[2] Kabar Baik, Dia Bersedia Menikahiku

44 11 1
                                    

"MAAF, Bri, penghuni sebelumnya memperpanjang kontrak sampai tahun depan. Kamu bisa masuk waiting list, tapi aku enggak jamin mereka terima kamu begitu unitnya kosong."

"Enggak apa-apa. Lagi pula, aku sedang dalam misi mendapatkan apartemen Nyonya Giselle."

Jazz berhenti mengaduk teh herbalnya. "Kamu sama Sage balikan?"

Telingaku bak tersulut api mendengar nama itu. "Kamu masih simpan dress yang bakal dipakai ke resepsi pernikahanku? You better prepare yourself, because I'm getting married soon."

"Bri, my dear." Ekspresi prihatin terpancar di wajah Jazz. "Memang bukan hal mudah menerima kenyataan kamu dan Sage harus berpisah, padahal kalian udah siapin semuanya. Dari tanggal pernikahan sampai lokasi honeymoon. But it's been months, you have to move on. Atau mungkin kamu butuh cuti? Terapi?"

Dia pikir aku stress, ya? "Aku bukan nikah sama dia. There's a new guy."

Perempuan berambut ikal di hadapanku bersiul. "Kamu ternyata bisa bergerak secepat itu."

Sembari mengemas pesanan terakhir kami, aksesori resin dan teh herbal, aku menceritakan rencana nekat yang terjadi di bar. Seperti Pine, Jazz sangsi dan mempertanyakan kewarasanku. Hampir empat hari dan targetmu belum kasih kabar? Menyerah saja. Namun, kata-katanya tak langsung menyurutkan antusiasmeku.

"Kamu pindah dulu ke apartemenku. Ada matras atau sofa yang bisa kamu tempati," Jazz memberi saran. Ini bukan kali pertama dia menganjurkan hal tersebut. Aku masih mempertimbangkan opsi itu, hanya saja aku cemas tak bisa menemukan tempat baru dalam waktu kurang dari sebulan.

"Di tempat Pine bagaimana? Dia enggak punya kamar kosong?"

"Keluarganya, kan, pindah ke Fallsbridge. Rumahnya penuh."

Jazz merapikan paket-paket berbungkus kertas cokelat di kontainer. "Gila, ya, Fallsbridge yang tadinya dipandang sebelah mata malah jadi incaran baru orang-orang dari Newsland. Bikin susah kita yang udah lama kerja di sini."

"Temanku malah ada yang pulang kampung ke Ruenne." Aku mengirimkan pesan pada kurir langganan kami untuk menjemput paket. "Newsland is slowly dying."

Fallsbridge yang sempat dijuluki kota tanggung menjelma jadi pusat bisnis potensial selama dua tahun terakhir. Pandemi mendorong warga dari kota besar seperti Newsland menemukan lokasi yang biaya hidupnya lebih terjangkau, tetapi tetap menghasilkan profit.

Aku dan Jazz yang mengelola bisnis kecil-kecilan selama tiga tahun terakhir menyaksikan perkembangan Fallsbridge. Walau memudahkan kami di beberapa sektor, misalnya jasa pengiriman barang, perubahan itu mulai menunjukkan dampak kurang menyenangkan.

Salah satunya, seperti yang kuhadapi, harga sewa tempat tinggal yang naik signifikan gara-gara bertambahnya penduduk di Fallsbridge.

"Seandainya targetmu menerima tawaran itu, apa kamu siap menanggung konsekuensinya?" Jazz melepas celemek dan mengambil mantel beige-nya. "Kalian harus pura-pura jadi pasutri di depan Nyonya Giselle, ada dokumen-dokumen legal yang perlu diurus. Kayaknya terlalu riskan demi tinggal di apartemen itu."

"Terus, aku harus gimana? Pengelola di tempatku kasih batas sebulan sebelum menjual semua unit apartemennya. Beberapa bulan lagi masuk winter. Kamu mau aku mati kedinginan di jalan?"

"I don't mean to say that, Bri. Cuma rencanamu terdengar seperti ego boost-"

"Ego boost? Demi apa? Karena aku gagal menikah dan pengin balas-"

Dentingan lonceng mencegah perdebatan kami meledak. Di ambang pintu, seorang pria memandangi kami dengan sorot kebingungan. Dia mundur dan hampir meninggalkan kami sebelum aku memanggilnya.

And So We Were Accidentally Marriedजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें