09. Sandiwara Dunia

519 61 13
                                    

Sang chandra tampak sembunyikan rupanya pada ribuan mega diluasnya bumantara. Jutaan asterik berkilauan, menghiasi eloknya malam ini. Remang cahaya dari gedung-gedung pencakar langit mengisi netra kelabu. Sedangkan rungu dengarkan bagaimana kencangnya suara kendaraan yang bersahutan di jalanan. Dua tungkainya bergerak pelan, sesuaikan langkah dengan kondisi tubuh yang cukup lelah sebab hari ini cukup panjang nan rumit untuk dilalui. Namun, beruntung ia masih mempunyai kesempatan mengembuskan napas.

Kamizono Hana menghentikan langkahnya, lantas berjongkok. Secara tiba-tiba ia menangis kencang seraya menyembunyikan wajah di balik tekukan lututnya. Orang yang melihat hanya memandangnya sejenak sebelum kembali melanjutkan kegiatan masing-masing. Hana memejamkan kedua mata; berusaha menahan rasa sakit yang mungkin akan membunuhnya perlahan. Kala ini, keinginan untuk mati benar-benar merasuki hati sehingga tanpa sadar ia mengambil sebuah keputusan yang salah.

Gadis itu berdiri kembali, lantas mendekatkan tubuhnya pada jembatan yang menjadi perbatasan antara Sannoh Rengokai dan Oya Koukou. Namun, baru saja akan naik ke atas pagar pembatas, tangan seseorang lebih cepat menariknya menjauh dari sana. Hana membuka matanya perlahan, ingin melihat siapa yang menghentikan aksinya. Dengan tubuhnya yang masih tersungkur karena tarikan tadi, Hana melihat sosok itu. Sosok taruna bertubuh tinggi yang sebelumnya ia lihat di markas utama Kuryu Group.

"Ryu ...?"

Ini seakan menjadi kejutan tersendiri bagi Hana. Rasanya ia tidak menyangka bahwa Ryu Tatsuhito akan menghentikan tindakan nekad yang dilakukannya tadi. Masih mempertahankan ekspresi kagetnya, Hana kemudian menarik kerah baju Ryu sembari menatap sang pemuda. Napas mereka bersatu-padu sebab wajah keduanya lumayan berdekatan. Hana ingin mengeluarkan berbagai umpatan yang tertahan di ujung mulutnya kepada sosok Ryu. Sayangnya, entah mengapa ia merasa tidak bisa mengatakan apapun selain terpaku dalam posisi sekarang, terjatuh bersama pemuda ini.

Ryu menatap gadis di hadapannya. "Bangunlah, kita bisa membuat orang lain salah paham," ucapnya pelan.

Hana dengan segera mendorong tubuh Ryu, kemudian berdiri. Pemuda jangkung itu memegang tangannya, lagi. Entah apa yang akan dilakukan, tetapi Hana merasakan bahwa mereka mulai bergerak menjauh dari sana. Hana awalnya ingin memberontak, hanya saja mengingat seberapa lelah tubuhnya ini, ia mengurungkan niat. Lagipula, jika terjadi sesuatu, ia akan langsung berteriak dan meminta bantuan kepada siapapun yang berada di sini.

Kini mereka bersinggah diri pada sebuah konbini yang buka 24 jam. Hana duduk di luar, sementara Ryu pergi ke dalam untuk membeli sesuatu. Selagi menunggu Ryu selesai dengan aktivitas belanjanya, Hana menatap sekelilingnya, mencari tahu apakah ada hal yang bisa mengatasi kebosanannya kala ini. Tanpa sengaja, dua netra jelaganya menangkap sebuah papan reklame digital yang menampilkan sebuah tulisan tentang kompetisi biola. Senyumnya mengembang secara diam-diam. Perlahan, ia mulai menarik dirinya pada kisah lama yang pernah ditinggalkan. Tidak ada salahnya memutar masa lalu, 'kan?

"Aku memenangkannya, Otou-chan!"

Anak perempuan berusia delapan tahun itu menghampiri sosok ayahnya dengan langkah riang. Senyuman khas anak-anaknya terulas begitu lebar, membuat sosok bernama Kamizono Tatsuomi itu ikut mengulaskan lengkung bibir. Ia merentangkan tangannya, bersiap membawa putrinya ke dekapan. Hana kecil tertawa, kemudian menyerahkan trofi juara pertama itu kepada sang ayah.

"Putriku mengagumkan! Hana-chan, kau ingin hadiah apa? Otou-chan akan membelikan apapun yang kau inginkan," ucap Tatsuomi.

𝗦𝗘𝗡𝗔𝗡𝗗𝗜𝗞𝗔. TodorokiWhere stories live. Discover now