1

182 54 20
                                    

"Tidak!"

"Kemari, bocah! Kita harus mengirim hadiah kepada saudaramu."

"Tidak!!"

"Ayolah!!"

"Pergi hiks!!"

"Ayolah, jangan takut."

"Tidak!!!"

Sean berteriak dan langsung terduduk di atas kasur. Matanya liar melihat pada sekeliling. Tidak ada lagi ruangan kumuh, kursi patah ataupun orang-orang jahat itu. Hanya sebuah kamar dengan ranjang yang mengisinya.

"Hanya mimpi," gumam Sean. Dia menyugar rambutnya ke belakang, mencoba mengusir gelisah yang memenuhi dadanya serta menenangkan napasnya yang tersendat. "Hanya mimpi," gumamnya lagi. Dia perlahan turun dari atas kasurnya.

"Menurutmu dia baik-baik saja?"

Sean melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam ruangan itu dan mendengar sebuah suara bertanya.

"Dia akan," jawab suara lain. Terdengar rendah dan menenangkan. "Oh, hei, Sean. Bagaimana tidurmu?" Orang yang sama menyapa Sean tepat pemuda itu sampai di pintu.

Sean melangkah perlahan ketika masuk, tersenyum tipis.

"Mimpi buruk lagi?" Wang Zhuocheng –pemilik suara pertama— bertanya prihatin.

"Yeah," jawab Sean dengan mengangkat bahu. "Aku masih harus membiasakan diri untuk merasa bebas dari suara-suara mengancam itu."

Liu Haikuan –si pemilik suara rendah dan menenangkan— mengangguk maklum. "Ambil waktu sebanyaknya. Kau aman di sini."

Sean hanya memberikan senyuman samar sebagai tanggapan. Dia lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Di mana dia?" tanyanya ketika tidak mendapati sosok yang dicarinya.

"Di dalam." Zhuocheng menunjuk ke sebuah ruangan dengan tirai putih dengan dagunya. "Bahunya, kau tahu! Ziyi bilang dia harus pemulihan untuk beberapa hari ini," ujarnya menjelaskan.

Sean mengangguk, meringis sedikit dengan wajah bersalah.

Tahu perasaannya, Haikuan tersenyum kecil. "Pergi saja menemuinya. Dia akan senang."

Tanpa bicara lagi, Sean masuk ke ruangan yang ditunjuk Zhuocheng tadi.

"Kasihan sekali. Dia masih kecil." Zhuocheng mendekat pada Haikuan.

Haikuan merangkul bahu Zhuocheng untuk menenangkan pria itu. "Salahkan saja saudaranya," katanya kalem.

Zhuocheng menginjak kakinya tidak senang tapi tetap mengangguk.

"Sudah. Sekarang dia aman di sini. Berhenti memasang wajah seperti itu."

Zhuocheng mendongak sedikit dan langsung berhadapan dengan wajah Haikuan yang menunduk. Mereka sama-sama tersenyum sebelum saling menubrukkan bibir.

Berciuman.

"Sweet," desah Haikuan di sela-sela ciuman mereka.

Tersipu, Zhuocheng menggigit kecil bibir Haikuan sebagai pengalihan.

...

"Hai," sapa Sean. Dia berdiri canggung setelah menutup kembali tirai di belakangnya.

Wang Yibo yang awalnya tengah fokus pada berkas di tangannya, mendongak. Dia lalu meletakkan bukunya ke perut, dan melambaikan tangannya sebagai tanda agar Sean masuk.

Sean masuk segera setelah melihat tanda itu. Duduk di kursi di samping brankar tempat Yibo berbaring. "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya.

Yibo mengangkat sudut bibirnya. "Yeah ... bagus kurasa."

"Terima kasih," ujar Sean setelah beberapa saat. Dia memilin jari-jarinya resah.

Yibo menggeleng. "Tidak perlu. Aku sudah berjanji pada saudaramu."

"Tetap saja." Sean mendongak, nada suaranya naik beberapa oktaf. "Kau tahu kau tidak harus menepatinya. Dia orang jahat, dan aku pantas mendapatkannya. Atau, kalaupun aku harus diselamatkan, kau tidak harus turun tangan sendiri."

"Sean," panggil Yibo. Suaranya rendah dan dingin. "Tidak ada yang pantas mendapatkannya dan, ya! Aku harus melakukannya sendiri."

Mendengar suaranya yang keras namun dingin, Sean sontak menunduk. Tidak mengatakan apa pun lagi setelah itu.

Melihat sikap diam dan keras kepalanya, Wang Yibo mendesah –lelah— lagi. Dia menjangkau kepala Sean dan menepuk-nepuknya ringan. "Yang penting kau aman."

Dan dia senang, batin Yibo melanjutkan.

Sean mengangguk mengerti lalu bangkit dari duduknya. "Aku keluar dulu. Kau ... kau sebaiknya istirahat. Tinggalkan untuk sementara kasus-kasus itu."

"Ya, ya ... aku akan." Yibo segera menjawab, tidak ingin berlama-lama berada di dalam suasana canggung.

Sean pergi dari sana tanpa menoleh lagi, meninggalkan Yibo melihat punggungnya yang perlahan menghilang dengan mata menerawang.

Setelah beberapa saat, Yibo menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian dia mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas nakas. Dia menggesek layar untuk sementara sebelum meletakkan ponsel tersebut di telinganya.

"Bagaimana dia?" tanyanya tanpa basa-basi setelah panggilan tersambung.

Orang di seberang panggilan tampaknya juga sudah terbiasa sehingga dia tanpa penundaan segera menjawab pertanyaan itu.

"Maaf, Ketua. Tapi, kami tidak menemukan pergerakan baru. Tidak ada sinyal hidup yang kami dapatkan."

Yibo memejamkan matanya, berpikir entah apa. Ketika dia membuka lagi matanya, dia hanya memerintahkan kepada orang di seberang untuk melanjutkan tugas sebelum akhirnya memutus sambungan panggilan. Ketika dia meletakkan kembali ponsel ke atas nakas, matanya bersinar.
.
.
.

Seseorang berpakaian serba hitam menuju brankar tempat Wang Yibo terbaring dengan mengendap-endap. Kakinya bergerak ringan di atas lantai, tidak meninggalkan suara sedikit pun di ruangan yang sunyi.

Sampai di samping brankar, orang itu langsung menghantamkan tangannya pada sosok di bawah selimut. Namun, merasakan keanehan dari belakangnya, orang itu membatalkan serangannya dan segera melompati brankar.

Memutar tubuh, orang yang seharusnya berbaring di brankar sudah berdiri tepat di tempatnya berdiri tadi.

"Akhirnya kau muncul juga ..."

Wang Yibo tersenyum kecil pada orang di depannya. "... Sweet lips."

Terdengar dengusan dan tidak lama kemudian orang yang datang mengendap-endap tadi membuka topeng di wajahnya. Memperlihatkan seraut wajah rupawan dengan kulit putih dan di bawah cahaya lampu, warna putih itu segera menjadi pucat. Ada sebuah mole kecil di bawah bibir pria itu.

Melihat wajah itu, senyum di bibir Yibo meregang sedikit sebelum terulas semakin lebar. "Firasatku memang tidak pernah salah, ya. Kau benar-benar masih hidup ..." Yibo berjalan memutari brankar, menuju pada pria itu dan berhenti dengan jarak dua langkah di antara mereka.

"... Xiao Zhan."

*****

Hayo, siapa yang mikir Sean itu Zhan? Satu dua pasti ada, nih, wkwk.

Awal-awal emang sengaja dibuat pendek, biar greget:))

Enjoy;)

13¹⁰/22

A TWIST Where stories live. Discover now