Dirumah juga bisa, katanya

Beginne am Anfang
                                    

Hari ini, tepatnya pada tanggal tiga belas Oktober, istri bapak Adinata Mahdhava itu berulang tahun yang ke-29. Usia yang cukup matang. Setidaknya untuk memiliki dua buntut.

Jerry menepuk-nepuk tangannya persis di depan wajah ibu satu anak itu. Tak ada reaksi. Maka Jerry inisiatif mendekatkan fresker ke dekat lubang hidung Ayyara. Kebetulan posisi duduknya terbilang dekat dengan perempuan itu, hanya terhalang oleh Gio. Tentu saja aksi menakjubkan Jerry langsung mendapat respon dari si empunya.

"Aaa perih, perih!" Ayyara dengan spontan menepis botol kecil itu. "Apasih?! Gak bisa ya lo gak jail tuh?!"

Jerry mengedikan bahu tanpa rasa bersalah. "Kebanyakan ngelamun lo! Gak liat tuh muka-muka mupeng pengen makan?" lanjutnya dengan jari telunjuk yang ditujukkan pada satu persatu orang yang kini tengah duduk di melingkar di tikar.

Setelah menginjak umur 26 tahun, Ayyara tidak pernah lagi mengadakan acara tiup lilin untuk merayakan ulang tahunnya. Karena merasa sudah tidak pantas. Udah tua, katanya. Maka sebagai gantinya wanita itu memilih acara makan-makan dengan orang-orang terdekatnya. Seperti sekarang.

Dengan tikar besar yang dibentangkan diatas rumput hijau di taman belakang, Ayyara mengundang Ayah dan ibu mertuanya— tepatnya ibu sambung Nata, sebab ibu kandung suaminya itu kini tinggal di Surabaya. Ada Jerry dan keluarga, lalu tak lupa dengan kehadiran si Duda anak satu yang kini dengan santainya mengunyah risoles. Di samping si duda ada Haru yang tengah menyender nyaman pada seorang wanita pilihan Jerry juga Ayyara yang akan menjadi pengasuh Haru— sekaligus bapaknya. Begitu pesan Jerry pada wanita bernama Eliza itu.

"Ya gak gitu juga dong!"

"Dih kok nyolot?!" jawab Jerry. "Kesan pertama lu jelek amat, Yar. Ya gak, Za?" lanjutnya sembari meminta persetujuan Eliza. Si wanita rambut panjang berwarna kecoklatan dengan poni yang menutupi dahinya.

Eliza tersenyum kikuk. Di sini dia hanya mengenal Pak Setya— pemilik perusahaan tempatnya bekerja dulu, sebelum di pindah tugaskan ke perusahaan anaknya untuk menjadi resepsionis juga. Tapi siapa sangka dirinya malah di oper menjadi seorang pengasuh untuk anak dari laki-laki menyebalkan bernama Juna— anggap saja tidak kenal. Tergiur bayaran tinggi, maka ia sanggupi saja. Dia belum terlalu akrab, begitupun dengan Ayyara dan Jerry yang tadi meng-interview dirinya.

"Ros, kandangin dong laki lo. Makin hari mulutnya nyebelin." decak Ayyara. Lalu setelahnya dia mengulas senyum tipis juga mengucapkan kata maaf karena terlalu asik melamun. Dan segera mempersilahkan tamu-tamu nya untuk memulai acara makan-makan nya.

"Kangen orang tuamu?" tanya Setya pada menantu satu-satunya. Sebab adik tiri Nata masih duduk di bangku kuliah.

Ayyara yang tengah menyiapkan porsi milik Nata tersenyum menanggapi pertanyaan mertuanya. Jujur saja, Ayyara tidak pernah menganggap Setya dan Diana sebagai mertua, melainkan menganggap keduanya seperti orang tuanya sendiri. Meskipun dia tidak terlalu dekat dengan ibu kandung dari Nata, tapi Ayyara juga cukup tau bahwa istri pertama Setya itu juga sama baiknya. "Kalau Yara bilang gak kangen, bohong banget jadinya, Pa."

"Betul. Kalo kangen bilang aja kangen. Kalo kesel bilang juga kesel. Jangan di pendem-pendem. Gak baik. Apalagi suami mu gak pekaan." sahut Setya dengan sedikit terselip sindiran pada anak kandungnya. "Terus, kalo cinta juga bilang aja, jangan di tahan-tahan. Cemen jadinya."

Ppfft...

Jerry membekap mulutnya yang hampir saja menyemburkan kembali makanan yang tengah ia kunyah. Salahkan saja Setya yang malah menyindir si sobat habis-habisan. Dia segera meminum air yang di sodorkan Rosa, "makasih sayang."

"Haduh, gas terus om. Sindir terus. Sekali mah mana mempan." lanjutnya mengompor-ngompori.

"Aw, pelan-pelan pak sopir." Gio ikut-ikutan dengan menirukan sound titod yang sering ia dengar dari ponsel Ayahnya. Lalu anak itu bertos ria dengan Jerry.

1000% GENGSIWo Geschichten leben. Entdecke jetzt