"Oh, sama bersihin got!" seru Fajar menggebu-gebu.

"Mulut lo aja sini, gue bersihin," tukas Adnan.

Laisa masih tertawa saat menyadari ponselnya berdering. Dia meletakkan piza yang baru setengah dimakan, lalu berjalan ke luar untuk menerima panggilannya. Setelah tidak merespons pesan ataupun telepon Laisa sejak kemarin, akhirnya Rama menghubunginya lagi.

"Ram?" sapa Laisa ragu. Jantungnya berdebar keras.

"Halo, La."

Laisa mengembuskan napas. "Are we okay?"

"Maaf kemarin aku terlalu emosi," ucap Rama dari ujung sambungan. "Aku nggak suka lihat kamu akrab sama Gavin."

"Aku nggak ada apa-apa sama dia, Ram," balas Laisa.

Rama mendesah. "Aku tahu, La."

"Jadi, kamu sudah nggak marah, kan? Kita baik-baik aja?"

"Ya," jawab Rama. "Nanti sore kamu ada acara? Kita pulang bareng, ya?"

Senyum merekah di wajah Laisa. "Oke. Aku tunggu di lobi, ya, Sayang."

Rama mengiakan sebelum menutup telepon. Sementara Laisa kembali masuk ke kantor Thumb A Ride untuk menyelesaikan makan siangnya, kini dengan senyum yang tidak luruh dari wajah.

***

"Gimana menurut kamu, Ram?"

Pertanyaan Laisa tersuarakan setelah dia selesai bercerita mengenai konten-konten kreatif yang dibuatnya hari ini. Biasanya, Rama sangat bersemangat menimpali ide-ide milik Laisa atau membantu memodifikasi untuk konten berikutnya. Karena pekerjaan mereka bisa dikatakan sefrekuensi, seringnya obrolan seputar pekerjaan menjadi bahan pembicaraan favorit mereka.

"Rama?" panggil Laisa. Kekasihnya itu masih memandang jalan dengan serius, tampak tidak mendengar kata-katanya sama sekali. "Rama, kamu kenapa?"

Pria itu terperanjat, menoleh sesaat sebelum kembali menatap ke depan. "Sori, La. Kamu nanya apa tadi?"

Dahi Laisa mengernyit. Bohong jika dia mengatakan hubungan mereka baik-baik saja, sebab Rama kerap bersikap seperti ini. Laisa tidak tahu apa yang merasuki kekasihnya itu sehingga tidak lagi memperhatikan apa pun yang dikatakan Laisa.

"Kamu kenapa, sih, Ram?" tanya Laisa kesal. "Sering banget ngelamun pas bareng aku. Aku bikin kamu bosan?"

Rama mengembuskan napas keras. "Aku capek, La. Kita juga baru baikan, kan? Tolong, jangan cari gara-gara."

Kedua mata Laisa melebar mendengar penuturan itu, tetapi dia menyadari kebenaran kalimat Rama. Akhirnya, Laisa menyuarakan pertanyaan lain. Pertanyaan yang sudah menggerogotinya selama beberapa bulan terakhir.

"Sebenarnya kenapa kita break, Rama?"

"Aku sudah bilang, La. Aku butuh waktu buat sendiri."

Laisa memejamkan mata, menarik napas, lalu kembali menatap Rama. "Tapi, buat apa waktu yang kamu butuhin itu, Ram? Sampai kapan kita break? Kamu ... nggak mau nikah?"

Rama terdiam. Matanya tertancap pada jalan macet di hadapan mereka.

"Aku tahu kamu nggak mau punya istri seorang wanita karier," ucap Laisa pelan. "Tapi, kita bisa kompromi, kan?"

Lagi, tidak ada tanggapan. Laisa mendesah dan melempar tatapan ke luar jendela. Tak lagi bertanya kepada pria di sisinya. Dia terlalu bingung, juga ... sakit hati. Mengapa sulit untuk Rama menjawab pertanyaannya? Setelah Laisa memberi waktu yang dibutuhkan pria itu, apa ini balasan yang dia dapatkan? Demi Tuhan, Laisa bukan meminta untuk dinikahi besok! Dia hanya ingin kepastian.

Begitu mobil Rama berhenti di depan rumahnya, Laisa segera melepas sabuk pengaman. Namun, gerakannya tertahan tangan Rama yang tiba-tiba menggenggam tangannya.

"Aku sayang kamu, La."

Pengakuan itu meredakan sedikit perih dalam hati Laisa.

"Aku akan kasih kamu kepastian secepatnya," lanjut Rama. "Makasih sudah pengertian dan kasih aku waktu."

Laisa menatap pria yang sudah menemaninya selama sebelas tahun terakhir, mencoba mencari tatapan hangat yang biasa balas menatapnya. Gadis itu hanya ingin memastikan Rama masih miliknya. Hati Rama masih mencintainya.

Rama melepas sabuk pengamannya, mencondongkan tubuh untuk mengecup puncak kepala Laisa.

"Aku telepon nanti," ucap Rama lembut.

Laisa tersenyum tipis, lalu mengangguk sebelum turun dari mobil kekasihnya. Gadis itu melangkah dengan gamang memasuki rumah, sedikit terkejut ketika menemukan Sabrina duduk memeluk lutut di depan pintu masuk.

Jantung Laisa pun berdebar lebih cepat.

Apa yang terjadi? [ ]

Painting Flowers (Pain Series #1)Where stories live. Discover now