2.

98 12 0
                                    

Setelah puas mandi, Kazuma keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk di pinggulnya. Hokuto yang sudah hafal kebiasaan sahabatnya sengaja tidak mau buru-buru bangun dari posisinya yang aman tersembunyi saat ini.

Kazuma duduk di tepi ranjang dan agaknya memeriksa hapenya, kemudian dia menepuk kaki Hokuto keras-keras sampai si pirang mengaduh.

"Apa sih?" Hokuto melotot, menurunkan bed cover-nya.

Sahabatnya; masih hanya berbungkus handuk; duduk di tepi ranjang dan sedang membaca sesuatu di hapenya, menjawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari hapenya, "Lusa ada pemotretan lagi, hanya kita berdua lagi--"

"Lagi!" Gerutu Hokuto.

"Yup," Balas Kazuma, "Dan, coba tebak, aku harus memelukmu lagi."

"Ya, lama-lama aku enggak dapat pacar kalau begini terus." Gerutu Hokuto, lalu menatap sosok sahabatnya dan menendangnya pelan sebisa yang dapat dicapai kakinya yang masih di balik bed cover, "Sana berpakaian! Kalau kau terus duduk di dekatku tanpa busana seperti itu lama-lama orang kira kita benar-benar aktor yaoi..!"

Tetapi Kazuma tidak meladeninya. Perhatiannya terfokus di hapenya sendiri. Lalu dia menggumam lagi, "Oii! Aku harus nyaris menempelkan bibirku ke bibirmu--"

"Ha?" Buru-buru Hokuto melompat bangun, melempar bed cover-nya.

"--di tempat tidur." Lanjut Kazuma.

"Kalau kita tolak?" Tanya Hokuto.

"Manajer sudah menyetujuinya." Kazuma angkat bahu, melempar hapenya ke pangkuan Hokuto. "Baca saja sendiri."

"Kenapa kau tidak dengan Riku saja sih?!" Gerutu Hokuto sambil mengambil dan membaca pesan di hape Kazuma.

"Mungkin karena tidak cocok." Jawab si rambut hitam logis sambil membaringkan kepalanya dalam kondisi masih setengah duduk. Otomatis handuknya melorot sedikit. "Kau kan feminim." Lanjutnya tanpa basa-basi, "Tinggi kita sama, kita seumur. Kau terlihat seperti perempuan, jadi cocok denganku yang terlihat seperti pria, sedangkan kalau dengan Riku aku--"

"Aku seperti perempuan?!" Putus Hokuto.

"Ya, kan?!" Kazuma mengangkat alis, "Tapi wanita jaman sekarang kan suka yang seperti itu. Justru penggemarmu lebih banyak dariku. Baik di kenyataan maupun di film."

"Di film?" Ulang Hokuto.

Sebagai jawabannya Kazuma menyanyikan Swag And Pride lagi.

"Oh, film itu." Hokuto mengerti maksudnya, "Itu tidak dihitung. Penggemarmu laki-laki."

"Yup, untuk ditantang dan dipukuli." Balas Kazuma asal saja. Tentu saja, maksudnya di film.

"Seingatku kau yang menang pada akhirnya." Gumam Hokuto, kemudian sepasang matanya menangkap handuk Kazuma yang sudah benar-benar jatuh ke lantai, dan dia segera menendang sahabatnya itu lagi tapi tentu saja tidak keras.

"Cepat pakai bajumu!" Serunya, "Jangan sampai dikira kita mesum disini!"

Sebenarnya Kazuma ingin menggodanya lagi. Bagi sesama pria yang sudah seperti saudara sendiri entah sudah berapa kali mereka mandi bareng, berganti pakaian bareng dalam satu ruangan di belakang panggung, dan entah sudah berapa kali berpelukan atau bahkan nyaris sampai berciuman karena tuntutan pengarah gaya.

Hujan-hujanan bareng saat syuting juga sering.

Apalagi kedua anak ini usianya sama, tingginya sama, jadi seringkali dipasangkan berdua.

Kazuma bangun dan berjalan ke lemari, lalu memakai pakaiannya. Kazuma kadang suka pamer badan, tapi masih jauh lebih jarang dibanding Riku. Tubuh Riku yang tinggi berotot memang mengalahkan tubuh Kazuma atau (apalagi) Hokuto.

"Sekali-sekali aku juga ingin melepaskan baju atasku di panggung, seperti Riku." Gumam Hokuto setengah melamun.

Mendengar itu, senyum geli tersungging di bibir sahabatnya dan segera saja dia mengejek, "Jangan! Nanti penggemarmu gantung diri semua!"

"Apa maksudmu??!" Bentak Hokuto.

"Ya, kau tidak cocok untuk image seperti itu---Aduh!" Seruan terakhirnya dilontarkan karena Hokuto sudah melompat turun dari ranjang dan mengalungkan lengannya ke leher Kazuma dari belakang, mencekiknya, tapi tentu saja tidak serius.

Kazuma berusaha melepaskan diri, dan tentunya berhasil, karena selain karena Hokuto tidak serius mencekiknya, tapi karena tenaga Kazuma di atas Hokuto.

"Oi, apa-apaan kau?!" Si rambut hitam memasang ekspresi gusar, "Aku hampir mati, tahu?!"

"Bagus kalau kau mati." Gerutu sahabatnya.

Mendengar itu, sekelebat sinar jahil tampak di mata Kazuma, lalu dia sengaja mendekati sahabatnya sampai sangat dekat dan berbisik, "Kalau aku mati, kau pasti akan rindu padaku."

Selama sepersekian detik Hokuto sempat terperangah karena Kazuma menutup jarak di antara mereka. Begitu dekat sampai tubuh mereka menempel. Tanpa sadar dia sudah mundur hingga punggungnya menyentuh dinding dan Kazuma di depannya.

Lalu kemudian dia kembali menenangkan pikirannya dan mendorong Kazuma---- tapi sia-sia.

***


"Swag and pride"Où les histoires vivent. Découvrez maintenant