1

2.5K 178 44
                                    


Warning : This story contains content sexual harassment, slank, suicidal thoughts, humor-jayus, ooc, hurt, hiburan semata~

Cerita ini non-baku.

Berlatar melokal, tidak mengadopsi budaya Jepang.

.

.

.

NARUTO kembali memakai kausnya, mengambil botol minum di nakas, meminumnya dalam beberapa tegukan dan tertarik untuk pergi ke balkon, mematik api di rokoknya.

"Hinata."

"Hm?"

"Gue di balkon ya."

"Oke."

Sementara itu, wanita berambut gelap sepunggung tengah berbaring telengkup, tubuhnya dibalut selimut, menutup bagian bawah darinya yang tak tertutup pakaian.

Kelelahan terasa meremukkan tubuh Hinata. Naruto, pria itu selalu mendominasi, seperti kata teman-temannya, tubuh atletis Naruto dan apa yang lelaki itu miliki sebagai aset maskulinitas bukan bualan semata, Naruto punya kepiawan mengenai seks, memanjakan dan membuat wanita memohon untuk melakukannya lagi dan lagi.

Terdengar rusak, tetapi begitulah yang terjadi. Terlalu munafik untuk tidak mengakuinya di saat Hinata mengerang berkali-kali untuk pelepasan kesekian.

Setelah memakai celana pendek dan kausnya, Naruto bersandar di balkon. Seraya dirinya merokok, mata birunya melihat citylight di bawah apartemen Hinata. Melihat kepadatan kota yang tak pernah surut, semua orang selalu terburu-buru seperti biasanya.

Hidup di kota maju, semua hal menjadi begitu expensive. Tetapi kemudian menjadi lebih membosankan dari waktu ke waktu, hingar-bingar masa muda adalah sesuatu yang begitu dicari dan di jelajahi hingga ke akar. Tidak peduli sebagian efeknya merusak atau bahkan membuat semua orang hanya tahu bersenang-senang.

Sementara itu, menyederhanakan hidup dianggap kuno sekali. Orang-orang akan dengan senang hati menghamburkan uang, bahkan ketika itu adalah lembaran terakhir di kantong mereka. Semuanya kompak melupakan kekhawatiran tentang banyaknya kesalahan yang mereka perbuat di masa kini, mengatakan lebih banyak kebohongan tentang : hidup hanya sekali, jadi lakukanlah!

Naruto menghembuskan asap rokoknya, memijat pelan tulang hidungnya. Merasa jika alkohol yang di konsumsinya masih tertinggal di tenggorokan dan mulai membuyarkan pikirannya.

Kepalanya mulai terasa pening.

"Naruto."

Naruto menoleh, melihat gadis berambut sepunggung itu bangkit dari balik selimut.

"Tutup pintunya, AC-nya jadi gak kerasa."

Naruto menghela napas, membuang puntung rokoknya ke tong sampah lalu kembali masuk, menutup pintu balkon.

Naruto kembali melepaskan kausnya, membuat otot perutnya terlihat jelas. Hinata yang melihat itu, memutar bola matanya, lelaki berkulitan tan itu kembali merangkak naik ke ranjangnya. Naruto menyusul di sebelah Hinata, memeluk pinggang gadis itu dan menghirup harum jasmine yang kuat.

"Nat, serius pake parfum apa? Ganti parfum?" Naruto menyadari wangi parfume yang sejak mereka bergulat di ranjang, terasa berbeda.

Hinata mendengkus. "Kenapa sih emang?" Sejak awal Naruto terus bertanya penasaran, bahkan bertanya di sela-sela lelaki itu melakukan kegiatannya.

"Udah kayak wangi pengantin."

Hinata memukul tangan Naruto di pinggangnya, membuat lelaki itu terkekeh.

BACKBURNERWhere stories live. Discover now