ELLA

173 10 0
                                    

Aku benci tidak jujur pada hatiku sendiri.
Namun aku lebih takut jatuh cinta kepadamu lagi.

"Jadi, Rommy akan pindah ke Bandung?" tanya Ella pada Liv. Pagi itu Liv menelepon, bercerita tentang Rommy, saat ia sedang menyiapkan sarapan.

Liv memang lebih sering berhubungan dengan Rommy dibandingkan dirinya. Ella berbicara menggunakan headset seraya menaruh ceret yang telah rerisi air di atas kompor.

"Aku tidak tahu dia akan menetap di Bandung atau hanya ada pekerjaan saja di sana. Dia hanya kasih kabar akan lama di Bandung," sahut Liv, terdengar sedang mengembuskan asap rokok.

Ella bersandar di meja kabinet. Ia memperhatikan Zoey yang tengah menikmati roti lapis. Ia menghela napas melihatnya. Seperti biasa, anak itu membelah roti dua roti, mencolekkan jari mungilnya ke selai cokelat hingga sekitar mulutnya penuh selai, baru sesekali menggigit roti.

"Rommy sendiri di Bandung? Maksudku, dia sendiri atau sama pacarnya?" ujar Ella.

"Pacarnya yang mana? Rachel?" Liv tertawa. "Dia selalu sama-sama Rachel. Sepertinya mereka memang berjodoh."

Ella ikut tertawa.

"Kausendiri bagaimana dengan Sean?" tanya Ella.

Liv tertawa masam. "Aku sudah putus lama dengan Sean. Dia ingin aku menikah dengannya. Kau tahu aku, pernikahan tidak masuk dalam to do list-ku."

"Kenapa tidak mencoba? Tidak semua laki-laki bajingan, Livy," Ella berusaha kesekian kali membuka pandangan adiknya tentang pernikahan. Ia mendekati gadis kecilnya, lalu menusuk potongan roti dengan garpu plastik dan disodorkan ke mulut Zoey.

Anak itu langsung protes. Kedua alisnya menukik, bertemu di tengah-tengah dahinya. Bibirnya mengerucut.

Ella hanya mendesah pelan, menyerah. Ia meletakkan kembali garpu dan roti.

"O really?" Alis kanan Liv naik. "Name the one who wasn't?"

"Hmm..." Ella memiliki jawabannya, tapi ia tak mungkin mengungkapkannya kepada Liv. "Aku, kan, tidak kenal semua laki-laki, tapi pasti ada."

"Semua, Ella," kata Liv. "Semua laki-laki yang aku kenal, termasuk ayah kita, berengsek!"

Ella terdiam. Jika mengingat ayah mereka, mau tidak mau ia mengakui perkataan Liv. Bagaimana ayah mereka memilih perempuan lain dan bercerai dengan ibu mereka.

Liv, Ella, dan Rommy memang sangat berbeda, terutama setelah perceraian orangtua mereka. Ella semakin pendiam dan tertutup. Liv jadi lebih cuek, berani melakukan apa saja yang diinginkannya-termasuk memotong pendek rambutnya, yang sebenarnya tidak disukai ibu mereka dan keputusannya tidak mau menikah karena Liv tidak percaya pada laki-laki. Sedangkan Rommy di Jakarta tidak terkendali dan cepat terpancing emosi. Hidupnya terkesan hanya untuk bersenang-senang.

Selama ini orang-orang tidak mengerti betapa Ella sibuk merawat Zoey dan bekerja. Ia tidak punya waktu untuk keluar, mencari laki-laki dan sungguh-sungguh ia tidak peduli pada urusan cinta lagi.

"Nanti saat kau sudah melunasi janjimu pada Maura, santailah sedikit. Carilah lelaki yang kau cintai dan dia mencintaimu dengan tulus."

"Ya, ya." Ella memutar bola matanya.

"Ella, ada seseorang yang ingin konsultasi, nanti aku telepon lagi," kata Liv mengakhiri percakapan.

"Bye, Livy." Ella menutup telepon.

Sambil terus berpikir, Ella bergerak gamang mengambil teko, lalu mengeluarkan kue keju dari panggangan dan meletakkannya di rak pendingin.

Sekilas, Ella melihat Zoey. Ia sadar Liv benar, dirinya adalah orangtua tunggal yang harus bekerja dan mengasuh seorang anak. Saat ini, Ella tidak butuh masalah baru dalam hidupnya. Sudah terlalu banyak masalah. Ia tidak butuh seorang laki-laki untuk membuat hidupnya menjadi lebih sulit lagi.

***

Almost is Never Enough (SEGERA TERBIT)Where stories live. Discover now