3. Ulang Tahun

Mulai dari awal
                                    

"Apa kita punya masalah? Sori, bukan itu maksud gue. Maksud gue, apa gue pernah bikin kesalahan?"

Saka menoleh.

Odi mengangkat bahu singkat dengan mimik kebingungan. "Karena entah elo memang anti sosial seperti kata orang, atau gue pernah melakukan kesalahan yang gue nggak tau apa, tapi elo udah bersikap sangat aneh sejak hari pertama gue pindah. Kalau gue pernah bikin salah, gue minta maaf. Setulus-tulusnya."

Saka memandanginya bosan.

"Kita bakal hidup bertetangga dalam waktu yang entah kapan, mungkin lama, jadi gue nggak mau punya masalah dengan orang yang tinggal dekat rumah gue. Kalau gue memang pernah berbuat salah sama lo, apa pun itu, please kasih tau gue biar gue bisa memperbaiki semuanya."

Berondongan kalimat sudah tertahan di ujung lidah Saka.

Ia bisa memilih sikap dramatis dengan mengumbar tontonan maksiat yang disaksikannya tempo hari, atau memuntahkan uneg-unegnya tentang keberadaan Odi yang membuatnya teringat pada Raja Barata, tapi setelah dipikir-pikir ... untuk apa ia melakukan semua itu? Masalah yang tadinya bukan urusannya, akan berubah panjang dan kemudian menjadi urusannya.

Saka menjawab santai. "Gue emang anti sosial."

"Mungkin sikap sok akrab gue yang salah. Sori, bro, gue nggak bermaksud apa-apa, gue cuma mencoba bersahabat dengan penghuni sekitar. Gue dan Samara selama ini terbiasa tinggal di apartemen, di sana penghuni lain nggak pernah mau bersosialisasi. Jadi gue pikir, mungkin kali ini bisa berbeda. Gue bener-bener minta maaf kalau lo merasa nggak nyaman."

Saka menggaruk kepalanya dengan lamban dan malas. "Oke. Kita udah selesai?"

"We all good, bro?" Odi menghampirinya dengan tangan terulur.

Harus Saka akui, selain (sok) ramah, pria satu ini pintar bicara dan memiliki karisma yang kuat. Sorot matanya tegas dan bahasa tubuhnya penuh percaya diri. Seperti ketua kelas atau ketua OSIS yang disegani banyak orang dan membuat kamu minder dengan nilai sempurnanya. Atau anak sulung para uncle-auntie yang kerap dibanggakan orang tuamu berkat jabatannya yang mentereng. Pria satu ini memiliki karisma kuat bagai pemimpin.

Tapi Saka tidak suka dipimpin.

Tangan Odi yang masih menggantung, hanya dipandangi Saka dengan tak berselera.

Pria itu menariknya tak lama kemudian.

"Tawaran gue masih berlaku," Odi tersenyum menahan sabar. "Kalau free, dateng aja jam delapan nanti. Tapi jangan merasa terpaksa, karena gue nggak mau mengganggu acara penting apa pun yang elo punya nanti malam."

***

Saka terlambat setengah jam hingga melewatkan prosesi surprise apa pun yang disiapkan Odi bagi sang istri tercinta. Ia hanya bisa menebak dari banyaknya sisa-sisa confetti dan pecahan balon yang bertaburan di lantai.

Begitu ia tiba, tamu-tamu sudah mulai bersantap malam. Suara denting peralatan makan serta ramai obrolan mewarnai kedatangannya. Samara sedang sibuk mengobrol, maka Odi yang menyambut kedatangan Saka sambil menggiringnya menuju dua kursi kosong di ujung meja.

"Seriusan, itu suami Samara Lee? Anaknya Pak Adiyatama?" bisik Petra ketika duduk di sebelah Saka.

Iya, Saka mengajak Petra bersamanya, untuk berjaga-jaga kapan pun ia bosan, ia bisa memakai Petra sebagai alasan pura-pura ada schedule.

"Lo pasti nggak tau siapa tuh cowok," bisik Petra lagi. "Namanya Odi, kan? Anaknya Pak Krisna Adiyatama. Pernah jadi cover majalah Forbes sebagai pengusaha genius muda yang diprediksi bakal membawa SunText jadi perusahaan ponsel nomor satu Asia."

AmbrosiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang