14. Sasongko

1.8K 99 4
                                    

Melati tidak setuju dengan pandangan Farah terhadap kodrat wanita.

Sepertinya, Farah masih menganut paham patriarki. Memandang bahwa kekuasaan otoritas ada di tangan lelaki. Para lelaki berhak sekolah tinggi dan bekerja sampai ke planet Mars. Sementara, bagi wanita, cukup macak, manak, masak. Berdandan, melahirkan, dan masak, merupakan tiga kodrat utama seorang wanita.

"Mengurus suami di rumah itu bukan kodrat wanita, Tante ..." ucap Melati.

Iman menowel lengan Melati. Lelaki itu berharap agar Melati tidak berusaha membantah Farah.

Dahi Farah berkernyit. "Kok kamu bisa bilang kalau itu bukan kodrat wanita, sih? Tugas utama wanita ya mengurus rumah tangga. Melayani suami dan mempersiapkan kebutuhan anak," ujarnya.

"Kodrat wanita itu ada empat, Tante," sanggah Melati. "Haid, hamil, melahirkan, dan menyusui. Menyusui pun zaman sekarang sudah bisa digantikan oleh susu formula jika dirasa si ibu tidak mampu. Selain itu, diam di rumah dan mengurus keluarga bukanlah kodrat karena bisa dilakukan tidak hanya oleh wanita. Memasak? Lelaki juga bisa memasak. Beres-beres rumah? Lelaki seharusnya mampu beres-beres sendiri. Justru, memasak dan bebersih adalah life skill."

"Sayang ..." tegur Iman memaksakan senyum.

Melati tidak menggubris. "Menjadi Pengacara adalah cita-cita yang ingin saya wujudkan semenjak dulu, Tante. Saya dan Mas Iman sudah membahas itu dan dia tidak keberatan, kok. Iya, 'kan?" tanyanya kepada Iman.

Iman berdeham canggung.

"Pengacara itu bukan profesi yang baik, lho, Melati. Semisal kamu mendapatkan kasus membela orang jahat, kamu bakalan ikut keciprat dosa," debat Farah.

Melati menarik sudut bibir dan menciptakan lengkungan ke atas. Jangan kira ia akan mengalah dan berhenti beragumen. "Tentu saja tidak, Tante. Membela siapa pun, termasuk penjahat adalah keharusan. Karena penjahat pun adalah manusia yang punya hak asasi. Mereka berhak mendapatkan bantuan hukum ketika terjerat suatu masalah atau kasus. Namun, perlu digaris bawahi, kita ini membantunya mendapatkan hukuman seadil-adilnya dan sesuai dengan kesalahan yang ia perbuat. Sebagai Pengacara, kita membela tetapi tidak membenarkan kesalahannya. Dikatakan berdosa jika Pengacara tersebut menutupi kejahatan, memanipulasi data, dan menciptakan skenario palsu demi meringankan kejahatan yang diperbuat si pelaku," terangnya.

Farah terperangah. Ia mana menduga, si calon menantu yang baru saja ditemui sehari sudah berani membantahnya. "Tapi, tetap saja kalau kamu—"

"Sudah, Mi." Bimo menyela Farah. Lelaki membetulkan posisi duduk. "Yang dikatakan Melati ada benarnya — toh, Iman mampu memperkerjakan pembantu untuk menyiapkan kebutuhannya. Salah satu dari mereka tak perlu berkorban dan merelakan karir demi mengurus rumah tangga."

Melati bernapas lega, sementara Farah cemberut karena tidak mendapat dukungan.

"Iya, Mi. Melati pasti bosan kalau hanya berdiam di rumah. Sudah aku bilang, 'kan, kalau dia ini memang wanita yang pintar. Sayang, kalau kemampuan dan bakatnya terkubur karena menikah," imbuh Iman.

Farah menekuk muka. Ia lalu bangkit dari duduk dengan wajah gusar. "Ya sudah, Mami mau menyiapkan makan siang dulu." Ia lantas melenggang pergi tanpa sepatah kata pun.

Tak lama setelah Farah pergi, Melati pun ikut menegakkan badan. "Mas, aku boleh bantu Tante?" tanyanya.

Iman berkernyit bingung.

"Eh? Hah?" Ia tergagu. "Emang mau?"

Melati mengangguk. "Iya, Mas." Wanita itu beralih pada Bimo. "Om, permisi dulu, ya, mau susul Tante."

SUGARBABYDär berättelser lever. Upptäck nu