Bab. 2 Taiyang

52 13 32
                                    

Kepala Suku Taiyang kini resmi diangkat menjadi Raja yang berdaulat di Tiantang. Selama sepuluh tahun masa kepemimpinan Sang Raja, Tiantang yang awalnya hanyalah tanah tak bertuan kini sudah jadi pulau terindah dengan banyak bangunan megah.

Walaupun bergelar Raja dan tinggal di istana, Raja Xiao sama sekali tidak merasa lebih tinggi dari para penduduk kerajaan Tiantang. Terlepas dari jabatannya, Raja Xiao tetap merakyat dan bijaksana. Hingga tak jarang Raja Xiao berdebat dengan saudaranya sendiri.

Xiao Ming, saudara satu ibu yang saat ini menjabat sebagai Penasehat Raja. Xiao Ming memiliki sifat yang jauh berbeda dengan saudaranya. Penasehat raja terkenal sangat tegas juga ahli beladiri. Ia beranggapan kalau Raja Xiao harus bertindak selayaknya seorang Raja.

Tahun kesepuluh setelah kerajaan Tiantang berdiri. Xiao Ming menjadi pelopor pembentukan divisi baru. Menurutnya, setiap kerajaan harus memiliki pasukan khusus untuk menjaga kedaulatan. Ia mengumpulkan orang-orang bertubuh kekar dengan fisik yang kuat kemudian melatih mereka ilmu bela diri.

Meski sempat menentang, tapi pada akhirnya Raja Xiao menyetujui pembentukan divisi tersebut. Anggota kelompoknya diseleksi secara ketat oleh Xiao Ming sendiri. Mereka diperuntukan menjadi penjaga perdamaian dan akan disebar di seluruh wilayah kerajaan. Kelompok ini memiliki lambang ujung tombak yang membentuk tanda silang bermakna semua harus tunduk pada perintah. Divisi ke-tiga kerajaan Tiantang dikenal dengan nama Chenggong.

***

Seorang pria tua membawa anak lelaki dalam dekapannya. Sambil menangis Ia terus meraung-raung, meminta pertolongan kepada para perawat di tempat pelayanan milik Zhonglei. "Selamatkan anak saya, saya mohon...."

Salah seorang perawat Zhonglei kemudian mendekati pria itu dan memeriksa nadi anak kecil yang digendongnya. Setelah memastikan keadaan anak itu, ia menghembuskan napas berat seraya berkata, "Anak ini sudah tidak tertolong."

"Tidak ... Tidak! Kau berbohong! Di mana Lao Zhong? Bukankah ia bisa menyembuhkan segala penyakit? Bawalah aku padanya. Anak ini adalah segalanya bagiku. Kumohon ... Izinkan aku bertemu Lao Zhong. " Pria itu bersujud dengan membenturkan kepalanya ke tanah berkali-kali.

"Maaf Pak Tua, Lao Zhong saat ini sedang melakukan meditasi, kau tidak bisa menemuinya," ujar perawat yang satunya.

"Apakah karena aku orang Taiyang? Kalian sengaja tidak mau memberikan pertolongan?" tanya pria itu dengan wajah merah padam.

Tak ada yang mau menjawab. Perawat Zhonglei hanya saling pandang dan berbisik menatap ke arahnya. Tangan terkepal dengan erat, rasa sakit hati tergambar jelas di matanya. Melangkah lunglai, pria itu akhirnya pergi menggendong anaknya sambil terus menangis.

***

Sebuah kereta kencana bergerak pelan melewati jalan berbatu. Ratu bersama Pangeran kecil dikawal oleh prajurit kembali ke istana, sedangkan Raja Xiao sudah pergi terlebih dulu. Jendela kecil di sisi kereta dibuka dari dalam. Ratu memandangi kelopak bunga yang berguguran dalam diam. Raut wajah penuh kecemasan nampak jelas dari Sang Ratu.

Hubungan antara Zhonglei dan Taiyang sedang memanas akhir-akhir ini. Melihat Raja Xiao kembali dengan tergesa-gesa seperti itu membuat Ratu merasa yakin telah terjadi sesuatu.

Xiao Xian yang sedang bergelayut manja di lengan Sang Bunda akhirnya bosan melihatnya hanya diam di sepanjang perjalanan.

"Bunda, apa kita sudah sampai?" tanya Xiao Xian. Rengekan bocah kecil itu membuat Sang Ratu kembali fokus padanya.

"Belum Axian, bersabarlah sayang sebentar lagi kita sampai," jawab Sang Ratu.

***

"Yang Mulia sudah tiba." Penjaga membungkuk memberi laporan cepat kepada Penasehat Ming.

Beberapa saat kemudian Sang Raja memasuki aula dalam istana dan langsung menemui Penasehat Ming. "Ada kabar buruk apa sampai harus memaksaku kembali? Kuharap ini tidak seperti yang kubayangkan."

"Hamba pantas mati, Yang Mulia." Penasehat Ming langsung bersimpuh di hadapan Raja Xiao.

"Katakan apa yang terjadi," perintah Sang Raja.

"Tetua Zhonglei telah wafat, Chenggong berhasil menangkap salah satu pembunuhnya dan diketahui mereka adalah para petani dari Suku Taiyang."

"Apa? Tidak mungkin!"

"Peristiwa ini membuat Zhonglei sangat murka, mereka menuntut keadilan dan ingin Yang Mulia menghukum mati mereka yang telah menghabisi nyawa Lao Zhong."

Sang Raja memijat keningnya setelah mendengar kabar tidak menyenangkan yang disampaikan Penasehat Ming. Kematian Lao Zhong sudah cukup membuatnya terpukul. Ditambah lagi kenyataan bahwa pria dari suku Taiyang merenggut nyawa pria paling dihormati di Zhonglei itu. Keadaan tidak mungkin lebih buruk dari ini.

Tak lama kemudian, seorang Penjaga memasuki aula dengan tergesa-gesa, membungkuk kemudian memberi laporan,"Ampun Yang Mulia, Zhonglei sudah berkumpul di alun-alun istana."

Raja Xiao dan Penasehat Ming bergegas menuju alun-alun setelah mendengar laporan dari Penjaga. Ratusan anggota kelompok Zhonglei sudah memenuhi tempat itu, mereka semua bersujud dan menyuarakan permintaan mereka dengan lantang.

"Hukum mati pria Taiyang yang sudah membunuh pemimpin kami, Yang Mulia!"

Raja Xiao terdiam. Sebagai orang suku Taiyang Sang Raja merasa tidak yakin kalau sukunya bisa berbuat sekejam itu, tapi sebagai Raja ia juga harus memberikan keadilan untuk rakyatnya.

Penasihat Ming yang melihat Raja tak berkutik lalu maju ke depan mewakilinya untuk berbicara di hadapan Zhonglei. "Saat ini kita belum memastikan kebenarannya. Percayakan semua kepada kebijakan Raja, kami pasti akan menghukum yang terbukti bersalah dengan seadil-adilnya."

Tak ingin berlama-lama di sana, Raja Xiao melangkah pergi dari alun-alun kemudian menuju penjara bawah tanah tempat pria Taiyang yang berhasil ditangkap oleh prajurit Chenggong.

Raja Xiao menutup hidung dengan lengan jubahnya. Ruangan pengap berbau karat yang sempit itu membuat Sang Raja merasa mual.

"Yang Mulia tidak harus menurunkan harga diri untuk pergi ke tempat seperti ini," ujar Penasihat Ming.

"Tidak, aku harus tau siapa yang sudah tega membunuh Lao Zhong."

Seorang pria tanpa sehelai kain di dudukan di kursi kayu. Tangan dan kakinya dipaku menggunakan besi berkarat agar tidak bisa bergerak dari kursinya. Pria itu bersurai panjang seperti kebanyakan orang Taiyang. Tubuhnya terlihat lemah, ia tidak bisa bergerak sama sekali. Hanya mampu melirik saat mendengar suara langkah kaki yang datang mendekat.

"Ya... Yang Mulia...."

Wajahnya yang penuh lebam sudah tidak dapat dikenali lagi. Tetapi Sang Raja mengenali suaranya.

"Ka-Kau! Bagaimana mungkin?"

Sang Raja segera mendekati pria itu yang tak lain adalah saudara iparnya sendiri. Haoxuan, adik dari Sang Ratu.

"Kenapa kalian menyiksanya sampai seperti ini?" Raja Xiao menatap nyalang kepada para penjaga penjara.

"Ampuni kami, Yang Mulia, kami hanya menjalankan perintah."

Penasehat Ming mencoba menenangkan Raja Xiao. "Mohon Yang Mulia tidak terbawa emosi. Saksi dari Zhonglei mengatakan kalau dia tidak melakukan aksinya seorang diri. Kami sedang mencoba segala macam cara agar pria ini mau buka mulut."

"Haoxuan, katakan padaku, pasti ada alasan kalian melakukan hal ini. Aku bisa meringankan hukuman kalau kau berkata jujur," bujuk Raja Xiao.

Bersambung

The Secret Of TiantangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang