Bab 2

919 188 15
                                    

Alan, sepupu Jonathan masih berusaha meyakinkan Jonathan kalau perjodohannya adalah ide konyol. Banyak wanita yang tertarik pada Jonathan, kenapa melalui jalan sulit demi mendapatkan istri. Alan mengenal Jonathan hampir sepanjang hidupnya, laki-laki itu memiliki masa kecil yang cukup sulit, walau keluarganya memiliki kekayaan berlimpah. Kedua orangtua Jonathan meninggal dalam sebuah kecelakaan tunggal di usianya yang baru menginjak lima tahun. Ibu dari ayahnya mengambil hak asuh atas dirinya, Jonathan cukup menyayangi sang nenek untuk melakukan apapun yang diminta wanita tua itu.

Segera menikah. Itulah yang diinginkan Imelda disisa-sisa usianya yang semakin menua. Imelda ingin melihat Jonathan menikah sebelum ia pergi. Jonathan berusia tiga puluh dua tahun, cukup matang memulai sebuah pernikahan. Menurut Imelda. Imelda bosan melihat Jonathan bergonta-ganti pasangan. Tak satupun dari kekasihnya itu yang ia sukai. Terlalu nyentrik, terlalu berpakaian terbuka, terlalu haus kekayaan, di mata Imelda semuanya terlalu...

Sampai Arif, rekan bisnis keluarga, menyarankan agar Jonathan dijodohkan dengan putrinya. Imelda melihat foto Sarah, ia gadis yang manis. Masih muda dan tidak berpenampilan mencolok. Imelda langsung menyukainya walau belum bertemu. Arif meyakinkan Imelda, Jonathan pun akan menyukai Sarah.

"Kau belum berubah pikiran, eh?" Dengus Alan, menyeringai sok tahu segalanya. ''segera setelah kau melingkarkan cincin ke jari gadis itu kau akan lihat perangkap perempuan sungguh mengerikan.'' bergidik, Alan membayangkan dirinya diposisi sepupunya. Terikat dengan seorang gadis, harus siap dengan kerecokan rumah tangga, Alan pikir itu adalah neraka. Alan masih punya banyak kalimat yang akan diucapkannya yang tak satupun ditanggapi serius oleh Jonathan.

"Perhatikan saja sodokanmu, sepupu." Ujar Jonathan, menggeleng saat beberapa kali Alan membuat bolanya berserak namun tak satupun masuk ke lobang. ''perempuan tak semengerikan yang kau pikirkan." Atau setidaknya yang satu ini, batin Jonathan. Bayangan Sarah menggigit bibir berputar dikepalanya. Sarah gadis cantik, sangat cantik. Rambut tembaganya berkilau kontras dengan kulit seputih susu. Ketika ia bercinta dengan Sarah, Jonathan akan sangat senang membenamkan wajah di rambut indah itu. Sementara dirinya memiliki Sarah, gadis itu akan mengeluarkan desahan merdu yang memabukkan.

Tempat tidurnya terasa dingin akhir-akhir ini.

Pada akhirnya Jonathan harus menikah. Istri yang cantik dari keluarga terpandang sudah didepan mata, kenapa harus mencari yang lain. Sarah sepertinya perempuan penurut. Jonathan memang menginginkan istri yang penurut.

Kalau bukan karena mendengar tawa Alan, Jonathan pasti semakin larut dalam lamunan. "Di wajahmu tergambar jelas maksudmu, man." Skor Alan masih tertinggal jauh dari Jonathan. Permainan biliar yang sedari tadi mereka mainkan, selalu saja Jonathan berhasil memasukkan bola, namun sebaliknya dengan Alan. Alan terlalu sibuk mengkuliahi sepupunya itu, seolah-olah dirinya sangat paham masalah rumah tangga. "Kalau aku tidak mengenalmu dengan baik aku pasti mengira kau anak ingusan yang sedang memimpikan payudara montok seorang wanita. Kau sudah tidur dengannya? Bagaimana? Apakah dia sehebat itu di ranjang?"

Alan dan Jonathan selalu membicarakan apapun yang mereka suka. Apalagi saat tak ada orang lain selain mereka berdua. Pikiran keduanya hampir sama kotornya. Jonathan selalu memilih private room jika akan bermain billiar dengan Alan, karena ia tahu mulut sepupunya itu tidak ada filternya.

"Tempat tidurku bukan urusanmu, sialan."

"Kau tidak bisa menyembunyikan niatmu itu, Jo."

"Aku bahkan belum menciumnya. Aku tidak mau membuat Sarah ketakutan." Jonathan menunggu beberapa bolanya masuk. " Yes," ujarnya senang ketika beberapa bola masuk ke lobang. "Kau kalah, Alan."

Alan sama sekali tak peduli dengan kekalahannya. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu dari saku celana, memberikannya pada Jonathan. Perhatiannya tertarik ke kalimat Jonathan sebelum pria itu memenangkan permainan. "Kalau begitu kau belum bertemu dengannya?"

SarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang