Tidak asik baginya, karena Toni saat ini malah menggenggam erat lengan mamanya sendiri, Clara. Padahal ia dan Toni seumuran, seperti Rafa dengan dirinya. Ternyata yang membully Rafa  hanya lah seorang pengecut yang sok berkuasa.

Toni dibuat menggidik ngeri, melihat tangan Vano yang dikepal erat mampu membuat ia membayangkan betapa kuatnya pukulan yang ia terima. Ia menggenggam erat tangan mamanya untuk menyalurkan rasa takutnya.

"Maaf, kedatangan tuan Dirga dan tuan James di sini untuk kepentingan apa?"

David bertanya mengenai alasan kedatangan Dirga dan James. Tentu ia sangat menyegani dua orang
tersebut. Ia harus menjaga citranya di depan mereka.

Vania menatap sinis David atas pertanyaan tidak bermutu itu. Pertanyaan yang tidak jelas. Dirga yang melihat ekspresi tidak senang istrinya langsung membalas pertanyaan David padanya.

"Rafa anak  kesayangan kami. Tentu jika anak kami mendapatkan masalah, kami langsung turun tangan."

"Tidak ada alasan bagi kami untuk tidak datang," Sarkas James dengan nada remeh.

Anak kesayangan?

Kepala sekolah beserta guru kembali terkejut, tak lupa David dan Clara langsung menatap horor ke
Anaknya. Toni menelan ludahnya dengan susah payah. Ia tidak tau jika Rafa tidak hanya memiliki
Keluarga Alarick di belakangnya, melainkan keluarga Ganendra juga. Toni benar-benar panik, bahkan  orang tuanya ikut menatap ia dengan tatapan tajam.

Apakah setelah ini mereka tetap bersikap biasa saja dengannya? Toni tidak yakin dengan hal itu.

"Lanjutkan!" Dirga memerintahkan kepala sekolah untuk kembali membahas permasalahan ini agar cepat selesai. Bukan maksud ia buru-buru karena akan ada suatu pekerjaan. Tidak, ia tidak memikirkan tentang pekerjaan.

Yang ia khawatirkan adalah abang-abangnya Rafa yang menunggu di parkiran. Dirga tidak seyakin itu jika anak-anaknya memiliki kesabaran yang lama. Sebelum abang-abangnya Rafa muncul dan memperkeruh suasana, lebih baik cepat di selesaikan.

"Baik tuan. Sampai dimana kita tadi?" Kepala sekolah menoleh menatap samping kiri kanannya yang terdapat guru-guru tak terkecuali Julia.

Julia menggigit bibirnya, tatapannya meliar menatap ke sembarang arah. Ia sadar dengan apa yang selama ini ia lakukan pada Rafa. Sikap buruknya, sikap tidak adilnya. Ia takut jika Rafa mengadu pada dua keluarga tersebut. Bagaimana bisa ia sebodoh itu. Derajat keluarganya Toni tidak ada bandingannya dengan dua keluarga tersebut. Julia benar-benar tidak ingin membuat masalah dengan keluarga itu.

Salah satu guru membantu kepala sekolah untuk menjawab. "Kami menanyakan kepada Toni dan Rafa untuk berbicara mengenai masalah ini karena mereka berdua yang terlibat."

Mendengar itu, kepala sekolah bernapas lega.

"Bukankah hanya Toni saja yang diberi kesempatan untuk berbicara? Bukan begitu bu guru?" Sarkas Helia dengan lirikan sinis ia berikan ke Julia.

Sontak semua atensi mengarah pada Julia yang saat ini membelalakkan matanya. Sial, kenapa jadi Seperti ini.

Julia menyunggingkan senyum canggungnya, "B-bu-bukan seperti itu bu. Maksud saya, saya menawari Toni terlebih dulu. Setelah itu baru Rafa," Julia mencoba membela dirinya dihadapan kepala sekolah dan dua keluarga itu. Sial, yang ia takutkan ialah Rafa. Ia takut jika Rafa membeberkan setiap perbuatannya selama ini.

"Nak Toni, jelaskan alasanmu." Kepala sekolah memerintahkan Toni untuk segera berbicara. Setelah Itu ia akan memutuskan hasil permasalahan ini. Ia tidak ingin tuan Ganendra dan Alarick semakin marah jika terlalu lama.

"Toni cepat." Desak David ke anaknya. Memaksa untuk cepat menjawab. David harap bukan anaknya
Yang bersalah di sini. Demi nama keluarganya, ia harap anaknya tidak menghancurkannya.

Toni dibuat pusing. Satu sisi jika ia berbicara jujur, orang tuanya pasti marah. Tapi jika ia berbohong, Ia tidak punya alasan yang pas. Belum lagi tatapan tajam dari Vano membuat ia semakin terintimidasi.

"Toni." Clara ikut memaksa anaknya untuk segera menjawab.

"Toni emm Toni," Gumam Toni dengan kepala tertunduk. Ekspresinya sangat kentara jika ia frustasi. Keringat dingin mulai menetes dari dahinya, bola matanya menyendu memikirkan nasibnya setelah ini.

Sial, ini semua salah Rafa. Andai Rafa mengatakan jika ia adalah adik dari Vano Alarick. Ia pasti tidak akan membullynya. Toni merasa jika ia telah dijebak oleh Rafa. Ia terlihat seperti orang bodoh di mata Rafa. Ia tidak terima!

Kesal dengan segala pikiran buruknya terhadap Rafa, Toni melirik tajam Rafa dengan tatapan tersirat permusuhan.

Rafa mengangkat alisnya, heran kenapa Toni tiba-tiba melirik tajam dirinya. Kali ini salah dia apa? Sedari tadi ia hanya diam.

Aksi Toni ketauan oleh Vano. Tidak terima jika adiknya diperlakukan seperti itu, Vano bangun dari Duduknya lalu melangkah cepat ke arah Toni. Vano kembali mencengkram kerah seragam Toni dengan Kuat sampai membuat Toni berdiri dari duduknya.

Sontak Clara mencoba melepaskan tangan kekar Vano dari anaknya, kepala sekolah mencoba kembali memisahkan Vano dari Toni. Clara menoleh menatap suaminya untuk meminta bantuan. Tapi David memilih tidak peduli. Ia tidak berani berbuat macam-macam dengan keturunan Alarick, bisa dibilang jika David saat ini sedang mencari muka dihadapan keluarga Ganendra dan Alarick. Lebih tepatnya, mencari aman.

Arya ikut andil untuk memisahkan anak dari majikannya. Ia harus melindungi tuan mudanya. Jangan sampai tuan mudanya mendapatkan kasus karena menghajar seorang remaja.

Sementara dari pihak Alarick dan Ganendra? Apakah mereka juga akan melerai pertikaian ini?

Tentu saja tidak. Mereka malah dengan santai melihat apa yang Vano lakukan saat ini.

"Bukankah anakku keren, James?" Sombong Dirga dengan wajah santai. Ia tidak mempermasalahkan Perbuatan anaknya.

James menganggukkan kepala menanggapi ucapan Dirga. Seringai tipis terbit di bibirnya. Sekarang hanya Vano. Nanti pasti tidak hanya Vano saja yang menghajar Toni.

Saat Rafa ingin melerai abangnya dengan Toni, lengannya ditahan oleh sepasang tangan lembut Mommy nya, Vania.

"Di sini saja sayang. Tidak perlu repot-repot berdiri. Nanti kamu lelah." Suara lembut Vania Mencoba menenangkan Rafa yang saat ini menampilkan raut muka khawatir. Kenapa harus khawatir, Ia malah berharap agar Toni ditinju anaknya dengan kuat sampai wajahnya Toni jelek. Hahahha.

"Tapi mom-" ucapan Rafa dipotong oleh Vania.

"Diam. Turuti perintah mommy." Kali ini bukan suara lembut lagi yang dilontarkan oleh Vania. Suara tegas Vania yang jarang ia berikan pada Rafa, membuat Rafa bungkam. Tidak berani membantah lagi.

Toni merasakan tarikan kuat pada kerahnya. Dan itu membuat lehernya tercekik. Kekuatan Vano benar-benar kuat. Toni menutup matanya rapat agar tidak bersitatap dengan tatapan tajam nan dingin dari Vano. Ia tidak ingin mendapat pukulan lagi dari Vano. Bekas bogeman Vano bahkan masih tercetak jelas di pipinya yang lebam. Dan itu sangat menyakitkan. Sangat sangat menyakitkan.













.....














.° ͜ʖ ͡ -




Rafa Där berättelser lever. Upptäck nu