Rumah sakit dan obrolan tentang anak-anak

Bắt đầu từ đầu
                                    

Sejak 20 menit yang lalu ia terus menangis, membuat ibu kerepotan.

"Kenapa?" bapak membantu menggendong Rumi.

Namun, tangisannya malah semakin menjerit saat Rumi berpindah kegendongan bapak. Ia malah terbangun dan memanggil ibu, "mbu huaaa!"

Di hari normal saja Rumi sangat lengket dengan ibu, apalagi saat ia sakit seperti sekarang. Tanpa harus melek pun ia tahu mana ibunya dan bukan. Terpaksa bapak memberikan Rumi kegendongan ibu lagi.

Dengan sabar ibu mengayun-ayunkan Rumi, menengkannya sambil mengelus punggungnya yang sedikit basah karena keringat. Pelipisnya juga mengeluarkan keringat dingin, dengan telaten ibu mengelapnya.

"Masih panas?" bapak menghampiri ibu yang masih berdiri menimang Rumi agar tertidur, "udah tidur, sini gantian."

Ibu menggeleng, menyuruh bapak untuk jangan berisik. Walaupun Rumi sudah kembali terpejam, ibu rasa ini bukan waktu yang tepat untuk melepaskan putranya dari tangan ibu.

"Masih panas tapi udah turun, nggak sepanas kemarin."

Sesekali ibu mengecek Rumi yang sudah tertidur di pangkuannya, tanpa melepaskan putranya ibu duduk di sebelah bapak di sofa. Mengistirahatkan badannya yang sudah mulai pegal.

"Hari ini Hazel mampir sama mama," ibu membuka setoran cerita kepada bapak, "awalnya dia excited banget bisa ketemu adeknya lagi, tapi pas liat Rumi di infus sama wajah adeknya yang lesu aku lihat jelas ekspresi Hazel juga langsung murung."

Bapak mendengarkan cerita ibu sambil mengelus punggung Rumi. Tanpa menyela ucapan ibu, bapak hanya mendengarkannya sambil menatap ibu dan Rumi bergantian.

"Mana Rumi minta ikut pulang terus, jadi Hazel bingung. Kasihan biasanya lihat adeknya penuh energi, sekarang dia ngeliat Rumi lemes banget sampe matanya sembab. Sampe sebelum Hazel pergi, dia minta buat aku izinin Rumi pulang aja," mengingatnya kembali membuat ibu tersenyum hangat.

Melihat senyuman ibu disaat dirinya terlihat sangat lelah, bapak juga ikut tersenyum. Bapak langsung membayangkan bagaimana kejadian itu terjadi. "Kamu ngerasa gak? Sifat Hazel nurun banget dari kamu, cepet khawatir."

Tidak ada tanggapan dari ibu. Ia hanya memandang ke arah putranya yang sedang tertidur di pangkuannya. Kadang - kadang ibu sadar dengan kesamaan sifat dirinya dengan putri pertamanya, karena banyak keluarganya yang berucap demikian.

"Ibu...," Rumi kembali bersuara dalam tidurnya.

"Pindah ke kasur ya, ibu temenin."

Ibu membawa Rumi untuk berbaring di kasur, walaupun tidak senyaman kasur dirumah Rumi menyetujuinya. Berbagi tempat dengan sang ibu, Rumi kembali tertidur berpelukan dengan ibunya.

"Kalau Rumi mirip bapak," ucap ibu.

Ucapan ibu cukup lantang atau mungkin karena ruangan sangat sepi, sampai terdengar oleh bapak.

"Mirip banget, sampe bikin ibu merinding."

"Hahaha, kok gitu sih sayang," protes bapak, "tapi aku nggak selincah Rumi, beda dong."

"Masa? Menurut aku sama aja ah, apalagi clingynya nih," ibu membuktikkan dengan cara melepas pelukan Rumi di tangannya.

Alhasil Rumi sedikit merengek. "Tuhkan," saat ibu kembali memeluknya Rumi kembali tenang.

Bapak terkekeh pelan takut menganggu tidur putranya. Ia menghampiri ibu dan mendudukkan dirinya di pinggir kasur, membuat ibu melontarkan protes. "Apalagi ini, sempit mas."

"Duduk aja kok, mau cium," bapak mengecup pipi ibu dan Rumi, setelahnya ia kembali ke sofa untuk tidur.

Saat dirasa Rumi sudah kembali tidur nyenyak, Ayu terbangun. Pelan - pelan ia pergi meninggalkan Rumi yang tertidur di ranjang lalu menghampiri Pram yang tertidur di sofa. Tujuannya adalah bukan untuk menemani tidur sang suami, tapi untuk melanjutkan makan malamnya yang sempat tertunda.

"Hmm," Pram bergumam dalam tidurnya, dan merasa ada yang menutupi pemandangannya.

Posisinya, badan Ayu membelakangi kepala Pram, makanya pemandangan Pram terhalangi. Namun, hal itu bukanlah jadi masalah, tidak peduli jika pemandangan depannya harus terhalang badan indah sang istri. Malah dengan senang hati, Pram memeluk Ayu melanjutkan tidurnya. Sedangkan Ayu, membiarkannya dan fokus melanjutkan makannya.

"Tuhkan, baru lepas dari Rumi sekarang di kunci bapaknya," makanan Ayu sudah habis dan sekarang ia mau membersihkannya, "permisi dulu mas sayang, aku mau beresin sampah."

"Nanti aja," tolak Pram, pelukannya semakin erat, "nanti aku beresin, sini tidur."

"Mana bisa, ini sofa sempit banget. Awas dulu, kalau dinanti - nanti banyak semut."

DIkira dengan Pram melepas pelukannya membiarkan Ayu untuk membersihkan bekas makannya. Namun nyatanya tidak, Pram bangun untuk mengubah posisinya agar Ayu bisa tertidur bersamanya di sofa.

 Namun nyatanya tidak, Pram bangun untuk mengubah posisinya agar Ayu bisa tertidur bersamanya di sofa

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Posisinya sekarang, setengah badan Pram menindih badan Ayu. "Mas aku baru makan masa langsung tiduran sih."

"Hm, gak papa bentar aja jangan pergi."

"Hah ..." Ayu menghela nafas dan membiarkan keinginan suaminya. Dalam hatinya ia berujar, tidak anaknya pun tidak bapaknya sama saja tidak pernah melepaskan badannya semudah itu. Jika Rumi hanya memeluk lengannya (karena badannya masih kecil), Pram memeluk seluruh badan Ayu, menguncinya agar Ayu tidak bisa pergi kemana - mana.

"Sleep well bapak sayang," dan akhirnya Ayu pasrah. Menepuk - nepuk punggung Pram lalu mengecup keningnya, membuat Pram tersenyum dalam tidurnya.


𓆝 𓆟 tbc 𓆞 𓆝

gatau deh ini nyambung atau nggak judul sama isi ceritanya 😖

(sequel) My Heart Calls Out For YouNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ