it was love-jikyu(2)

277 37 10
                                    


[ it was love ]
jihoon x junkyu
tags: mutual pinning, light angst

jun pov


.

.



Banyak yang ingin Junkyu ucapkan sore itu. Tapi ia cuma bisa diam, sedikit membatu, karena lidahnya terasa kelu apalagi tiap pandangan mereka bertemu.

Dia cuma membantu Jihoon memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Setelah itu, Junkyu sibuk mencari kata, tapi satupun tidak ada yang bisa ia utarakan.

"Kamu," ucap Junkyu menjeda, "Jadi pindah?"

Dilihatnya Jihoon menunduk, sedikit melirik lalu mengangguk, "Iya."

Keduanya terdiam, sibuk mengulang kembali kenangan di kepala masing-masing.

Junkyu ingat pertemuan pertama mereka, kalau diingat lagi rasanya konyol juga. Tapi Junkyu akui bahwa Jihoon waktu itu sangat terlihat lebih muda. Junkyu juga ingat bagaimana mereka pada akhirnya bisa menjadi dekat. Berbagi canda tawa sampai Junkyu sadar, kalau ia jatuh cinta.

Perasaan yang perlahan tumbuh itu berhasil Junkyu sembunyikan dengan rapi. Junkyu menunggu waktu yang tepat tapi momen itu tidak pernah datang, atau mungkin Junkyu tak sadar dan sudah melewatkan banyak kesempatan sampai akhirnya Junkyu harus kehilangan.

Kehilangan Jihoon yang memutuskan pindah dari kota ini. Katanya ingin berkelana, kebetulan Jihoon mendapat panggilan pekerjaan di luar kota.

Junkyu tidak bisa apa-apa, meskipun jauh di lubuk hatinya Junkyu sama sekali tidak rela.

"Sesekali main ke sini lagi ya," kata Junkyu lalu mengulurkan tangan untuk berjabatan.

"Tentu, atau sesekali kamu kunjungi aku dong! Jangan terlalu betah di sini." Kata Jihoon sambil tersenyum.

Senyum yang selalu Junkyu suka. Senyum yang saat ini sedang Junkyu rekam di kepala dan ia harap ia tidak akan pernah lupa. Bahwa dengan senyum itu juga Junkyu dibuat jatuh cinta.

"Hahaha iya deh, iyaa!"

"Junkyu," panggil Jihoon pelan dan mata mereka kembali bertemu.

"Ya?"

Dalam beberapa detik, Junkyu sempat berpikir, Apa seharusnya aku bilang? Sekarang? Tapi—

Lidah Junkyu lagi-lagi kelu. Ia cuma bisa menatap dengan penuh rindu.

Jika saja Jihoon tau alasan Junkyu diam membisu. Junkyu sibuk bertanya pada dirinya sendiri.

Apa yang membuatnya jatuh cinta pada sahabatnya sendiri?

Mungkin karena dari bagaimana Jihoon memanggil namanya? Mungkin karena dari bagaimana cara Jihoon selalu menanggapinya?

Junkyu tidak pernah mengenal seseorang selain Jihoon. Seseorang yang Junkyu selalu impikan untuk jadi miliknya. Seseorang yang mungkin akan lebih baik dari semua orang yang pernah ia kencani yang cuma berujung patah hati.

Karena tiap kali Junkyu menatap mata Jihoon, Junkyu pikir di sanalah cinta yang akan bertahan selamanya. Junkyu begitu yakin bahwa Jihoon adalah cinta sejatinya.

Junkyu masih ingat saat mereka untuk pertama kalinya pergi berdua, itu setelah Jihoon putus cinta dengan mantan kekasihnya. Mereka memetik bunga dandelion, dan meniupnya bersama. Tanpa Jihoon tau, di tiap tiupan itu Junkyu mulai mengharapkan bahwa mereka akan menjadi nyata.

Bagaimana indahnya hari itu, bagaimana senyum Jihoon jadi satu-satunya yang menyita perhatian Junkyu, bagaimana Junkyu yakin akan perasaannya, bagaiman jika waktu itu Junkyu nyatakan perasaannya. Mungkin sore ini tidak akan pernah terjadi. Mungkin sore ini Jihoon tidak akan pergi.

Jihoon selalu dikelilingi orang-orang yang mencintainya, orang-orang yang menginginkannya, orang-orang yang bisa memiliki Jihoon sedangkan Junkyu cuma bisa menahan diri dan berangan-angan. Semuanya hanya mimpi yang terlanjur ia harapkan dengan sepenuh hati.

Semakin Junkyu pikirkan, semakin dadanya terasa sakit.

Pada kenyataannya, kesempatan yang ia dambakan dan segala mimpi yang ia harapkan tidak akan pernah jadi kenyataan.

Rasanya seperti putus cinta, tapi sakitnya tiga kali lipat. Jelas, ini berat.

Sore ini, Junkyu harus bertatapan dengannya dan berharap ini bukan yang terakhir.

"Jangan lupakan aku, ok?" Kata Jihoon lalu tertawa dan melambaikan tangan, kemudian ia nyalakan mesin mobil dan melaju perlahan.

Jihoon perlahan menjauh, semakin jauh dari jangkauan.

"Bagaimana bisa aku lupakan kamu,"

Junkyu mendunduk lesu. Napasnya terasa begitu berat.

Ia jatuh merosot dan berjongkok, dia masih di sana dan masih berharap ini bukan perpisahan sesungguhnya.

Junkyu masih berharap, bahwa suatu saat mereka akan bertemu lagi. Jika saat itu datang, Junkyu harap ia bisa mengatakannya. Junkyu harap Jihoon akan jadi miliknya. Sekalipun itu tidak mungkin.

Tapi sore itu, Junkyu terlalu putus asa.

"Tapi kalau aku bilang, apa kamu juga bakal mau dengar?"

Jujur, Junkyu tidak yakin jika Jihoon punya perasaan yang sama untuknya, atau setidaknya akan mendengarkan seberapa besar rasa sayang Junkyu yang selama ini dipendam. Karena Junkyu yakin Jihoon akan menganggap semuanya omong kosong belaka.

"Kamu pasti nggak akan percaya, ya?"

Junkyu kembali berdiri, di sana bayangan Jihoon sudah pergi membawa separuh hatinya yang kemungkinan besar tidak akan pernah kembali.

Di sana Junkyu cuma bisa menyesali diri.

Orang-orang pasti akan menyebutnya bodoh, paling bodoh, karena setelah sore patah hati ini Junkyu masih berharap, harapan yang mungkin akan ia bawa sampai mati.

Karena bagaimanapun, Jihoon tidak akan pernah bisa ia miliki.

Kecuali semesta sekali saja berpihak dan memberinya satu kesempatan lagi.


pieces of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang