31. Untouchable girl

1K 228 11
                                    

Lamia sangat bersyukur karena Putri Mahkota dan Putra Mahkota ternyata tidur di kamar terpisah. Di tambah lagi di Istana yang berbeda. Sama halnya dengan Raja dan Ratu. Dengan kata lain Lamia tetap menempati kamarnya, begitu juga dengan Xenon. Namun setelah menikah mereka bebas bertemu dimana saja dan kapan saja. termasuk mengunjungi kamar masing-masing sekalipun di tengah malam.

Lamia juga bersyukur pesta ini digelar besar-besaran selama tiga hari tiga malam. Meskipun melelahkan, setidaknya dia tidak harus melewati malam pertama dengan Xenon. Membayangkannya saja sudah membuat Lamia bergidik ngeri.

Malam ini pesta berakhir. Suara musik yang selalu mengusik sudah redam dan senyap. Istana mendadak sepi. Begitu juga dengan Lamia yang menatap dirinya di depan cermin. Dia masih memakai gaun pengantin dengan riasan utuh.

Lamia terlihat sangat cantik. Semua orang juga memuji kecantikannya sepanjang pesta. Berylian yang hadir dengan gaun mewah saja nyalinya menciut setelah bertemu dengan Lamia. Namun dia tidak menyukai dirinya yang dibalut gaun pengantin itu.

"Menyedihkan," caci Lamia pada bayangan dirinya di depan cermin.

"Pengganti, pernikahan pura-pura dan harus hidup atas nama orang lain. Hidupmu menyedihkan Lamia."

"Emy, maaf. Aku masih mencintaimu. Rasaku terlalu besar untuk dihilangkan."

Ucapan Janio terlintas di benak Lamia sampai membuat dia menggeleng.

"Emerald, hidupmu rumit, sial," rutuk Lamia.

Bagaimana bisa dia menikahi Putra Mahkota tanpa dasar cinta, sementara adik iparnya menyatakan cinta padanya. Emerald menyeretnya terlalu jauh.

Tok...tok...tok...

Lemparan batu di jendelanya menyentak Lamia. Dalam hati dia menebak siapa yang datang. Tanpa sadar Lamia mengulas senyum dan berlari kecil membuka jendela. Namun senyumnya lenyap saat melihat laki-laki berambut gondrong berdiri di bawah jendelanya. Tebakannya salah, bukan Janio.

Mata Lamia melotot sambil melihat ke sekitarnya. Kehadiran laki-laki ini lebih mendebarkan daripada kedatangan Janio. Bukan karena cinta, tapi rasa takut.

"Hei, kau sudah gila? Ngapain datang ke Istana Gwyllion tengah malam?"

"Untuk melihatmu," jujur Zorion.

Jawaban yang sama dengan Janio tempo hari. Tapi rasanya berbeda.

"Pergi sekarang juga atau aku teriak memanggil pengawal," ancam Lamia.

"Silahkan. Kalau pengawal datang aku tinggal bilang ingin menemui Putri Mahkota. Bisa kamu bayangkan apa yang ada di pikiran mereka?"

Sial. Zorion memang licik. Ketika pengawal menemukan Zorion dibawah jendela kamar Lamia, mereka pasti beranggapan kalau Lamia dan Zorion saling kenal, bahkan memiliki hubungan spesial. Kalau begini, Lamia yang akan dirugikan.

"Pulanglah, aku lelah meladeni orang sinting," ketus Lamia hendak menutup jendela. Tapi jendela itu mendadak sulit untuk di tutup. Pasti ulah Zorion.

"Selamat atas pernikahanmu," ucap Zorion.

"Aku sudah mendengar ucapan selamat jutaan kali. Aku tidak butuh lagi."

"Maaf aku tidak membawa hadiah. Karena aku yakin kamu tidak akan menerima hadiah apapun dariku."

"Nah, itu tahu. Syukurlah kamu laki-laki yang sadar diri." Untuk kesekian kalinya Lamia berkata ketus.

Zorion terlihat mendekat sampai akhirnya Lamia berkata. "Stop! Jangan mendekat. Dan jangan sentuh aku."

Zorion menyeringai seperti biasa. "Putri, kamu tahu? Semakin sulit seorang wanita untuk di dapatkan, semakin mendidih darah laki-laki untuk mendapatkannya."

Infinity HeartWhere stories live. Discover now