Bab 2

114K 6K 51
                                    

Rasa penasaran terus mengusik ketenangan pikiran Nicholas hingga sulit sekali memejamkan mata, padahal malam sudah tinggi. Nicholas sedang menimbang-nimbang, etiskah bertanya langsung ke Sofia tentang hal yang sangat pribadi. Seharusnya etis, bukan? Nicholas punya wewenang menginterogasi status Sofia, sebab di kontrak kerja yang Sofia tandatangani, terdapat klausal yang melarang Sofia menikah dan memiliki bayi sebelum dia melewati tahun ke limanya. Namun, jika diingat kembali kelakuan Nicholas yang mengintip Sofia selagi gadis itu memerah ASI, pria itu insecure sendiri dengan wacananya untuk membuka introgasi ke Sofia.

Selagi Nicholas khusyuk berpikir, logo apel tergigit sebagian pada gawainya tampak menyala-nyala. Nicholas melirik benda persegi berwarna abu-abu grafit dengan tiga lensa kamera belakang sejenak sebelum meraihnya, terpampang nama sang istri sedang memanggilnya.

"Ya, Ta. Belum tidur kamu?" Anita dan Nicholas memang berhubungan jarak jauh selama tiga bulan terakhir ini. Nicho sibuk dengan kantor baru di Malang, sementara Anita fokus di kantor pusat, Tanggerang.

[NICHOLAS!!! Ada yang nggak beres ya sama otak lo?] bentak Anita galak.

"Apaan? Nothing to do with me!" Nicholas tak mau kalah, dia balas memekik.

[Nicho, lo paling tau apa yang amat sangat gue benci 'kan?]

Nicholas mengusap mukanya, ia mulai gugup. Mungkinkah Anita tahu dirinya sedang tertarik dengan salah satu karyawan kantor? Fatalnya itu sekretarisnya sendiri. Jika benar Anita tahu, dari siapa? Ya Tuhan, Nicholas belum siap ditendang tanpa apa-apa di tangan dari Bunomo Grup.

"Maksud lo apa? Udah deh, Nit. Jangan buang-buang waktu, langsung aja ke inti, apa yang bikin lo sampai mencak-mencak gini?"

[Lo kenapa main oke oke aja pas my mom nyuruh kita promil ke dokter kandungan langganannya? Bukannya kita setuju buat nggak ada bayi di pernikahan ini?]

"Iye, tapi gue mana berani kacangin emak lo."

Terdengar Anita mendesah kesal. [So tell me what's your plan?]

"Gue mana punya rencana, Anita. Harusnya gue yang nanya ke elo, apa rencana elo buat jinakin nyokap bokap lo itu?"

[Oh come on, Nicholas! Lo bikin semuanya makin rumit tau nggak sih?]

Nicholas berdecak tak percaya. "Ta, siapa yang terus-terusan nuntut punya bayi? Your mom, right? Orang tua elo, bukan orang tua gue yang udah tenang di alam baka sana. Dan siapa yang nggak mau hamil? Elo, Nit. Lo sendiri yang repot jadi orang."

Nicholas jadi ingat lagi bagaimana malam pertamanya dengan Anita yang super-super zonk itu. Anita ketakutan saat Nicho akan menyentuhnya. Beberapa kali Nicholas mencoba menenangkan dan meyakinkan, tapi Anita tidak bisa memberikan hak nafkah batin untuk sang suami. Tubuh dan hatinya tidak bisa menerima sosok laki-laki, entah trauma apa yang dialami oleh Anita, Nicholas tak pernah tahu, tapi Nicho meyakini istrinya pernah berada di titik terberat yang membuat orientasi seksualnya bergeser.

[Ya tapi lo jangan asal iyain aja kemauan my mom lah. Dia desak elo karena udah nggak mempan desak gue. Kalau lo nggak ladenin, ntar dia berhenti sendiri, Nicho.]

"Are you kidding me, Nit? Nyokap lo tuh mertua gue, mana bisa gue seenak jidat ke dia." Emosi Nicholas sudah mendidih di ubun-ubun, tapi ia berusaha tetap tenang. "Sekarang kita cuma punya dua pilihan. Pertama, lo bisa hamil tanpa having sex sama gue dengan cara inseminasi buatan. Jadi sperma gue akan dimasukin ke rahim lo pake alat kedokteran, bukan pake pedang gue yang elo takutin itu. Atau nggak lo ngaku mandul aja deh ke nyokap lo, jadi dia nggak akan kejar lo buat hamil. Beres."

[Ya enggak sesimpel itu juga, Nicho! Gue nggak mau hamil, sekalipun gue nggak berhubungan badan sama elo. Intinya gue nggak bisa melahirkan seorang manusia ke muka bumi ini. Gue takut. Dan gue juga nggak bisa ngaku mandul, bisa-bisa nyokab gue nyuruh gue berobat ke sana-sini sampai gue subur.]

Nicholas makin pusing. Apa sih maunya perempuan? Kenapa rumit sekali jalan pikiran mereka?

"Ya terus lo mau gimana? Mau bayar cewek buat hamil anak gue, terus elo yang pura-pura bunting kayak film India zaman gue SD itu?" celetuk Nicholas asal.

[Wait, what? Ada ya cewek yang mau sewain perutnya? Maksud gue mau dibayar buat lahirin bayi lo?]

Ah, wacana ini bikin otak Nicholas jadi travelling malam-malam. "Ya ada kali kalo dicari. Lagian gue cuma asal ngejeplak, Nit."

[Ya nggak apa- apa, biarpun asal ngejeplak ide lo bagus juga. Gue kok nggak kepikiran ya?] Suara Anita terdengar bersemangat. [Ya udah mulai sekarang kita hunting cewek yang bersedia dibayar buat hamil anak lo, Nicho.]

"Kok kita sih, lo aja kali, Nit."

[Hihhhh, lo juga nyari dong. Kan yang akan ewe sama tuh cewek nanti elo, Nicho. Maka sebaiknya lo yang cari, biar sesuai sama selera lo!]

Selera? Kenapa tiba-tiba bayangan Sofia yang sedang memerah ASI yang melintas di benak Nicholas ya.

"Halahhh, lo kayak nggak tahu gue aja. Gue mah omnivores. Asal doi punya lubang reproduksi aja gue siap gasak."

[Ya jangan sembarangan gitu, Nicho. Kali ini lo nggak cuma butuh disepong atau ngebor lubang doang. Lo butuh cetakan yang anti gagal. Kalau nyokapnya good looking and smart, bayinya bakal ganteng or cantik. Jadi pilih baik-baik, jangan asal comot!]

Nicholas mengangguk samar, ada benarnya juga ucapan Anita. "Ya udah deh, kita cari pelan-pelan dan bareng-bareng. Nanti berkabar aja."

[OK. Jangan lupa telepon my mom, minta batalin reservasi untuk konsul ke dokter kandungan langganannya.]

"Iya, iya, lagian gue belum bisa ninggalin Malang, banyak kerjaan harus gue pantau langsung. Lo tahu sendiri tukar guling tanah buat resort berjalan alot. Warga jual mahal karena banyak hoax bertebaran. Jujur gue dah stres banget ngurusin kerjaan di sini, Nit. Ketambahan elo and your mom. Bisa nggak sih kalian biarin gue idup tenang beberapa saat gitu. Gue udah jauh-jauh ngungsi ke Malang, masih aja kelen kejar. Terus kalau gue--"

[Bye Nicho!] Sambungan telepon terputus, Anita yang menutupnya padahal Nicholas belum selesai berbicara. Membuat lelaki berdarah Kanada - Depok itu mencak-mencak kesetanan untuk sesaat.

Nicholas mengambil air, berusaha menyejukkan tenggorokan. Siapa tahu kepalanya ikut dingin. Anita memang ahli dalam membakar emosinya. Usai menenangkan diri Nicholas merebahkan tubuh lelahnya di kasur. Ia bersiap tidur, namun entah kenapa otaknya memberikan gagasan cemerlang. Masih tentang Sofia. Nicholas terpikir untuk memasang kamera tersembunyi di ruang rahasianya, agar bisa leluasa mengamati Anita. Tangannya pun dengan gesit mencari nomor teknisi kenalannya dan langsung order CCTV.

"Gue udah gila apa? Masa cuma tontonan cewek meres tete aja bikin gue ketagihan, lah mending gue nonton bokep. Tapi gimana dong, gue beneran pengen lihat lagi Sofia memerah ASI," rancau Nicholas untuk dirinya sendiri.

***

Nicholas Mooreजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें