga beberapa lampu putih hangat, ditambah cahaya matahari sore dari jendela-jendela besar di sana. Beberapa orang memegang laptop, fokus dengan pekerjaan mereka masing-masing. Satu dua duduk bersama teman, berbincang-bincang sambil tertawa. Sisanya duduk sendiri, sekedar menikmati sore.

Sore yang cerah, awan tipis menghiasi. Name memilih salah satu kursi di dekat jendela, sengaja ingin menikmati pemandangan di luar. Mengatur posisi, meletak tas, Name menunggu pesanannya sambil menikmati lagu jazz yang terputar lembut.

Lima menit, pesanannya datang. Barista wanita itu sendiri yang mengantarkannya. "Silahkan menikmati, Name," ucapnya sopan. Name balas tersenyum, menerima piring dan gelas.

Dia mulai menikmati makanannya sembari melihat ke jendela. Dia sedang menunggu 'golden hour' paling bagus.

Kringg! Bel pintu kafe berdering, seorang pria dengan satu buket bunga mawar melangkah masuk. Berkemeja rapi, sepatu mengkilap, penampilan yang amat menawan. Pria itu memesan dua minuman, lantas mengambil kursi di meja seberang meja Name. Dia meletak buket bunga di meja, bau semerbak keluar dari sana. Dia terlihat gugup, sesekali menyisir rambutnya dengan jemari.

Name melirik pria itu, memperhatikannya. Garis rahang yang menonjol, kulit halus, pun postur tubuh yang tegap. Dia berkali-kali melirik jam tangannya, seolah menunggu seseorang.

Name tidak terlalu memperhatikan, meneruskan makan sambil terus menunggu 'golden hour' itu. Tapi dia tidak bisa menolak dirinya untuk tidak mendengar gumaman pria tersebut. "Aku tidak telat ... dia bilang di chat juga kalau akan bertemu di kafe ini..." Name melirik pria itu, sedikit kepo.

Pria itu mengeluarkan handphonenya, membuka chat dengan seseorang. Tangannya mengetik sesuatu, lantas mengirim pesan. Dia menghela nafas panjang, " Señora, kau bilang kita akan first date di sini, tapi kenapa kau belum datang?" gumamnya pelan, mulai putus asa.

Ting! Notifikasi pesan. Pria itu mengambil handphonenya, membaca dengan seksama pesan itu. Wajahnya seketika pucat, kecewa berat, sakit hati. Tangannya yang memegang handphone sedikit bergetar, matanya mulai berkaca-kaca.

"Permisi, mas. Ini pesanan minumannya." Barista wanita itu meletak dua gelas minuman hangat di meja. Pria itu buru-buru memasang wajah sebaik mungkin, tersenyum. Tapi tidak bisa ditutupi, kesedihan terlihat di wajahnya.

"Terimakasih," ucapnya. Barista tersebut bertanya-tanya melihat wajah sedih sang pria, tapi memutuskan tidak ikut campur, undur diri. Pria itu meraih gelasnya, tangannya bergetar hebat.

Name terdiam menatap pria itu, menatap iba. Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya, ide yang sedikit gila. Name mengatur nafas, menimbang, lantas memberanikan diri.

"Permisi," Name memanggil pria itu tanpa bangkit dari kursi. Pria itu melihat ke arah Name, tatapannya bingung bercampur sedih. Name tersenyum hangat, "Kalau anda tidak keberatan, anda bisa duduk dengan saya." Name sejujurnya memaki dirinya dalam hati, memalukan sekali. Tapi di luar dugaan, pria itu balas tersenyum, beranjak bangkit. Dia membawa buket bunga dan dua gelas minuman hangat ke meja Name, duduk di seberangnya.

Name membeku sejenak, buru-buru tersenyum, memperbaiki posisi duduk. Pria itu menyodorkan buket mawar ke Name, menatap sedikit malu-malu. "Ambil saja..." Name sempurna membeku lagi, salah tingkah. Dia kikuk mengambil buket bunga, meletaknya di sebelahnya.

"Anda tidak apa-apa?" Name memberanikan diri, memulai percakapan. Pria itu menatap Name lembut, tersenyum setelah menyeruput minuman hangatnya.

"Saya tidak apa-apa, kencan pertama saya tidak jadi datang, dia sudah pergi dengan yang lain. Baru tadi dia mengabari saya," pria itu berkata lemas, sedikit menunduk.

Name menatap iba, "Maaf untuk hal itu," ucaonya pelan. Pria itu menggeleng, melambaikan tangan.

"Tidak apa, señora . Setidaknya sekarang saya sudah duduk di sini dengan kamu." Pria itu tersenyum, terkekeh kecil. Wajah Name menghangat, memerah, dia sedikit buang muka, salah tingkah lagi.

Sore ini, di golden hour paling baik, Name ditemani kencan barunya. 14 Februari, sore yang indah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 02 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Valentine Day | OneShot ReaderxCharaWhere stories live. Discover now