🌸🌸🌸³

Start bij het begin
                                    

Jaeyun keluar dari toilet setelah membersihkan wajahnya. Dia berjalan dengan lemas mendekati sebuah bangku taman, mendudukinya melepas lelah. Senyumnya terbentuk saat dia melihat anak-anak kecil sedang bermain ditemani orangtuanya.

"Lucunya," gumamnya sambil terkekeh geli.

"Oh? Jaeyun hyung?"

Mendengar suara berat menyapanya, Jaeyun langsung menoleh takut. Dia menghela napas lega saat tau kalau orang itu adalah orang yang dikenalnya.

"Riki."

Pemuda Jepang itu bergegas duduk di sebelah Jaeyun. Menatap Jaeyun bingung dan penasaran.

"Hyung kenapa bisa disini?"

Jaeyun terkekeh kecil. "Perjalanan bisnis. Bagaimana denganmu? Pulang kampung?"

Riki mengangguk. "Ne. Kau sendirian, Hyung?"

"Tidak. Aku kemari bersama suamiku," jawab Jaeyun sambil menunduk, memainkan jemarinya yang terasa dingin.

"Lalu dimana dia?"

Jaeyun menggeleng pelan. "Aku tidak tau, Riki. Aku tersesat."

Riki memandangi yang lebih tua dengan penuh arti. Dia lebih peka daripada kelihatannya.

"Hyung, mau jalan-jalan denganku? Nanti kuantar kau pulang. Masih ingat hotel tempatmu menginap?"

Jaeyun menatap yang lebih muda dengan pandangan berbinar. "Aku ingat, tapi tidak tau jalannya. Benarkah Riki akan mengajakku jalan-jalan? Aku.. masih tidak mau pulang."

Riki terkekeh geli. "Tentu saja. Aku akan dengan senang hati menjadi pemandu wisatamu di Tokyo, Hyung."

"Terima kasih, Riki."

🎡🎡🎡

Sunghoon sudah kembali ke hotel berharap bertemu Jaeyun di kamar mereka. Namun kondisi kamar hotel mereka masih sama seperti pagi tadi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Jaeyun.

Ia memutuskan mengganti pakaiannya terlebih dahulu sebelum pergi mencari Jaeyun. Kemana tujuannya dia juga tidak tau. Dia tidak memiliki clue, sebab Jaeyun bahkan meninggalkan ponselnya.

"Tolong antar aku berkeliling Tokyo," katanya pada sopir yang mengantarnya.

Bila Sunghoon menaiki mobil, lain dengan Jaeyun yang berjalan kaki di Shibuya bersama Riki. Ia tak hentinya berdecak kagum melihat suasana Tokyo malam hari yang biasanya hanya dia lihat dari TV dan media sosial. Terasa begitu tak nyata, pemandangan yang tidak bisa dia lihat saat bekerja di kantor.

"Kau suka, Hyung?"

Jaeyun mengangguk. "Indah sekali, Riki."

Riki ikut tersenyum melihatnya. Pegangannya pada tangan yang lebih tua makin erat. Ia juga suka dengan momen mereka saat ini.

"Hyung, mau duduk dulu? Aku khawatir kau kelelahan."

"Tidak selelah itu sih, tapi baiklah, ayo duduk dulu."

Mereka pun mendekati sebuah bangku di depan salah satu pertokoan. Duduk bersebelahan dengan tangan yang masih saling menggenggam.

"Aku penasaran, bagaimana bisa kau tidak tau kalau dirimu hamil?"

Jaeyun menoleh sambil terkekeh geli. "Aku sama sekali tidak terpikirkan soal itu, Riki. Sesaat sebelum keberangkatan ke Tokyo, aku mulai merasa mual dan pusing. Kukira itu hanya karena aku salah makan atau mabuk kendaraan. Andai saja kau tidak menyuruhku membeli testpack, mungkin aku tidak akan tau soal kehamilanku sampai kembali ke Seoul. Ah tidak tidak, Sunghoon bilang dia akan mengajakku ke rumah sakit selesai acara. Mungkin aku akan tau saat itu."

He is my wifeWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu