Mereka ada di luar kota. Tak seramai pusat kota, namun di kota inilah orang orang yang Jeno curigai berkumpul. Jadi ia memutuskan untuk tinggal dan menyewa rumah sampai tugasnya selesai dari pada harus pulang pergi ke kota asalnya yang pasti akan menjadi lebih melelahkan.

Dan jangan lupa, ia disini hanya bersama dengan Jaemin. Pelayan pribadinya.

Hanya berdua.

Saat mendengar itu, tentu saja Jaemin sedikit merasakan 'sesuatu' yang meledak di perutnya. Sebenarnya ini bukan kali pertama Jaemin satu kamar dengan Jeno, bukan? Bahkan ia sudah berkali kali.

Tapi, berduaan dengan Jeno dalam waktu yang pastinya tidak hanya satu dua hari? Tidak ada orang lain selain mereka?

Sial sial. Jaemin berteriak dalam hati walau wajahnya terlihat datar. Ia tidak tau kondisinya saat ini disebut dengan apa. Senang?

"Turun. Kita sudah sampai" suara bariton Jeno menginterupsinya.

Si manis itu segera melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil sambil terus berpikir kira kira apa yang akan Jeno dan dirinya lakukan saat dalam kondisi ini.

"Fuckkk. Apa yang aku pikirkann??" Wajah Jaemin memerah. Otaknya sangat tidak bisa di ajak bekerja sama.

"Istirahatlah, kita akan mulai menjalankan rencana nanti malam" suara Jeno kembali terdengar saat mereka sudah sampai di dalam.

Rapi dan nyaman. Dua kata yang menjadi kesan pertama Jaemin untuk rumah ini.

Si manis menaruh koper dan bawaan mereka di dekat sofa. Kemudian ia duduk di atas permukaan empuk itu sampil meluruskan kakinya yang lumayan pegal karena terus duduk di mobil dalam waktu yang tidak sebentar.

Mata rusanya menyebar ke penjuru ruangan. Lebih memperhatikan detail tempatnya menginap untuk beberapa hari kedepan.

"Jaemin, taruh barang barangmu di kamar" Dominan itu kembali dari lorong yang mengarah ke dalam rumah.

Jaemin menggigit bibir, "Kita tidak sekamar kan, tuan?" Tanyanya gugup.

"Tentu saja"

HAHA.

Jawaban singkat Jeno membungkam bibir Jaemin.

Duh, kenapa ia merasa kecewa?

"Okey"

Jeno melihat itu. Melihat raut wajah si manis yang tiba tiba berubah 180 derajat. Bahkan Jeno dengan jelas mendengar Jaemin mendengus dengan bibir mengerucutnya saat anak itu berjalan melewati dirinya.

Alis Jeno mengerut. Ada apa dengannya?

Jaemin sedikit menghentakkan kakinya saat melangkah menuju kamarnya. Iya, kamarnya.

Kesal. kesal. kesal.

Memangnya ia berharap seperti apa? Tentu saja ia dan Jeno punya kamar masing masing. Ada hubungan apa mereka berdua sampai harus punya satu kamar?

Ekor mata milik Jaemin menangkap dua ruangan dengan pintu yang saling berhadapan, dan salah satunya terbuka. Jadi, ia berpikir bahwa itu adalah kamar yang akan di tempati Jeno. Maka, kamar untuknya adalah yang ada di seberangnya.

Jaemin membuka pintu yang masih tertutup itu.

Tidak terkunci.

Kemudian, ia lumayan di buat terkejut saat melihat rupa dalamnya.

Wow. Sangat sangat mengesankan. Ranjang lebar yang ada di tengah ruangan, karpet berbulu lembut yang hampir menutup seluruh permukaan lantai. Lalu yang paling membuat Jaemin terkesan adalah satu sisi dinding kamar yang terbuat dari kaca tebal yang tembus pandang ke bagian luar.

Jaemin berlari dan melempar tubuh mungilnya ke ranjang empuk dengan antusias.

Sekejap lupa dengan rasa kesalnya pada Jeno.

Namun perasaan antusias dan kehisterisan itu seketika padam kala ia menangkap sosok Jeno yang berdiri di ambang pintu sambil melipat lengannya di depan dada. Mengawasi.

Sejak kapan Jeno ada di sana?

Jaemin, dengan wajah datarnya segera mendudukkan badannya.

"Kau nyaman dengan kamar ini?" Tanya Jeno, ia melangkah masuk ke kamar Jaemin tanpa meminta izin.

Yang lebih muda mengangguk, "iya, tuan"

Jeno mengangguk dengan senyuman terukir tipis di wajah rupawannya, "bagus" mata tajam itu menyorot seluruh penjuru ruangan yang akan di tempati Jaemin sebagai kamar, memastikannya aman. "Aku akan pergi mengamati keadaan yang ada di sekitar sini, kau beristirahatlah dulu. Aku tak akan lama"

Hah?

"Tuan akan meninggalkanku sendirian?" Raut cemas timbul di wajah manisnya.

Jeno mengangguk, "tak lama. Beberapa meter dari sini ada penginapan, di sana ada anak buahku yang siap jika ada bahaya. Kau aman"

Bibir plum Jaemin melengkung ke bawah. Cemberut.

"Tak mau..."

"Akan ku kunci pintunya dari luar, sehingga tak akan ada yang bisa masuk dan mengganggumu"

Si manis menggeleng, "tak mau..." bibirnya mengerucut.

"Jika kau bosan kau boleh bermain atau menyalakan televisi"

"Uh"

"Kenapa? Kau ingin apa lagi?"

"Ingin ikut bersama tuan..."

Jeno terdiam. Mengapa wajah memelas Jaemin selalu terlihat berbeda di matanya? Lucu? Dan mungkin sedikit- erotis? Apakah anak itu sengaja untuk menyerang Jeno tepat pada kelemahannya?

"Dasar manja"



















lama ga uppp, maaf yaaa 🥲🥲

Yours | Nomin (on hold)Where stories live. Discover now