Aku telan ludahku dengan susah sambil mendongakkan kepala guna menatap mata Mingyu yang bertubuh lebih besar dariku. "Kok bisa yah ada lelaki yang menjual pacar sendiri. Padahal badanmu ini gemoy dan penuh lemak. Aku suka banget!" ucap lelaki itu sebagai awalan dari rasa sakit yang aku rasakan demi memuaskan dirinya. Lelaki itu dekatkan wajahnya ke arahku, aku pikir ingin mencium bibirku namun ia malah mencekik leherku sambil mendorong tubuhku terjatuh ke kasur miliknya.

Setelah sukses membuatku terkejut atas tindakannya, Mingyu tindih tubuhku menggunakan tubuh kekarnya. Ia layangkan tamparan berkali-kali ke wajahku hingga membuat wajahku terasa panas lalu ia cekik leherku hingga membuatku hampir kehilangan napas. Aku berusaha memberontak saat Mingyu tarik paksa bajuku agar terlepas dari tubuhku. Semua sikap kasarnya ini sukses menempatkan diriku dalam ketakutan yang hampir membuatku mati.

Tak sampai disitu siksaan yang lelaki itu berikan padaku. Pukulan dengan kepalan tangan, cambukan, jambakan, sundutan, hingga berbagai goresan sukses Mingyu ciptakan di tubuhku selama tiga hari ia sekap aku dalam kamar motel tersebut. Mingyu terus menikmati tubuhku tanpa merasa puas dan bosan sedikit pun. Bahkan lelaki itu ikut tak keluar dari kamar motel selama empat hari tiga malam saking tak ingin membuang waktu sedetik saja tanpa diriku.

Mingyu benar-benar memanfaatkan apa yang seharusnya ia dapatkan, alih-alih ikut merusak mentalku seperti yang Minho lakukan, Mingyu malah berusaha untuk terus memberikan pujian bahkan godaan disaat tangannya terus menciptakan rasa sakit di tubuhku. Entahlah, aku tak bisa mendeskripsikan lebih detail mengenai sensasinya, tapi Mingyu sukses merubah cara pandangku mengenai hubungan seksual. Ternyata hubungan seksual yang melibatkan rasa sakit tak seburuk yang aku bayangkan, hanya saja jika kita melakukannya dengan orang yang tepat.

Ya, bersama orang yang tepat! Karena jika tak tepat malah rasa sakit hati yang memperparah luka di tubuh kita. Seperti yang aku rasakan setelah Mingyu mengembalikan aku kepada Minho. Merasa kesal atas banyak sekali luka yang Mingyu ciptakan di tubuhku, membuat Minho mengamuk seperti orang kesetanan. Ia siksa diriku sampai di batas maksimal ketahananku, puncaknya saat Minho layangkan botol beer miliknya ke kepalaku hingga membuat kepalaku bocor. Minho memang merasa bersalah dan menangis kencang setelahnya, namun jika bukan diriku sendiri yang tergerak untuk menelpon ambulan. Mungkin nyawaku sudah berakhir di tangan lelaki itu atas keegoisannya.

Sebelum lelaki itu mendekam di balik jeruji penjara, polisi sempat mempertemukan kami sebagai salah satu bentuk mediasi yang diinginkan oleh pihak lelaki itu. Aku pikir Minho memang murni ingin meminta maaf padaku, aku pun memaafkannya dan memutuskan untuk mencabut tuntutan yang rumah sakit layangkan atas tindakan yang ia lakukan padaku. Ya, yang membuat laporan penganiayaan itu bukan diriku melainkan pihak rumah sakit yang menangani lukaku dahulu.

Minho berhasil lolos dari hukuman yang menghantuinya, namun aku tahu ia tak akan melepaskan ku begitu saja. Minho selalu berusaha mencari cara untuk dekat dengan diriku lagi dan beruntungnya aku mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikanku di Negeri Paman Sam. Aku putuskan untuk mengubah gaya hidupku serta memulai hidup baru sebagai pribadi yang lebih dingin dari sebelumnya.

Sialnya, setelah lima tahun berlalu. Mimpi buruk saat Minho pukul kepalaku menggunakan botol beer terus saja menghantui tidurku setiap harinya. Aku terus merasa ketakutan padahal aku sudah berusaha mengubah penampilanku agar terlihat berbeda dari sebelumnya, saat aku masih bersama Minho.

Aku takut Minho datang kembali dan mengusik kehidupan pribadiku lagi. Sementara lelaki itu, sama sekali tak ingin aku dengar lagi kabarnya. Aku berusaha meninggalkan semua hal yang menyangkut kehidupan perkuliahan ku selama S1 dan memulai hidup baru menjadi dosen di salah satu Universitas ternama di kota Seoul.

Ya, aku terpaksa kembali ke negeri ini atas permintaan ibuku yang tak ingin jauh dariku. Padahal aku ingin sekali membuka lembaran baru di Amerika setelah menyelesaikan pendidikan S2. Namun, rencana manusia memang tak bisa sepenuhnya berjalan lancar, aku sama sekali tak pernah menyalahkan tuhan atas berbagai cobaan hidup yang menimpaku karena aku tahu, terjebak bersama Minho adalah pilihan ku sendiri.

HARIUMWhere stories live. Discover now