1

661 78 12
                                    

JIKA BERKENAN, MOHON SUPPORT PENULIS LEWAT VOTE, COMMENT, FOLLOW DAN SHARE CERITA INI KE BESTIE KALIAN YA. MERUPAKAN SEBUAH KEJAHATAN JIKA KENIKMATAN DUNIA DISIMPAN UNTUK DIRI SENDIRI. HAHAHAHAHAHA.
====================================================================

***××***
Scoll up. Scroll down. Scroll up. Scroll down. Entah sudah berapa kali aku melakukan itu. Aku melirik jam di layar laptop, 02.38 p.m.. Aku memijat kening, baru tersadar bahwa perutku hanya diisi oleh Americano sejak pagi. Bahkan aku sudah bersiap untuk gelas kedua. Aku bertanya-tanya, di mana rasa laparku? Jika sudah duduk dan berkutat dengan surat elektronik, menganalisa konten terbaru, menyusun strategi dan membuat ide konsep konten, aku akhirnya lupa bahwa aku adalah manusia yang butuh makan. Aku begitu fokus pada laptopku, tanpa menaruh perhatian pada hal lain.

Panjang umur, ketika aku sedang menyusun kata untuk membalas e-mail masuk, perutku akhirnya menyuarakan rasa perihnya. Hanya saja Tayana Rodney satu ini terlalu keras kepala. Aku menyelesaikan balasan e-mail terlebih dulu. Lima menit saja dan akhirnya aku terlepas dari kursiku.

Aku meraih tote bag, menimbang sekilas benda apalagi yang perlu kubawa dan akhirnya memutar tubuh. Kutinggalkan ruang kerjaku, memasuki lift dan turun ke lantai dasar. Setelah keluar dari pintu lobby aku pun sempat kebingungan. Antara berbelok ke kanan atau kiri. Sialnya aku tidak memiliki gambaran makanan atau mungkin camilan apa yang ingin kubeli.

Asal pilih, kakiku melangkah ke arah kiri. Seraya aku mengirimkan sebuah pesan pada atasanku, meminta izin keluar sebentar untuk mencari makan. Tak lama bunyi notifikasi terdengar. Aku sudah bisa menebak isi balasannya.

'Oke. Jangan lupa kasihanilah perutmu. Americano bukanlah makanan pokok kita. Setelahnya tolong kirimkan laporan perkembangan konten Beauty Products, aku—'

"Sh*t!!" Aku otomatis mengumpat setelah menyaksikan ponselku jatuh ke genangan air. Aku bergegas mengambilnya. Mataku membelalak karena layar ponselku menggelap. Pesan yang dikirim atasanku belum terbaca sepenuhnya. "D*mn it!"

Aku memutar tubuh, tatapanku memindai cepat mencari pelaku yang menubrukku sangat kencang. "HEY!! KAU MENJATUHKAN PONSELKU!!" Mataku tertuju pada satu pria dengan kaus lengan panjang hitam. Ia sudah berjalan jauh dan langkahnya sangat cepat juga lebar.

Aku berusaha mengejarnya dengan heels-ku. Namun ia terus melangkah pergi. Pada dasarnya jarakku saja sudah cukup jauh darinya. Aku masih mengejar sosoknya, berlari berlawanan arah dari lalu-lalang orang lain. Hal ini menyulitkanku hingga aku memutuskan berhenti.

Aku menyebar pandangan ke berbagai arah. Sosok yang kuincar tidak lagi terlihat. "Dasar tidak bertanggung jawab!!" kesalku. Aku menggeser tubuh ke pinggir jalan, sedikit beristirahat untuk mengambil napas. Rupanya aku sudah di titik sangat lapar, hingga tenaga kecil yang kulakukan untuk mengejar penabrak itu cukup membuatku berkeringat.

Aku mengangkat ponsel, berdoa dalam hati semoga benda ini masih berfungsi. Aku tidak suka dengan gagasan memiliki ponsel baru. Walau Brant sudah mengejek betapa lambannya kinerja ponselku. Prinsipku, membeli ponsel baru ketika yang lama sudah mati total. Aku memeriksa body benda elektronik ini. Aku meringis, mendapati goresan lecet di bagian belakangnya.

"Ah, sial!" Tidak ada tanda kehidupan ponselku akan menyala, padahal aku sudah menekan tombol power-nya cukup lama hingga berulang-ulang. Aku menghembuskan napas, mendecak kesal. Kucoba lagi untuk menyalakan benda menyedihkan ini. Hingga dirasa aku sudah berdiri tiga menit hanya untuk mencobanya menyala, hasilnya tetap nihil.

Aku mengepalkan kedua tanganku, menggeram kesal. Rasa ingin marah namun sadar tidak ada orang yang bisa menjadi pelampiasanku. Seseorang yang kuyakini pria itu, dengan kaus lengan panjang hitamnya, aku yakin ia adalah pelakunya. Entah ia sedang terburu-buru hingga tidak menyadari perbuatannya padaku. Atau ia menyadarinya hanya saja tidak peduli, karena ia sedang ada urusan mendesak. Bisa juga ia tidak sengaja menubrukku, lalu sadar akan kesalahannya namun takut untuk dimintai ganti rugi olehku. Entahlah, rasa kesal akhirnya bercokol di tenggorokanku.

THE OG BOSS (TheBossesSeries#2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang