Sesekali Doyoung melirik ponselnya. Kali saja Taeyong mencarinya. Hah, tapi apa yang bisa diharapkan dari seseorang yang sedang bersama kekasihnya? Doyoung saja tidak yakin kalau Taeyong ingat dia membawa Doyoung kemari. Sialan memang.

Tahu begini tadi kunci mobil Doyoung saja yang bawa, jadi ia bisa tidur di mobil, atau justru kembali ke apartemen yang kebetulan ia bagi dengan Taeyong. Lalu kembali lagi ke gedung ini kala Taeyong meneleponnya. Tetapi sayangnya kunci mobilnya berada di tangan Taeyong saat ini.

Alhasil Doyoung memejamkan matanya sembari menyandarkan punggungnya ke senderan kursi. Udara yang menerpanya cukup dingin. Menyesal Doyoung hanya memakai kaos tipis yang ia padukan dengan kemeja flannel. Harusnya tadi ia memakai jaket yang tebal.

"Hei."

Doyoung tahu. Doyoung sudah merasa ada orang yang duduk di sebelahnya saat ini. Tetapi ia masih betah memejamkan mata.

Doyoung hafal betul suara ini.

Bahkan setelah sebuah jaket menutupi tubuhnya pun, Doyoung masih enggan membuka mata.

"Taeyong yang minta gue buat ke sini."

Mendengar nama Taeyong terucap, Doyoung sontak membuka matanya. Hanya sekejap, sebelum menutupnya kembali.

Tidak, ini tidak boleh begini. Bagaimana mungkin hanya bersitatap sudah membuat jantung pemuda Kim berdetak tidak karuan.

Perang batin terjadi dalam diri Doyoung. Otaknya mengatakan ia harus pergi sekarang juga, tetapi hatinya menyuruh untuk tetap tinggal. Doyoung termasuk orang yang lebih mengedepankan logika, setidaknya bukan untuk saat ini.

Sebab yang Doyoung lakukan sekarang bukan pergi. Melainkan tetap tinggal, dengan jaket tersampir manis di bahunya.

Rasanya begitu hangat.

"Apa kabar?"

Doyoung membuka matanya, melirik ke arah pemuda yang sedang menatap langit. "Baik. Lo gimana ... Jaehyun?"

Iya, pemuda ini Jeong Jaehyun. Sosok yang dulu suaranya selalu menjadi penenang kala Doyoung merasakan panik. Dulu. Sebatas dulu.

"Mau dibilang baik juga enggak. Dibilang buruk juga enggak," jawab pemuda Jeong.

"Kenapa gitu?"

Jaehyun mengedikkan bahunya. "Entahlah, Do. Hidup gue rasanya datar banget semenjak dua tahun lalu," jawabnya seraya mengalihkan pandangannya ke Doyoung. Mata keduanya bersitatap. "Gue kangen. Kangen banget, sama lo," tambahnya.

Kontak mata diputus lebih dulu oleh Doyoung. Ia mengalihkan pandangannya ke mana saja, asal bukan Jaehyun. Hal yang harus dihindari. Jangan sampai Jaehyun mendengar degup jantungnya saat ini.

"Lo ketemu Taeyong tadi?"

Kalau ada perlombaan mengalihkan pembicaraan, mungkin Doyoung bisa keluar menjadi pemenang. Iya, ini menurut Jaehyun. Sebab si pemuda Kim memang paling suka mengalihkan pembicaraan. Sempat bersama selama tiga tahun tentu membuat Jaehyun hafal. Bahkan setelah dua tahun perpisahan pun, Jaehyun masih tetap ingat.

"Enggak. Taeyong tiba-tiba kirim pesan ke gue."

"Lo masih kontakan sama Taeyong selama ini?"

"Jujur enggak. Cuma beberapa hari yang lalu Taeyong sempet ngechat gue, tanya gue datang ke reuni apa enggak. Terus baru ini ngechat lagi."

Jawaban Jaehyun barusan cukup membuat Doyoung paham. Taeyong memaksanya untuk datang memang bertujuan untuk mempertemukan dirinya dengan Jaehyun lagi. Doyoung tidak tahu pasti apa maksud Taeyong, tetapi secara garis besar ia mengerti.

Mendadak keduanya hening. Doyoung terlalu sibuk dengan pikirannya tentang maksud dan tujuan Taeyong, sementara Jaehyun pun sibuk dengan pikiran bagaimana mencari topik obrolan yang pas dengan mantan kekasih.

"Pulang sama gue ya?" Jaehyun akhirnya bersuara.

"Kenapa harus?"

"Kan udah dibilang, gue kangen banget sama lo, Do."

***

"Gue tadinya enggak niat buat dateng ke reuni." Jaehyun memulai cerita.

Keduanya kini berdiri di jembatan setelah kabur dari acara reuni.

Doyoung diam mendengarkan, matanya menatap lurus ke arah air yang memantulkan cahaya rembulan.

"Tapi pas Taeyong minta gue datang dengan embel-embel Doyoung juga datang, akhirnya gue mutusin buat datang."

"Kenapa gitu?"

"Yang ada di pikiran gue waktu itu adalah akhirnya gue bisa ketemu lagi sama lo. Sejak dua tahun lalu, sejak di mana terakhir kali gue sama lo ketemu, lo beneran menghilang dari kehidupan gue. Bahkan nomor sampai sosial media gue semuanya lo blokir. Gue udah putus asa banget, Do. Satu-satunya orang yang bisa dan mau gue tanyain soal lo cuma Taeyong. Sampai akhirnya gue ngerasa gak enak sama Taeyong, gue berhenti cari tahu soal lo lagi," terang Jaehyun, "lalu apa menurut lo gue tetap mutusin enggak datang setelah tahu orang yang pengen lo tahu kabarnya juga dateng?"

Doyoung diam, benar-benar diam. Tidak menyangka kalau Jaehyun melakukan itu semua.

"Boleh gue peluk lo?" pinta Jaehyun.

Sebelum Doyoung menjawab, tubuhnya sudah direngkuh Jaehyun lebih dulu. Pelukan Jaehyun tidak pernah berubah rasanya, tetap hangat dan penuh cinta seperti dulu. Mengikuti kata hatinya, Doyoung mengangkat tangannya guna membalas pelukan Jaehyun.

Cukup lama Jaehyun mendekap tubuh Doyoung. Rasanya sangat nyaman ketika ia menumpukan dagunya ke puncak kepala Doyoung.

"Jadi, ini yang terakhir?" tanya Jaehyun setelah pelukannya terurai. "Setelahnya menjadi asing lagi?"

"Jaehyun, boleh anterin gue pulang sekarang?"

Lagi. Kim Doyoung si juara pengalih dan pemutus topik pembicaraan.

***

Mobil Jaehyun berhenti di depan kawasan apartemen. Di sampingnya ada Doyoung yang tampak memejamkan mata. Ah, rasanya Jaehyun gila sekarang. Kim Doyoung tampak sebagai definisi indah yang sesungguhnya.

Pantas saja bayang-bayang Doyoung tidak pernah lepas dari pikirannya. Doyoung terlalu indah untuk dilupakan.

"Do, udah sampe." Jaehyun menepuk pelan pipi Doyoung. Sang pemuda tampak membuka matanya dengan malas, mengedipkan berkali-kali, lalu menguap lebar. Di mata Jaehyun tampak sangat menggemaskan.

"Terima kasih, Jaehyun," katanya seraya merapikan barang bawaannya.

Jaehyun tidak berucap. Matanya sibuk mengamati pergerakan Doyoung. Dan setelah Doyoung keluar dari mobil serta menutup pintu, Jaehyun menurunkan kaca jendela mobilnya.

"Seneng bisa ketemu lo hari ini. Hati-hati di jalan, Jaehyun. Kalau udah sampe kabarin gue ya," kata Doyoung.

"Gue harus ngabarin lewat mana?"

"Oh iya lupa. Nanti gue buka blokirnya dulu."

"Ya udah sana masuk. Gue pergi setelah lo masuk nanti," perintah Jaehyun.

Doyoung menurut. Ia berbalik melangkah menuju gedung apartemennya. Belum jauh melangkah, Doyoung membalikkan badan. "Jaehyun!" teriaknya lantang, "bahkan sejak dua atau lima tahun yang lalu, hati gue rasanya tetap sama! Rasa gue ke lo, juga tetap sama!" tambahnya sebelum berlari kecil hingga menghilang di balik lobi.

Sementara Jaehyun, tentu saja tidak mampu untuk menyembunyikan senyuman lebarnya. Rasanya seperti kembali ke lima tahun yang lalu, di mana ia menyatakan perasaannya pada Doyoung dan mendapat jawaban seperti yang ia harapkan.

Tidak lama ponsel Jaehyun berdenting, sebuah pesan masuk.

Bunny Prince
Jangan kebut-kebutan. Kalo sampe gue tahu lo kebut-kebutan, mungkin ujungnya beneran jadi asing lagi.

Tolong ingatkan Jaehyun untuk mendekap erat Kim Doyoung saat mereka bertemu lagi nanti.

— end.

Just an Archieve (Jaedo)Where stories live. Discover now