"Wah, enaknya. Ayah mau juga dong nasi gorengnya," ucap Fahmi sambil mencomot nasi goreng Kalina.

"Mbok saya mau dong nasi gorengnya," ujar Fahmi saat melihat Mbok Yum keluar dari arah dapur.

"Aduh, maaf Pak. Nasi gorengnya habis."

"Lah, kok habis. Untuk saya mana?" Mbok Yum tampak serba salah. Ia hanya menggelengkan kepala lalu berlalu dari sana.

Alea keluar dari arah dapur sambil membawa sepiring nasi goreng lengkap lalu duduk di samping Aluna.

"Suruh kesayangan kamu buatin nasi goreng. Mbok Yum cuma masak untuk saya dan anak-anak!"

"Ya ampun, Al. Kamu tega banget lihat suami kelaparan."

"Lebih tega mana kamu bawa kesayangan kamu itu ke rumah ini?!"

Aluna dan Kalina saling berpandangan, lalu mereka menundukkan kepalanya. Fahmi ingin sekali berdebat dengan Alea tapi tidak di hadapan anak-anak.

"Lihat kelakuan kamu. Anak-anak jadi ngga nyaman!"

"Aku memang selalu salah di mata kamu. Kamu selalu benar." Alea menjawab sekenanya. Ia meminta anak-anaknya menghabiskan sarapan lalu segera berangkat ke sekolah. Fahmi benar-benar tidak habis fikir dengan kelakuan isteri tuanya.

Merasa situasi sudah aman, Ningsih akhirnya memberanikan diri keluar dari kamar. Ningsih tadinya ingin langsung keluar dari kamar tapi ia segan saat melihat Alea. Terlebih kondisi Ningsih yang baru selesai mandi besar setelah tadi selepas subuh melayani Fahmi hingga pagi menjelang, membuatnya tak nyaman jika keluar dalam kondisi rambut basah seperti itu.

"Biar Umi buatkan sarapannya, Bi," ujar Ningsih sesaat keluar dari kamar. Fahmi tersenyum ke arah Ningsih.

"Ya sudah. Tolong buatkan. Abi sudah kelaparan," ucap Fahmi. Ningsih tersenyum manis kearah suaminya. Dengan sigap dan jalan sedikit terseok-seok, Ningsih segera membuatkan suaminya sarapan sebelum berangkat ke kantor.

Meski tak senikmat buatan Alea, tapi Fahmi tetap menghabiskan makanan buatan Ningsih yang terasa hambar. Selama tinggal di Pesantren, Ningsih sama sekali tidak diperbolehkan untuk masuk ke dapur. Ini kali pertama bagi Ningsih membuatkan masakan untuk suaminya setelah menikah. Jadi, wajar jika rasa masakan Ningsih hambar bahkan rasanya ngalor ngidul.

"Jadi, nanti Umi jemput adek jam berapa, Bi?" Tanya Ningsih saat mengantar Fahmi ke teras sebelum berangkat kerja.

"Adek pulang jam 11 siang. Nanti Abi chat alamat sekolahnya adek. Nanti Umi naik taksi saja ke sekolah."

"Baiklah. Hati-hati di jalan, Bi." Ningsih melambaikan tangan ke arah Fahmi. Tak lupa ia mencium tangan suaminya. Fahmi mengecup dahi Ningsih dan perut isterinya.

"Sehat-sehat ya, nak. Semoga tadi subuh adek ngga keganggu," ucap Fahmi sambil tersenyum jahil ke arah Ningsih. Ningsih tersipu malu.

"Abi bisa aja," ucapnya malu malu.

"Nanti malam lagi ya Mi."

Ningsih mengangguk. Fahmi pun masuk ke dalam mobil lalu pergi bekerja. Ningsih melambaikan tangan kearah sang suami hingga mobil yang dikemudikan Fahmi menghilang di tikungan. Saat akan masuk ke dalam rumah, Ningsih dikagetkan dengan kerumunan ibu ibu komplek yang tiba-tiba masuk ke halaman rumah dan mengerumininya.

"Mbaknya siapa?"

"Kok mesra mesraan sama suaminya Mba Alea?"

"Mbaknya Pelakor ya?"

"Ya ampun, Mba! Cantik cantik kok murahan sih!"

"Berhijab sih berhijab. Tapi kok mau jadi pelakor!"

Banyak sekali gunjingan gunjingan dari tetangga yang membuat Ningsih risih. Ia ingin menjelaskan kalau dirinya juga isteri Fahmi dan bukan pelakor. Tapi percuma menjelaskan karena ibu ibu kompleks tidak mempercayai ucapannya. Ningsih bergegas masuk kedalam rumah lalu mengunci pintu.

Ia berlari masuk ke dalam kamarnya lalu menangis. Mbok Yum tidak berani ikut campur karena sudah di wanti wanti oleh Alea untuk tidak ikut campur apalagi membantu isteri baru Fahmi. Wanita tua itu menghela nafas melihatnya, ia pun kembali mengerjakan pekerjaannya.

DISCOVERY OF LOVE (Season 2)Where stories live. Discover now