"Iya, benar! Benar!"
"Aku setuju Mark saja."
"Kau cocok Mark."
Melihat Mark tidak nyaman mendapatkan desakan dari anak - anak team. Lucas mengambil alih.
"Aku... aku saja. Aku mau, aku bisa..."
Mark dan Lucas bertukar pandang. Dia mengerling pada Mark, sebagai tanda bantuan untuknya.
"Benar. Lucas saja." kata Mark.
Ketua Lehyun tidak punya pilihan mempertahankan Mark jadi dia menurut. "Oke. Sudah di tentukan!"
Diskusi selesai dengan hasil. Kemudian anak - anak sisanya yang bertugas membuat properi, mulai bergerak menjalankan tugas mencari bahan di perlukan yang harus mereka bawa besok.
Sementara itu Lucas dan Haechan mulai hari ini pun selesainya kelas akan mempelajari dialog.
Hari semakin menuju sore. Semua hendak pergi untuk pulang. Jaemin sebelum meninggalkan kelas setelah diskusi lebih cepat dari team drama, dia mendapatkan pesan singkat dari Mark.
'Tunggu aku. Kita pergi kencan hari ini. Aku tidak akan mendengar alasan yang tidak masuk akal darimu.'
Jaemin menunggu Mark di halte dari beberapa menit lalu.
"Maaf, membuatmu menunggu lama." Mark datang.
Jaemin diam mengangguk, lalu bertanya." Kita mau kemana?"
"Kita beli kue di toko Ibumu, bagaimana?"
Jaemin mengekor Mark sebelum jalan berdampingan.
"Aku sering makan."
"Bosan?"
"Iya."
"Kau ingin makan apa?" tanya Mark lagi.
"Entahlah. Kau bisa memutuskan tanpa dari pendapatku."
Jawaban itu membuat Mark merasa tersindir. Pasalnya, keputusan kencan ini tanpa persetujuan darinya.
"Kau suka yang manis - maniskan. Kita ke restoran yang menjual eskrim." Mark berusaha mengambil hati Jaemin yang di rasa tidak senang.
"Super marker depan juga ada, kan?" Jawaban Jaemin terdengar semakin menegaskan suasana hatinya, dan Mark berasa buruk oleh itu.
"Jaemin kau terpaksa?" tanya Mark pada intinya.
"Kau memberiku pilihan?"
Mark diam.
"Tidak, kan? Jadi... itu terserah padamu, kan?"
Ketidaksenangan Jaemin membuat Mark terserat.
"Ok. Kita batalkan saja. Buat rencana lagi saat kau ingin."
Langkah beriring mereka mulai tak seimbang saat Mark mempercepat langkahnya. Membuat respon itu dapat Jaemin mengerti, bahwa Mark marah.
Jaemin tidak senang. Merasa kemarahannya di ambil alih oleh Mark. Harusnya, bukankah Mark lebih berusaha membuatnya lebih nyaman dengan bujuk - bujukan sederhana?
Tunggu...
Jaemin tersadar untuk beberapa saat yang di lupakan; sesuatu yang Mark tawarkan tadi.
Jaemin berhenti dari langkah yang sudah tertinggal oleh Mark. Punggung yang tertutup tas ransel itu perlahan - lahan membuat jarak lebih banyak lagi.
"Mark!"
Mark berhenti diam sesaat, kemudian berbalik. Menatapi Jaemin yang sedang menundukan wajah.
"A– aku... aku ingin makan ramen di kedai tuan Kim." Jaemin mengangkat kepalanya, menatap Mark yang diam, "boleh?"
Mark berpaling sejenak, menghela pelan disana. "Iya." Lalu berbalik, kembali melangkah tanpa menunggu Jaemin.
Mark pikir, Jaemin akan bersikap membuat jarak padanya. Tetap berjalan di belakang dengan jarak yang lumayan jauh.
Mark cukup terkejut saat Jaemin tiba - tiba ada di sebelah sambil merangkul lengannya. "Kau yang bayar, kan?"
Mark tidak tahu, apa sikap itu mencoba mencairkan suasana karena kemarahannya tersampaikan atau Jaemin merasa ditekan akan keseriusan hubungan mereka.
Apapun itu, Mark tidak peduli. Yang dia perdulikan adalah membuat kehubungan ini menjadi nyata dari sekedar kata - kata 'Aku ingin berkencan denganmu, Mark'
"Mark?"
"Kau suka sesuatu yang gratis, kan?"
Terkejut, Jaemin tidak bisa mengelak. "I—iya... mh..."
Mark tidak sadar kalau ucapan itu sedikit menggores harga diri Jaemin. Meski itu benar, rasanya, entah kenapa tidak bisa di samakan ketika dia mendengarnya dari Lucas atau Sungchan yang sering mengucapkan sebagai candaan mengejek.
"Ada apa denganku?"
13. Ajakan
Start from the beginning
